"Dış Hatlar gidiş hangi tarafta?"
(Penerbangan internasional disebelah mana ya?) Tanya Derya ke petugas bandara."Siz dümdüz devam edin, sonra yürüyen merdivenle yukarıya çıkın?"
(Anda jalan lurus ke depan, kemudiam naik ke atas dengan eskalator.) Jawab petugas itu."Tamam teşekkür ederim."
(Baik, terima kasih)Alghisa beralih ke check-in counter. Dia berjalan cepat menuju petugas yang ada disana.
"Üzgünüm bayan. Dış Hatlar kötü hava koşulları nedeniyle yarın sabaha kadar ertelendi."
(Maaf nona. Penerbangan internasional ditunda karena cuaca buruk.) Ujar seorang petugas check-in counter bandara. Memang benar sekarang sedang fase musim dingin di Istanbul."Ne? Başka bir rotaya ne dersin?"
(Apa? Bagaimana kalau rute lain?)
"Bir kez daha özür dileriz. Tüm havayolları kaza riskini önlemek için dış hatlar askıya aldı."
(Sekali lagi kami minta maaf. Seluruh maskapai menunda penerbangan internasional untuk menghindari resiko kecelakaan.)"Ah sial! Sial! Sial!" Umpat Alghisa sambil mengepalkan tangannya geram. Tangisnya kembali pecah. Yang dia pikirkan saat ini hanyalah dia bisa lepas landas secepatnya.
"Sabar, Ghis." Jenny menenangkanku.
"Ne zamana kadar?"
(Sampai kapan?) Tanya Derya pada petugas check-in itu."Yarın sabaha kadar bekleniyor."
(Diperkirakan sampai besok pagi.)"Teşekkür ederim."
(Terima kasih.)"Aku akan menunggu disini sampai besok pagi." Ujar Alghisa keras kepala.
Derya mengajak Alghisa dan Jenny duduk dikursi tunggu. Alghisa terus saja termenung menatap keluar bandara, melihat salju yang terus turun, sementara Jenny dan Derya tengah beristirahat. Sementara Alghisa bahkan tidak bisa menutup matanya walau sebentar.
🥀🥀🥀
Tak tau sudah berapa lama Alghisa menangis dan menunggu. Akhirnya Alghisa dapat melakukan penerbangan secepatnya. Alghisa masih sibuk mengurus keberangkatannya ke kota asalnya ditengah udara dingin.
Setelah melakuakan check-in dan yang lainnya, Alghisa menatap kedua orang yang telah menemaninya sejak semalam. Rasa haru menyelimuti Alghisa, entah bagaimana jadinya kalau tidak ada mereka saat ini. Mungkin Alghisa juga tidak setegar sekarang. Hanya mereka yang mampu menguatkannya saat ini.
"Kamu akan baik-baik aja kan disana?" Tanya Jenny.
Alghisa mengangguk ragu.
"Terus gimama sama masa lalu kamu?"
"Doain aja, semoga aku bisa melaluinya."
"Kamu janji kan balik lagi kesini?" Jenny sudah tidak bisa menahan air matanya lagi. Rasanya berat sekali jika harus melepaskan sepupu sekaligus sahabatnya itu.
Alghisa memeluk Jenny erat beberapa saat. "Iya, aku janji. Tapi aku enggak bisa pastiin itu kapan."
"Hm.. kalo emang kamu harus menetap disana beberapa waktu, aku enggak masalah Ghis, mungkin itu rencana Tuhan supaya kamu bisa mencari sisa-sisa masa lalu kamu."
Alghisa tersenyum getir sambil mengangguk dengan air mata yang terus mengalir di pipinya. Jenny menggenggam tangan Alghisa erat. "Jangan lupain impian kamu, Ghis. Kamu harus tetap memperjuangkan beasiswa kamu. Kita udah janji kan mau kuliah bareng?" Jenny ikut tersenyum getir sembari menahan isakan tangisnya.
Alghisa sangat mengenal Jenny dan saat ini dia berusaha menyembunyikan kesedihannya dari Alghisa. Mencoba tetap tegar tanpanya. Karena selama ini apapun masalah Alghisa adalah masalahnya juga, begitupun dengannya. Tidak ada jarak antara Alghisa dengannya. Dan sekarang Alghisa harus meninggalkan Jenny setelah waktu lama yang dilalui bersamanya. Kini mereka harus berpisah dengan jarak dan waktu.
Alghisa mengangguk. Mencoba tersenyum walau hatinya tidak yakin akan hal itu. Mereka larut dalam kesedihan sebelum pesawatnya akan lepas landas. Jenny melepaskan tangan Alghisa dengan berat hati.
"Kamu harus pergi, Ghis." Ujarnya sambil menahan tangisnya.
Alghisa mengangguk. Dia tau sebenarnya Jenny tidak bisa menahan ini. Dia sudah bersamanya sejak delapan tahun terkahir, itu bukan waktu yang singkat atas kesetiaan Jenny yang selalu ada disaat Alghisa sedih dan terpuruk, tapi kini dia harus meninggalkannya. Delapan tahun terakhir bersamanya membuatnya belajar arti kebersamaan yang telah hilang dari kehidupan Alghisa sebelumnya.
"Aku akan bawa kupluk ini," ujar Alghisa sambil memegang kupluk milik Jenny sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan Jenny yang menatapnya sendu.
Ketika Alghisa ingin masuk ke ruang tunggu, dia teringat sesuatu. Dia berlari kembali kepada Jenny kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan sesuatu. "Ambil ini," ujar Alghisa sambil menaruh tugas yang baru saja dia selesaikan kemarin malam ditangan Jenny. Jenny menatap buku tugas Alghisa ditangannya.
"Kamu akan butuh ini, Jen."
Alghisa beralih menatap Derya dan tersenyum, "Teşekkürler, Derya."
(Terima kasih, Derya.) Derya ikut tersenyum seraya menganggukan kepalanya."Görüzürüz arkadaşlar!"
(Sampai jumpa teman-teman) Hanya itu kata terakhir yang bisa Alghisa katakan."Görüzürüz"
(Sampai jumpa!)Jenny dan Derya membalas sambil melambaikan tangan mereka ke udara. Alghisa juga membalasnya dengan hal serupa dari kejauhan. Alghisa tidak menyangka kalau hari ini akan terjadi. Dia harus meninggalkan mereka ditempat ini. Sementara Derya sangat prihatin atas musibah yang dialami Alghisa walau dirinya baru bisa berteman dengannya malam itu.
🥀🥀🥀
Didalam pesawat Alghisa termenung mengingat dirinya delapan tahun lalu menaiki pesawat untuk pertama kalinya datang ke Istanbul. Saat dirinya juga termenung menatap keluar pesawat sambil menatap putih dan bersihnya awan yang ada diluar sana. Alghisa kecil hanya bisa meminta pada Tuhan, dia ingin kehidupannya kembali menjadi seputih dan sebersih awan yang dilihatnya.
🥀🥀🥀
#TBC
Makasih yang udh baca cerita ini, semoga suka ya :)
Jangan lupa voment 💙
Dukungan kalian sangat berarti 🤗See you next part 🖐🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalinya Cahaya di Hagia Sophia
Novela Juvenil[ON GOINGGG] Alghisa Shaenette seorang gadis yang mengidap gangguan mental post traumatic stress disorder akibat insiden yang menimpanya delapan tahun lalu. Alghisa mengelak takdir dan mengasingkan diri ke negara sekuler. Namun, takdir membawanya ke...