Annyeong ahjumma!!
Di malam minggu yang sangat larut ini, Tata cuma mau kalian...
Happy Reading
Sudah dua hari semenjak Sasa berada di rumah sakit, kini ia telah berada di rumah Zian. Luka di pergelangan tangan mulai mengering juga goresan di wajah dan kaki menghilang.
Selama itu tak pernah lagi keduanya terlihat saling berbincang. Terkadang Zian membuang muka ketika bersitatap dengan Sasa atau menyahut seadanya ketika diajak bicara. Meski demikian Zian tetaplah sosok penuh perhatian pada Sasa.
"Halo, Mbak Sasa Wulandari?"
"Iya Mas."
"Saya telah mengetuk pintu rumah Mbak daritadi tapi sunyi. Apa paketnya jadi diambil?"
Sasa menutup mulut merasa bahagia. Akhirnya baranh yang ia tunggu-tunggu telah datang.
"Jadi, Mas. Maaf saya tidak mendengar suara nya. Mas bisa nunggu."
Memutuskan sambungan, Sasa berjalan ke pintu. Senyum lebar ia pasang melihat kurir memegang kotak kecil pesanan nya. Usai membayar, Sasa masuk kekamar menyimpan kotak tersebut di laci nakas.
"Dengan benda ini, aku yakin bang Zi bakalan terus sama aku."
"Kenapa aku tempo hari begitu bodoh? Untung sekarang aku masih hidup. Jadi bang Zi tetap di sampingku."
Seringai lebar muncul diwajah Sasa memikirkan hal menyenangkan.
"Maaf bang Zi. Aku cuma mau kamu terikat sama aku. Bukan sama perempuan lain." Senyum Sasa berubah sendu. "Aku memang wanita kotor. Tapi wanita kotor ini ingin bersama Bang Zi. Cuma Bang Zi yang peduli sama wanita kotor ini. Cuma Bang Zi yang nerima wanita kotor ini saat semua orang malah membuang wanita kotor ini."
"Gapapa Bang Zi gak cinta sama aku asal Bang Zi gak sama yang lain. Aku butuh abang. Cebong butuh abang. Kami butuh bang Zi."
Sasa tahu tindakan kotornya tak akan mendapatkan hati Zian. Tapi Sasa tak butuh itu! Sasa hanya ingin Zian terus disampingnya, perhatian hanya padanya. Bagi Sasa Zian merupakan cahaya kala dirinya jatuh dalam jurang kegelapan.
"Bang Zi, cuma kamu yang aku punya di dunia ini. Aku mohon jangan membenciku setelah ini."
Sasa merebahkan tubuh. Mengelus perut sedikit buncitnya halus lalu memejamkan mata, bersiap tidur sebelum melancarkan rencananya.
***
Jam menunjukkan pukul 20.30. Di atas meja makan, Sasa tersenyum menatap semangkuk sup. Jemari lentik nya merogoh kantong daster menampakkan botol kecil dalam genggaman.
"Maaf kak Windy, tapi aku menginginkan bang Zi." bisiknya menuang habis bubuk putih dari botol kecil ke dalam mangkuk sup. Setelahnya Sasa memasukkan kembali dalam saku daster dan mengaduk sup.
Kepulan asap dengan wangi khas membumbung di udara. Sasa tersenyum lebar. "Sebentar lagi bang Zi pulang. Sebaiknya aku tunggu di sofa.
Beranjak ke ruang tamu, Sasa menghidupkan televisi lalu menonton. Sesekali tawa keluar dari bibirnya melihat adegan lucu dari film tersebut. Saking seriusnya menonton, Sasa tak menyadari jika Zian telah pulang dan langsung meletakkan kotak martabak didepan Sasa tanpa suara. Sasa maklum, terbiasa dengan perhatian namun membisu dari sang penyelamat nya.
"Bang Zi cepat mandi, aku pengen bang Zi cicipin masakan aku. Udah dua hari juga kita gak pernah makan bareng lagi."
Zian membuang muka, meski sebenarnya ia ingin sekali mengomeli Sasa berkutat di dapur. Zian tak ingin cebong kelelahan di dalam sana. Namun harus ia tahan mengingat ia masih kesal dengan tindakan bodoh Sasa tempo hari.