"Ma, cerai itu apasih?" Pertanyaan itu datang dari Gema.
Saat ini aku berada di kamar Gema. Aku tengah berusaha menghibur hatinya setelah kejadian tadi.
Sebelum ke kamar Gema, aku lebih dulu menemani Awan di kamarnya hingga putra kecilku itu jatuh terlelap. Awan sudah jauh lebih tenang saat tadi tiba di rumah, tadi di sepanjang perjalanan aku menjanjikan padanya untuk membelikan mainan yang banyak esok hari untuknya.
Dan sekarang waktunya aku menenangkan hati Gema karena putriku ini berbeda dari Awan. Ia tidak lagi bisa dihibur atau dibujuk dengan mainan atau apapun.
Disepanjang perjalanan tadi, saat tangisnya telah berhenti, Gema hanya diam saja, tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya hingga kami tiba di rumah.
"Kata tante Ayu, kami nggak boleh datang lagi ke rumah nenek karena Papa dan Mama sudah cerai. Tante Ayu juga bilang kalau Gema sama Awan bukan anak Papa lagi. Sekarang yang anak Papa itu Ema sama Erman, tante Ayu bilang mereka anak Papa sama tante yang namanya Rumi."
Aku jelas kesal mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Gema. Aku kesal sekali pada Ayu. Tidak bisakah ia menjaga mulutnya?! Tidak bisakah dia menahan untuk tidak bicara seperti itu pada anak-anakku?!
Kenapa dari dulu hingga sekarang wanita itu tidak pernah berubah? Sepertinya dia tidak puas hanya dengan menyakitiku saja, rupanya dia juga ingin menyakiti perasaan anak-anakku.
Ayu adalah orang yang memberitahuku tentang bantuan yang diberikan Mas Darma pada kakaknya. Ayu juga yang kerap mengirimkan foto-foto saat Mas Darma datang berkunjung ke kediaman Rumi, dia juga yang terus meneror ku dengan rentetan pesan berisi screenshoot percakapan antara Rumi dan Mas Darma.
Aku tidak tau harus berterima kasih pada Ayu atau membencinya saat itu. Jika bukan karena dia, aku pasti tidak akan pernah tau apa yang dilakukan oleh Mas Darma di belakangku. Tapi kini, satu hal yang pasti, aku sangat marah pada Ayu karena telah berani membuat anak-anakku menangis. Wanita itu telah menyakiti perasaan Gema dan Awan.
"Jadi cerai itu apa Ma?" Gema bertanya lagi.
Aku menatapnya sembari mengelus kepala dan pipinya.
"Cerai itu artinya nggak bisa sama-sama lagi. Artinya Mama dan Papa sekarang punya kehidupan sendiri-sendiri." Hanya itu yang bisa aku jelaskan pada Gema, entah dia akan mengerti atau tidak.
Sejujurnya aku tidak tau bagaimana cara mendeskripsikan mengenai makna sebuah perceraian pada anak berusia sepuluh tahun ini.
Gema diam, ia menatapku lama. Seperti tengah mencoba memahami apa yang baru saja aku ucapkan.
"Kalau Mama dan Papa cerai, berarti aku bukan anak Papa lagi ya Ma? Kayak yang tadi di bilang sama tante Ayu?"
"Gem, kamu tetap anak Papa. Kamu dan Awan anak Mama dan Papa. Sampai akhir hayat akan tetap seperti itu."
"Jadi tante Ayu tadi bohong waktu bilang kami bukan anak Papa lagi?"
Aku mengangguk.
Putriku kembali diam tapi kali ini ia menatap lurus ke depan sembari menyilangkan kedua tangannya didepan dada.
"Tapi Gema marah sama Papa, Ma! Gema nggak suka liat papa gendong anak tadi itu! Gema benci Papa!" Bibir Gema sedikit maju, ia cemberut.
"Nggak boleh benci Papa, Gem. Kan itu Papanya Gema. Kalau Gema benci Papa, nanti Papa sedih lho." Aku berusaha untuk membuat Gema tidak membenci ayahnya.
Walaupun sebenarnya aku juga kesal pada Mas Darma. Pria itu sungguh tidak pandai bersikap didepan anak-anaknya sendiri. Tidak seharusnya dia berperilaku seperti itu.
Mau sejauh apapun hubungan Mas Darma, Rumi dan anak-anak wanita itu, tidak pantas rasanya Mas Darma memprioritaskan anak kekasihnya dihadapan anak kandungnya sendiri. Apakah Mas Darma tidak bisa berfikir? Apakah dia tidak memikirkan perasaan anak-anaknya? Apa dia tidak peduli lagi pada anak-anaknya sendiri.
"Tapi Gema marah Ma! Gema nggak suka! Gema nggak mau ketemu papa, Gema benci Papa!"
Lalu tiba-tiba Gema menyembunyikan diri di balik selimut tebal miliknya.
Aku memutuskan untuk tidak memaksanya agar berdamai dengan sikap Mas Darma tadi, lebih baik membiarkan Gema menenangkan perasaannya sendiri tanpa harus dipaksa.
Gema merubah posisinya, ia berbaring miring membelakangi ku, namun tetap menyembunyikan dirinya dibalik selimut.
Kubiarkan dia seperti itu. Aku tetap berada di dekatnya sambil menepuk-nepuk bokongnya dengan lembut hingga ia tertidur.
Ketika aku masuk ke dalam kamar tidurku, kutemukan puluhan panggilan tak terjawab dan pesan-pesan dari Mas Darma yang bertanya mengenai anak-anak.
Tidak ada satupun pesan yang ku balas, begitupun dengan panggilannya yang terus masuk namun tetap aku abaikan.
Aku tidak akan membiarkannya menyakiti perasaan anak-anakku lagi. Tidak akan.
****
Hay hay pembacaku tersayang,
Untuk hari ini author kasih harga promo untuk PDF lama yang ready...Untuk harga promonya :
Beli 1 pdf 15k
Beli 5 pdf harga 50k
Beli 15 pdf harga 100kIni untuk PDf yang ready dan berlaku promonya yaa :
True love
The beauty one
The beauty one 2
Natasha
The star
Ex wife
Eternal love
Hira atmojo
Jennifer's wedding
Back to evil
My possessive girlfriend
Great life
Mr. Duda
Aruna
Truely madly in love
The scandal
Fake love
Istri Kedua Ben
Forever Yours
My Hani Honey
Liliana
My lovely livi
Hope
Nyonya besar
My Honey Hani 2
Dalang dibalik duka
Hope 2
Viviane
Your Favorite Mistress
Wanita Kedua
Dunia Dita
Terjebak di Rumah Mertua
Life After rujuk
Lika Liku Luka
Step MotherJika berminat bisa langsung chat author ke 082286282870.. XOXO
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua
RomanceAdine Farra memilih bercerai saat menyadari bahwa ia menjadi wanita kedua, pilihan terakhir dari sang suami. Ia lebih memilih menghancurkan pernikahan yang sudah sepuluh tahun terakhir ini dijalaninya setelah tau bahwa sang suami tidak pernah bisa s...