Haii cantik, tapi tak secantik Tata:)
Rindu cerita ini gak? Atau rindu Tata? Sama, Tata juga gak merindukan kalian:)
Solly ya gak up malam kemalin, soalnya ah... Nanti saja Tata jelasin di akhir cerita.
Janlup vote, komen dan beritahu typo untuk part ini.
Happy reading!!.
"Sampai kapan kamu mau seperti ini terus? Kamu gak mungkin sendiri terus-terusan. Kamu butuh teman hidup. Ayah dan Ibu juga sudah tua. Tak mungkin Ayah dan Ibu selalu dengan kamu."
Sarapan yang hendak Diana telan terasa seret di tenggorokan. Ucapan itu bukan sekali dua kali menyapa pendengaran Diana hingga wanita 30 tahun itu muak.
"Aku gak butuh pendamping Bu."
Riana menghadap sepenuhnya pada Diana. "Diana, kamu sudah dewasa. Ayah dan Ibu ingin melihat kamu menikah, ingin menggendong anak kamu. Apa kamu tak ingin mewujudkan keinginan kami?"
Diam-diam Diana mencengkeram erat sendok ditangan. Kenapa orang tuanya tak mengerti? Ia hanya tak ingin menikah. Apa itu salah?
"Ibu, aku tak ingin menikah. Lagipula Ibu sudah melihat Rylia menikah bahkan sudah menggendong Radit. Apa Ibu belum puas?! Aku capek Bu setiap hari ditanya 'kapan menikah? Kapan menikah?'. Tak bisakah Ibu tak memaksa buat menikah?"
"DIANA!" Dylan yang sedari tadi diam langsung membanting sendok dan membentak Diana. "JANGAN KURANG AJAR KAMU! IBUMU BILANG SEPERTI ITU DEMI KEBAIKANMU! "
"Kebaikan ku? Kebaikan ku itu tidak menikah!" Segera Diana menjangkau tas di kursi samping. Lebih baik dirinya lekas pergi. "Inilah alasanku malas pulang kerumah! Kalian egois!!"
Diana melangkah cepat keluar dari rumah meninggalkan Riana yang teriak memanggil namanya.
"DIANA IBU TAK AKAN BERHENTI SEBELUM KAMU MENDAPAT CALON MENANTU BUAT IBU."
Desisan keluar melalui sela bibirnya. Masuk kedalam Mobil, Diana mencengkeram erat stir. "Apa tidak menikah itu kesalahan?" monolog nya kesal.
***
"Bu, Nyonya Riana berkunjung."
Diana memijat pelipis merasa pusing. Tahu sekali kedatangan ibunya ke sini, tak lain tak bukan pasti bersangkutan dengan formulir pasangan. Gladys, perempuan bersuara tadi menghilang tergantikan oleh Riana yang sumringah berjalan mendekati anak gadisnya sembari mendekap map.
"Ibu ada beberapa kandidat kriteria pasangan buat kamu—"
"Bu, bisa jangan bahas ini dulu? Aku pusing," potong Diana menghentikan kerja tangan Riana, membuka map berisi profil seorang pria.
"Makanya nikah biar gak pusing! Kamu itu sudah tua Diana, butuh pendamping hidup. Apa kamu tak bosan menyendiri? Ibu mau liat kamu berdiri di altar ngucapin sumpah setia di depan pastor. Ibu takut ibu dipanggil Tuhan sementara ibu belum liat kamu disana."
Ingin sekali rasanya Diana menghilang dari hadapan Riana. Ibunya terus bersikeras membuatnya menikah hingga berbagai alasan terucap. Fokus Diana terpecah antara buku catatan keuangan dan ocehan Riana.
"—Setidaknya liat dulu, sayang."
Menyerah. Diana menutup buku dan menarik satu map mendekat dengan malas. Baru saja membuka, Diana sudah mual melihat foto beserta keterangan dibawahnya. Sekilas, gambarnya mirip om-om India di Facebook.