Selang beberapa menit tiba-tiba terdengar suara ledakan besar disusul dengan ledakan mobil-mobil di sekitar taman. Alghisa terpelanting karenanya. Kobaran api di sekelilingnya membara dimatanya.
Alghisa terjaga bersamaan dengan sinar matahari yang menyilaukan matanya. Alghisa mengerjapkan mata sambil berdecak karena mimpi itu kembali datang. Alghisa melihat ke arah jendela. Seseorang yang tidak ingin dia lihat baru saja menyingkap tirai besar yang ada disana.
Alghisa memutar bola matanya malas. Adnan mengambil kursi belajar dan duduk di sisi ranjang menghadap Alghisa. Alghisa memalingkan wajah menatap ke jendela besar kamarnya, membiarkan sinar matahari menyorot wajahnya daripada melihat wajah pria di sampingnya.
“Al.” Panggil Adnan pelan. “Gue udah bawain bubur buat lo. Sekarang lo makan dulu, abis itu gue obatin luka ditangan lo.”
Alghisa melihat bekas luka ditangannya. Alghisa terkekeh geli. “Enggak usah sok baik.”
Adnan menghembuskan napas kasar, dia mengambil semangkuk bubur yang ada di atas nakas. Alghisa menepis tangan Adnan saat dia mencoba menyuapinya.
"Aku enggak mau."
"Tapi lo harus makan, Al."
Alghisa tak peduli, dia berusaha bangkit untuk duduk dengan bantuan sikunya. Baru setengah bangkit dia merasakan tangan Adnan menumpu punggungnya. Alghisa menatap tajam Adnan, “Jangan sentuh aku!” Ujarnya penuh penekanan.
Adnan langsung menjauhkan tangannya. Begitu Alghisa duduk sempurna, dia menatap aneh Adnan yang bersikap baik padanya. Alghisa masih belum menerima situasi ini. Adnan meletakkan mangkuk diatas nakas dan beralih mengambil cairan antiseptik yang ada disana. Dia meraih tangan Alghisa, tapi Alghisa langsung menepisnya lagi.
"Aku bilang jangan sentuh aku!"
“Tapi luka lo harus dibersihin dulu, Al.”
“Luka yang mana?” Tanya Alghisa ketus.
“Ditangan lo.”
“Enggak perlu, ini cuma luka ringan. Yang harusnya dibersihin itu luka dihati aku gara-gara kamu yang udah ngancurin kehidupan aku.”
Adnan terdiam. Tiba-tiba dia menarik paksa pergelangan tangan Alghisa. Alghisa meringis kesakitan saat tangan Adnan mengenai luka ditangannya.
“Lepasin tangan aku!”
Adnan tidak peduli dan tetap berusaha membersihkan luka ditangan Alghisa. Dia mengambil kapas dan mencelupkannnya ke dalam cairan antiseptik. Alghisa hanya bisa pasrah saat Adnan mengoleskan kapas itu ke lukanya. Alghisa meringis kesakitan sambil menahan rasa sakit ditangannya. Mendengarnya, Adnan membersihkan luka itu dengan hati-hati.
“Maafin gue, Al.” Ujar Adnan pelan.
“Maaf? Buat apa?”
“Semua ini gara-gara gue.”
Alghisa tertawa mendengar perkataan Adnan. “Setelah apa yang terjadi, kamu seenak jidat minta maaf ke aku.”
“Gue beneran enggak ngelakuin itu. Gue dijebak.”
“Dijebak? Dijebak siapa? Yang ada tuh kamu yang ngejebak aku.”
“Gue enggak ngejebak lo sama sekali, Al. Percaya sama gue.”
“Percaya sama kamu?” Alghisa terkekeh geli. “Sama penghianat maksud kamu? Dasar enggak waras!” Cercanya.
Alghisa beranjak dari kasur dan berjalan ke kamar mandi meninggalkan Adnan yang belum selesai membersihkan lukanya. Tapi dia tidak peduli hal itu. Dia menutup rapat pintu kamar mandi. Pecahan kaca yang sempat berserakan sudah tidak ada lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalinya Cahaya di Hagia Sophia
Teen Fiction[ON GOINGGG] Alghisa Shaenette seorang gadis yang mengidap gangguan mental post traumatic stress disorder akibat insiden yang menimpanya delapan tahun lalu. Alghisa mengelak takdir dan mengasingkan diri ke negara sekuler. Namun, takdir membawanya ke...