Arigatou buat 1k-50 followers!!
Gak nyangka bakal sebanyak itu! Ayo, tambahin lagi dong biar beneran 1k, hwehwehwe...
Duh, Tata terharu hiks srooot🤧
Jangan lupa vote, comment, and reading list my story!!
"Yaudah sih tinggal nikah aja, Na. Formulir nya sudah dilihat kan?"
Mimik wajah Diana mengerut. Niat curhat agar diberi solusi baik malah jadi buruk baginya. Apa Diana bunuh saja seluruh lelaki di Bumi ini agar ia tak mendengar kata nikah-menikah lagi.
Oke, itu konyol! Kalaupun Diana bisa membunuh seluruh lelaki, pasti tetap saja Diana akan dipaksa menikah, tentu dengan sejenisnya. Gilaaa! Memikirkan itu saja membuatnya mual seketika.
"Lagian nikah tuh enak tau! Bisa pelukan, cumbuan terus kawinan deh! Uhhh apalagi kalo udah nyucuknya sampe ke rahim, hahh... Serasa di surga!"
Muka Diana memerah malu. Bisa-bisanya Keya mengucapkan hal mesum di tempat ramai seperti Kafe ini. Sambil cengengesan genit pula.
"Kamu makin tua bukannya tobat malah makin sesat! Ingat Ngkey, umur tak ada yang tau."
"Karena umur tak tau itulah kamu harusnya nikmati Surga Dunia dulu. Jangan nanti udah dipanggil Tuhan baru nyesal belum pernah uhh..."
Diana sangat yakin omongan aneh itu ajaran dari suami Keya, Benzi. Setahu Diana—saat mereka satu sekolah pas SMP dulu—sebelum menikah dengan Pria Sok Cool—Benzi, Keya merupakan perempuan lurus, tak suka bicara neko-neko. Meski Benzi terkadang telmi, yang namanya laki-laki pasti langsung konek saat adegan plus-plus. Terlebih mereka sudah menikah 8 tahun, bukan tak mungkin otak gila Benzi menular pada Keya.
"Hm..." Diana harus segera mengalihkan pembicaraan. "Yakin kamu ninggalin Kenya sama Rosetta? Nanti ponakanku malah stress sama tuh Lampir."
Keya tertawa kecil mengaduk minuman. "Yakin kok. Nanti pulang sekolah Kenzi juga kesana main sama Randa. Kayaknya yang bakalan stress itu Mawarku bukan anak-anakku," jelasnya masih cekikikan.
Tak dapat Diana bayangkan bagaimana riuhnya rumah Rosetta oleh suara anak kecil. "Kamu itu cepetan deh punya anak! Biar Kenya ada temannya. Kamu kan udah bilang sama tetangga apart bakal nikah sebulan lagi. Yang aku lihat identitas Daniel-daniel itu bagus, kecuali fotonya agak buram. Kalo dianya jelek tak apa. Kan uangnya bisa dipake buat operasi plastique," cerosos Keya menyedot minumannya, haus telah berbicara panjang.
Selesai minum Keya kembali melanjutkan menghiraukan wajah datar Diana. "Aku tau kamu gak pernah mau menikah. Tapi, coba kamu sedikit membuka mata. Menikah gak menakutkan kok. Justru dengan menikah kamu bisa berbagi beban sama pasangan. Banyak hal bahagia kalau kamu menikah. Sendiri memang lebih baik, tapi kalau berdua bukannya lebih baik?"
Otak Diana mencerna. Hanya saja logika kembali menyerang. Diana tak pernah mengharapkan adanya orang lain dalam hidupnya. Selama ini Diana terbiasa sendiri. Diana tak membutuhkan seseorang disisinya.
Bukan karena dirinya trauma. Dirinya murni tidak menginginkan pernikahan. Selama 30 tahun hidup Diana tak pernah sekali pun berpikiran akan menikah, memiliki anak, membangun keluarga cemara. Tak pernah sekalipun!
Namun ucapan Keya ada benarnya, apa ia harus mencobanya? Tapi Diana kembali berpikir. Jika ia bisa membahagiakan dirinya sendiri kenapa harus melibatkan orang lain?
Astaga! Pusing sekali kepala Diana.
"Sudahlah Ngkey jangan bahas itu. Aku malas."
"Oke-oke."