Hero man 3

7.3K 246 48
                                        

Annyeong haseyo, Shibbal!

Kangen Tata dan segala keimutan nya kan? Hayo ngaku!

Oke, Tata gak mau basa-basi-babi lagi, sekarang ...




Happy Reading!


Lingkaran hitam dibawah mata terlihat jelas melalui pantulan cermin. Merenungi ucapan Windy tadi malam jelas membuat dirinya terluka.

Sasa sangat mengerti siapa dirinya. Perempuan hamil yang entah anak siapa, di hina teman-temannya, tak diakui anak oleh orang tua, dicampakkan sang kekasih, di buang karena menyebabkan aib buruk ke sekitar. Dan kini, saat ia mulai merasakan bahagia, pria penyelamatnya ternyata milik orang lain.

Se tak pantas itukah dirinya bahagia?

Sasa memperhatikan cermin lalu terkekeh miris. Tak mungkin Zian mau dengannya. Pasti lelaki itu jijik jika tahu Sasa mempunyai perasaan padanya. Tidak! Sasa tak mau dibuang! Hanya lelaki itu yang mengerti dirinya disaat keluarganya sendiri membuangnya.

Sebelum Zian membuangnya, sebaiknya ia pergi terlebih dahulu. Pecahan kaca mungkin bisa membawanya pergi dari dunia ini, kan?

Dengan bergetar Sasa meninju cermin hingga retak berhamburan. Darah menghiasi buku tangan, wajah dan kaki Sasa. Pecahan kaca tertancap dikulit tak terasa sakit sedikitpun. Menatap pantulan diri, Sasa tersenyum simpul mengelus perutnya.

"Kita pergi saja ya nak. Tak ada yang menginginkan kehadiran kita," bisiknya tercekat.

Diambilnya pecahan kaca yang runcing di ujung. Menggenggam erat hingga darah menghiasi kaca, Sasa menusuk pergelangan tangan dalam. Bayang Zian terlihat samar.

"Maaf menyusahkan bang Zi. Selamat tinggal."

Perlahan tusukan melemah. Tubuhnya meluruh terbaring diantara serpihan kaca. Sasa merasa pandangan kian menggelap. Di detik ia memejamkan mata, Sasa mengelus perut berbisik lirih.

"Ikut ibu ya, sayang."





***





Zian berjalan mondar-mandir didepan pintu sebuah ruangan. Darah kering mengotori tangan, baju dan rahang. Mata memerah dengan bibir pucat terlihat jelas dari seorang Zian.

"Jangan lagi ... Sasa."

Zian duduk memukul kepala frustasi. Ingatan Sasa tergeletak diantara pecahan cermin bersimbah darah terlintas. Seketika rahangnya mengeras. Bukanlah tadi malam Sasa menangis usai melihat postingan dari mantan kekasih? Pasti Sasa frustasi memikirkan mantannya sampai memotong nadi. Ya pasti itu penyebabnya!

"Bajingan!"

Genggaman tangan Zian mengerat. Rasa takut menghinggapi hatinya. Jangan sampai kejadian dulu kembali terulang. Zian tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

"Kenapa kau gak cerita, Sasa. Gunanya aku apa?"

"Bajingan itu! Kalau Sasa kenapa-kenapa, mati kau!"

Zian kembali menunduk. Manik merah itu meredup sendu. Tak disangkal jika ia sedih, terlebih bayangan dulu memenuhi benaknya.

"Zar, cukup Zavi yang kau ajak pergi. Sasa dan cebong jangan. Cukup aku kehilangan kalian, jangan Sasa juga. Biarkan dia nemanin aku, Zar."

Cukup lama Zian duduk menunggu. Beberapa perawat melintas menyarankannya agar membasuh diri yang tak digubris. Zian hanya ingin kabar baik dari Sasa.

Ceklek.

Short story 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang