"Kamu dimana?" Suara berat Mas Darma terdengar diujung telepon.
"Lagi di kantor, masih ada kerjaan." Jawabku padanya.
"Anak-anak di rumah sama siapa?" Tanyanya lagi.
"Anak-anak nginap di rumah Rani. Besok kan Anne ulang tahun, jadi mereka nginap disana, katanya mau bikin surprise buat Anne nanti malam." Jawabku.
"Saya sedang dalam perjalan pulang." Jelas Mas Darma.
Dua hari yang lalu memang Mas Darma mengabari ku bahwa ia ada perjalanan dinas bersama Komandannya dan tidak bisa mengunjungi anak-anak dalam dua hari ini.
Dia tidak berbohong karena setiap malam Mas Darma dan aku selalu melakukan panggilan video sebelum tidur. Pria itu juga kerap mengirimi foto kegiatannya akhir-akhir ini.
Bagaimana hubungan kami? Entahlah. Aku tidak bisa mendeskripsikannya.
Sejak kembali dari Bandung, Mas Darma dan aku menjadi sangat dekat. Terlebih setelah pembicaraan panjang kami. Dan selama disana juga kami tidur di satu kamar yang sama.
Hubunganku dan dia lebih dekat dari sebelumnya, malah bisa dikatakan jauh lebih dekat lagi.
Bahkan kami sering pergi berdua untuk makan malam bersama ke tempat-tempat favorit kami dulu atau mencoba menikmati makanan di warung tenda pinggir jalan yang kami pilih secara acak, nonton bioskop berdua, terkadang juga jalan-jalan tanpa tujuan menaiki motor tuanya itu.
Kami seperti pasangan muda yang tengah berpacaran.
Aku dan dia tidak pernah pacaran, tidak lama setelah acara perjodohan kami segera menikah. Dan setelah menikah aku juga langsung hamil, dan bersamaan dengan kehamilanku Mas Darma juga menerima mandat untuk bergabung dalam Satgas yang dikirim ke Sudan.
Satu setengah tahun Mas Darma berada disana, aku bahkan melahirkan Gema tanpa kehadirannya di sisiku. Untungnya saat itu keluarga Mas Darma yang menjagaku bergantian, terutama Ibu, dia menemaniku dua puluh empat jam dan juga membantuku merawat Gema.
Mas Darma juga kerap di kirim ke beberapa daerah, aku sering berpisah dengannya. Namun komunikasi kami baik. Tahun-tahun awal pernikahan kami merupakan tahun yang cukup berat untukku karena seringnya kami terpisah oleh jarak.
Tidak ada banyak kesempatan untuk kami menghabiskan waktu bersama, waktuku banyak tersita mengurus Gema, sementara Mas Darma juga sibuk dengan aktifitasnya.
Tahun berlalu, lalu aku kembali hamil Awan. Untungnya di kehamilan kali ini Mas Darma ada di sisiku, namun aku yang tidak bisa berdekatan dengannya karena pengaruh kehamilanku. Saat itu aku tidak suka melihat wajahnya atau bahkan mencium aroma tubuhnya. Hal itu yang menyebabkan Mas Darma dan aku kerap tidur terpisah.
Aku juga pernah mencoba untuk mendekatinya, namun berakhir dengan aku yang terus memuntahkan isi perutku. Dan akhirnya Mas Darma memilih untuk sebisa mungkin menjaga jarak denganku.
Mengurus dua anak sejujurnya cukup merepotkan, terlebih saat itu aku memutuskan untuk tidak memperkerjakan pengasuh karena ingin mandiri dan dekat dengan kedua anak-anakku.
Dan sepertinya saat ini kami benar-benar tengah mencoba sesuatu yang baru, aku merasa kembali muda, kembali menjadi remaja yang tengah di dekati oleh seorang pria.
Aku dan Mas Darma akhirnya bisa melakukan banyak hal menyenangkan berdua saja, tanpa anak-anak. Walaupun hal tersebut kami lakukan setelah bercerai, tapi setidaknya aku merasa senang karena aku bisa melakukannya bersama dengan pria yang sejujurnya hingga saat ini masih sulit untuk aku lupakan.
Bagaimana bisa dengan mudah menghapus nama Mas Darma setelah aku dan dia bersama cukup lama? Bagaimana pula aku mengeluarkannya begitu saja dari hatiku setelah aku mencintainya begitu dalam.
Ia berbuat kesalahan, aku memaafkan kesalahan-kesalahan yang menurutku masih bisa dimaafkan.
Kecuali kesalahannya perihal meniduri Rumi. Walaupun dilakukan saat kami diambang perceraian, tapi aku tetap sulit untuk memaafkannya. Aku masih marah dan kesal padanya soal itu.
Tapi disaat yang bersamaan aku juga tetap ingin menghabiskan waktu berdua dengannya bagaikan sepasang kekasih yang tengah jatuh cinta.
"Ne? Din? Dine? Adine?" Terdengar Mas Darma memanggil-manggil namaku diujung sana.
Aku yang sejak tadi melamun tiba-tiba tersentak.
"Ya Mas?" Tanyaku, "Kamu ngomong apa tadi?"
"Kamu jam berapa pulang? Nanti saya ke rumah."
"Iya Mas, ini sebentar lagi aku pulang."
"Yasudah, nanti kalau sudah sampai di rumah kabari saya ya?"
"Oke, Mas." Jawabku sebelum mengakhiri panggilan telepon kami.
Tidak lama kemudian aku segera membereskan barang-barang ku dan meninggalkan ruangan untuk pulang ke rumah.
Aku tidak mau ketika aku pulang Mas Darma yang lebih dulu tiba dan malah dia yang menungguku.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua
RomanceAdine Farra memilih bercerai saat menyadari bahwa ia menjadi wanita kedua, pilihan terakhir dari sang suami. Ia lebih memilih menghancurkan pernikahan yang sudah sepuluh tahun terakhir ini dijalaninya setelah tau bahwa sang suami tidak pernah bisa s...