00

1K 55 4
                                    

Anyong bebepku!

Ada yang kangen cerita Tata? Atau kangen Tatanya? *Plak

Mian ya Tata udah lamaaaaa banget gak publish cerita. Maklumin ya, semakin dewasa semakin banyak beban pikiran.

Bagi yang Masih sendiri diumur kepala Dua pasti lagi ngerasain kan? Hehehe... Eh, yang punya paksu dua kali jangan ikut campur! *Plak again

Oke-oke, dengan dihadiahi pemerah pipi gratis Tata mau ucapin...

"VOTE DONG NJING! JANGAN BACA DOANG KAU!! KOMEN JUGA PIG! GAK ADA SAMPAI 5MB PAKET KAU HABIS CUMA BUAT KOMEN!! READING LIST BE—" *PLAK PLAK BUGH SREEK UHHH AHHH



HAPPY READING






"Nikahin pacar saya."

Pemuda berpakaian urakan didepan lelaki yang berujar demikian menaikkan satu alis. Ia melihat foto yang disodorkan lelaki itu. Cantik, tapi sayang, hamil anak lelaki bajingan itu. Dan, ia juga seperti pernah melihat perempuan dalam foto. Rasanya agak familiar sama wajahnya.

"Berani bayar gue berapa jadi suami pacar lo."

"20 juta sebulan."

Pemuda urakan tak terima. "Lo kira jadi suami perempuan hamil gampang, ha?! Gue gak mungkin tinggal di kostan lagi, gue butuh rumah buat tinggal pacar sama anak lo nanti. Ngurusin makan minum, belum lagi dia ngidam ini itu, duit darimana gue buat belinya. Gue ini pengangguran. Lo gak mau kan mereka hidup terlantar sama gue?"

Pemuda itu menggeleng lemah. Memikirkan wanita juga buah hati mereka luntang-lantung di jalanan membuat dadanya seakan dihimpit batu besar. "T—tidak... S-saya tak sanggup."

Diam-diam si Urakan tersenyum miring. Ia memanfaatkan calon istri guna memeras pemuda didepan.

"Jadi gue minta 50 juta atau lo cari yang lain!"

Pemuda satunya memejamkan mata. Cukup sulit mendapatkan seseorang yang rela meminjamkan nama untuk anaknya. Meski tidak yakin pada pria berpakaian serampangan ini, ia harus percaya.

"Oke!" Ia membuka mata dan begitu tegas menyodorkan kartu ATM di depan pemuda urakan. Manik hitam pekat itu menatap penuh pada lelaki di depannya.

"Disitu sudah ada 100 juta. Nanti selama sekali sebulan say—gue tf ke kartu itu. Selama g-gue kuliah 3 tahun ke depan gue percayakan cewek gue ke lo. Jangan lo sakiti dia atau gue bakal hajar lo."

Tanpa gengsi pemuda urakan itu mengambil kartu dan menciumnya berkali-kali. Tak ia dengarkan ucapan orang itu. Yang terpenting, uang mengalir lancar kedalam saku. Ia mengulurkan tangan ke depan, wajahnya sungguh cerah.

"Senang bekerja sama dengan lo, Gibran Dirgantara."

Gibran menyambut uluran tangan pemuda urakan itu. Hembusan nafas terdengar berat. "Besok siang kita ke rumah Araya. Jaga dia dan anak gue, Marcel Theodore."

***


Araya terduduk lemas di lantai. Beberapa hari setelah ia memberitahukan kehadiran bayi mereka pada sang pacar, lelaki itu tak pernah menghubungi atau menjenguknya. Ia takut, hal yang ia simpan ketahuan oleh orang tuanya sementara ayah bayinya—

"Gibran brengsek!" makinya mengepal tangan.

Andai, andai saja waktu itu ia tak terlena oleh sentuhan Gibran, ia tak akan se frustasi sekarang. Andai saja Araya tak datang ke acara pelepasan siswa dua bulan lalu mimpi buruk yang nyata ini takkan terjadi. Araya ingin rasanya berteriak marah. Bagaimana masa depan nya? Cita-cita nya? Bagaimana hidupnya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Short story 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang