Lama ya Tata up?Sory sory dong, soalnya beberapa hari ini Tata lagi fokus ngambil jatah waktu Papa dari new wife. Hwahwahwa😄
Neva memasang senyum lebar. Pemandangan jalan raya malam hari dari samping teras menjadi hal menyenangkan baginya, terutama ditemani merdunya suara Yola di telpon.
"Aku juga kangen berat sama Ola."
"Aku salah ya, kangen sama suami orang."
Senyum Neva menyurut. Nada lesu diseberang sana membuatnya tahu jika Yola sedih.
"Nggak ada yang salah. Yang kamu rindukan ini tunangan kamu."
"Mantan calon, bukan tunangan. Kita belum tunangan waktu perempuan itu datang."
Wajah Neva berubah. Ia jadi mengingat semua hal yang menyebabkan keduanya tak jadi tunangan. Cengkraman tangan pada pilar rumah menguat. Satu pemikiran pun tertanam, jika saja Deraya tak meminta pertanggungjawaban yang membuat Nillen langsung kabur pasti ia dan Yola telah bertunangan sekarang. Ini semua karna Deraya!
"Kita tunangan! Aku tak pernah menganggap kita tak bertunangan. Semua ini gara-gara perempuan gila itu!"
Ya! Untung saja Nillen tak jadi bersama perempuan itu dan pergi. Neva yakin dia hanya memanfaatkan Nillen jika mereka bersama. Meski sebenarnya Neva tak setuju dengan ketidak bertanggungjawaban Nillen pada kekasihnya itu tapi Neva rasa Deraya memang pantas mendapatkannya.
Belum menikah saja Deraya berani memberikan hal berharganya. Selain itu, Neva ada berpikiran jika perempuan itu mungkin 'bermain' bersama pria lain namun ia meminta tanggungjawab pada Nillen. Kalau tidak, mungkin Nillen tak akan pergi kalau itu anaknya. Perempuan murahan!
"Iya. Andai dia nggak datang, kita pasti sudah nentuin tanggal nikah. Dia merebut milik aku!"
"Dia gak pernah memiliki aku. Kamu harus tau kalau aku cuma mau kamu. Tunggu beberapa bulan lagi ya, aku pastikan setelah anak sial itu lahir, dia aku ceraikan."
Keduanya terus berbicara tentang perandaian indah hingga ponsel Yola mati. Neva mengirim pesan sebelum beranjak masuk ke rumah.
Matanya mengelilingi isi rumah. Setelah tak menemukan Deraya, ia berjalan menuju dapur dan mendapati Deraya tengah mengoles selai di roti.
Neva tercenung. Deraya nampak bersinar. Sudah lama mereka hampir tak bertegur karena masalah itu. Semenjak itu juga Neva tak pernah lagi bermain fisik dan berucap nada tinggi pada Deraya. Ia merasa menjadi sosok berbeda sekarang. Neva menggeleng sebelum mendekati Deraya.
"Aya..."
Deraya menegang. Suara itu...
"Say—"
"Besok aku mau cek kandungan." Potong Deraya cepat.
"Berapa bulan?"
Diam-diam Deraya menipiskan bibir. Pria ini, tak tahu bagaimana Deraya mendeskripsikan nya.
"Hampir 20 bulan."
"Mau saya tem—"
"Nggak usah. Aku biasa meriksa sendiri, aku cuma mau ngasih tau kamu. Kita juga bukan pasangan yang seperti orang-orang. Kamu urus hidup kamu dan aku urus hidup aku."
Tak ada nada emosi dalam perkataan tersebut namun Neva merasa jika itu menusuk. Ia menatap dingin punggung ringkih Deraya. Entah kenapa suasana hatinya sekarang memburuk.
"Baguslah kamu sadar. Saya berkata demikian karena saya hanya berbasa-basi. Harap anda pahami jika saya tidak sedikitpun peduli pada anda. Pelacur!"
Neva membalik punggung hendak berjalan tetapi suara tanpa minat Deraya menghentikannya. "Selamat istirahat Papa."
![](https://img.wattpad.com/cover/346475674-288-k100925.jpg)