Salah satu asisten rumah tanggaku datang membawakan segelas air putih dan dua butir aspirin yang tadi ku minta.
Aku segera menenggak dua butir aspirin itu bersamaan lalu meneguk sedikit air putih di gelas dan meletakkan gelas keatas nampan yang masih dipegang oleh asisten rumah tanggaku.
Setelah mengucapkan terima kasih dan permintaan maaf karena mengganggu waktu tidurnya, aku menyuruh asisten rumah tanggaku tersebut untuk kembali beristirahat.
Tadinya aku pikir bahwa aku tidak akan menenggak aspirin malam ini. Namun kepalaku tiba-tiba sakit sekali saat melihat Mas Darma yang ternyata berada di rumahku.
Terlebih saat ini pria itu duduk di seberangku dengan tatapan tajamnya yang terasa menghunus ke arahku.
Aku merasa bahwa kami akan memulai pembicaraan yang panjang dini hari ini. Dan aku tau bahwa aku tidak bisa menghindari Mas Darma selamanya.
Belum mulai bicara dengannya saja kepala ku sudah sakit. Sungguh, rasanya aku belum siap untuk menjawab semua pertanyaan Mas Darma tentang Gema dan Awan menolak untuk menemuinya.
"Sejak kapan kamu minum alkohol?" Mas Darma bertanya tiba-tiba. "Siapa tadi yang antar kamu pulang?"
"Anak-anak di rumah Pakde, nginap disana." Ucap ku sambil memijat kedua pelipis ku.
Aku tidak akan menjawab pertanyaannya yang lain selain mengenai anak-anak. Untuk apa dia menginterogasi ku, hidupku dan apa yang ku lakukan bukan lagi urusan dan tanggung jawabnya.
Sejenak suasana hening, tidak lama terdengar mas Darma berdeham.
"Telpon dan pesan saya tidak pernah dibalas Gema dan Awan."
Kini aku mengarahkan pandanganku pada Mas Darma. Lalu ku hembuskan nafas panjang.
"Aku kemarin sudah bilang sama Gema untuk balas pesan kamu, tapi dia nggak mau. Aku nggak bisa paksa mereka." Ujarku dengan sejujurnya.
Walaupun aku kesal pada sikap Mas Darma, tidak sekalipun aku menghasut anak-anak untuk menjauhi ayah mereka. Aku sempat membujuk Gema dan Awan agar mau menjawab panggilan telepon Mas Darma, namun Gema dengan keras kepalanya menolak keinginanku.
Jadi aku tak lagi mau memaksa karena semua pilihan asa ditangan anak-anak. Mereka yang tengah merasakan patah hati, tidak boleh dipaksa untuk menghilangkan rasa kecewa yang menggelayuti dada keduanya. Mas Darma lah yang harus berusaha lebih keras lagi untuk bisa membujuk anak-anak, dia yang membuat masalah.
"Saya salah, Din."
Aku menatapnya lama, namun saat pandangan kami beradu, aku segera memalingkan tatapanku kearah manapun, asalkan jangan menatap matanya.
"Aku nggak tau sejauh apa hubungan kamu dan Rumi saat ini. Secinta apapun kamu sama dia dan anak-anaknya, jangan pernah membuat anak-anak aku cemburu, Mas."
"Mereka mungkin terluka karena ucapan Ayu, tapi kemarahan mereka sudah dimulai sejak melihat kamu memeluk anakmu dan Rumi dengan penuh kasih sayang. Sementara Gema dan Awan kamu abaikan."
"Erman bukan anak saya! Dia anak Rumi dan suaminya!" Mas Darma berseru tidak terima.
Dengan berani aku menatapnya.
"Yang tau dia anak siapa kan cuma Tuhan, Rumi dan kamu. Lagi pula mau anak siapapun, sebentar lagi mereka juga akan jadi anak kamu. Kamu dan anak Rumi mirip, kamu juga kelihatan sayang sekali dengan mereka hingga dengan mudah mengabaikan anak-anakku. Kalian akan jadi keluarga kecil yang manis." Aku tersenyum mencemoohnya.
Wajah Mas Darma merah padam, dia terlihat marah padaku.
"Tuduhan kamu keterlaluan Din!" Mas Darma terdengar geram padaku.
Aku hanya mengangkat kedua bahuku tak acuh saat mendengar ucapannya sembari mencibir kecil.
"Begini aja deh Mas, kalau kamu nggak sanggup lagi menjaga perasaan anak-anakku, kamu bisa berhenti bertanggung jawab pada mereka, tolong berhenti menemui dan mengganggu Gema dan Awan. Karena aku masih sanggup memenuhi kebutuhan dan menyenangkan mereka lahir dan bathin."
"Urus dan senangkan saja Rumi dan anak-anaknya. Mulai bulan depan aku bebaskan kamu untuk tidak lagi menafkahi Gema dan Awan. Mereka akan jadi tanggung jawabku sepenuhnya."
Aku bisa melihat amarah di wajah Mas Darma bercampur dengan raut tidak percaya mendengar ucapanku barusan.
"Kamu minta saya untuk melepas tanggung jawab pada anak kandung saya?! Kamu minta saya untuk tidak bertemu mereka lagi?! Kamu mau memutus hubungan antara ayah dan anak Din?!"
"Iya. Aku nggak mau melihat anak-anakku nangis lagi karena kamu, Mas. Kamu boleh nyakitin aku, tapi jangan pernah sakiti anak-anakku!"
"Mereka anak saya juga Din! GEMA DAN AWAN ANAK SAYA JUGA!!"
Mas Darma berdiri, ia menatapku sengit dengan kemarahan yang tidak bisa ia tahan lagi. Untuk pertama kalinya aku mendengar nada suaranya naik setinggi ini.
****
Hay hay pembacaku tersayang,
Untuk hari ini author kasih harga promo untuk PDF lama yang ready...Untuk harga promonya :
Beli 1 pdf 15k
Beli 5 pdf harga 50k
Beli 15 pdf harga 100kIni untuk PDf yang ready dan berlaku promonya yaa :
True love
The beauty one
The beauty one 2
Natasha
The star
Ex wife
Eternal love
Hira atmojo
Jennifer's wedding
Back to evil
My possessive girlfriend
Great life
Mr. Duda
Aruna
Truely madly in love
The scandal
Fake love
Istri Kedua Ben
Forever Yours
My Hani Honey
Liliana
My lovely livi
Hope
Nyonya besar
My Honey Hani 2
Dalang dibalik duka
Hope 2
Viviane
Your Favorite Mistress
Wanita Kedua
Dunia Dita
Terjebak di Rumah Mertua
Life After rujuk
Lika Liku Luka
Step MotherJika berminat bisa langsung chat author ke 082286282870.. XOXO
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua
RomanceAdine Farra memilih bercerai saat menyadari bahwa ia menjadi wanita kedua, pilihan terakhir dari sang suami. Ia lebih memilih menghancurkan pernikahan yang sudah sepuluh tahun terakhir ini dijalaninya setelah tau bahwa sang suami tidak pernah bisa s...