Hanya mengingatkan jika ini fiktif belaka:)
Kenze menggigit pipi dalam berusaha agar tak tersenyum lebar. Melangkah tegap dengan kedua tangan masuk saku celana, ia menghampiri pujaan hati, Esya.
"Pergi sendiri?"
"Eh, Kenze? Kamu ngagetin aja!"
Kenze menahan tangan agar tak melayang di pipi bulat Esya. Ia sedikit takut Esya marah akan tindakan nya.
"Maaf..."
"Gapapa kok. Aku tadi diantar sama Abang. Kamu mau masuk?" tanya Esya mengerjap. Kenze memalingkan wajah merasa panas. Ia sangat yakin pipinya memblushing. Kenze berdehem menjawabnya. Bagaimana pun ia harus tetap cool didepan pujaan.
"Kita bareng aja ya? Kayaknya Zuya beneran gak masuk deh."
Esya berjalan memimpin sementara Kenze mengikuti dari belakang. Wajah merona itu berganti sedikit muram. Kenapa Esya malah membahas Zuya?
Ia akui jika ia cemburu pada kedekatan Esya dan Zuya. Mereka bukanlah sepasang kekasih, karena mereka sesama perempuan. Tidak mungkin jika petinggi cerita ini—Tata Istrinya Park Jisung—membuat genre Lover's Girl. Namun, Kenze tetap cemburu karena Zuya bebas menggandeng, memeluk, menggendong, dan memanjakan Esya sedangkan ia tak bisa melakukannya karena...
Ia bukanlah siapa-siapa Esya.
Bukan teman, sahabat apalagi pacar. Esya hanyalah gadis yang sesekali ia sapa. Esya hanyalah gadis yang ia suka dalam diam. Tidak lebih.
Oleh karena itu, sedikit rasa kesal muncul dalam dirinya. Walaupun menurut penglihatannya sesama teman perempuan memang berinteraksi demikian, tetap saja ia cemburu!
"Kenze?"
Tersadar dari pikirannya, Kenze menatap kedepan sedikit terkejut melihat jarak mereka lumayan jauh. Mungkin saat ia merenung tadi ia berhenti berjalan. Segera Kenze menarik langkah mendekati Esya yang masih menatap nya imut.
"Kamu kayak banyak pikiran. Kamu oke, kan?"
Lagi-lagi Kenze stay cool, berdehem sembari melanjutkan langkah. Sedikit malu meresapi dirinya. Bagaimana bisa ia melamun didepan pujaan. Esya yang tak tahu isi pikiran Kenze hanya menaikkan sebelah alis berjalan sejajar dengan Kenze.
"Aku dengar kamu suka main Gitar? Itu benar ya?"
Binar senang tak bisa Kenze tutupi. Ia mengangkat dagu agar Esya tak melihat kecerahan di wajahnya. Demi apapun ia malu jika ketahuan tersipu.
"Ya."
"Oh."
Oh?! Hanya oh?! Brengsek! Kenapa Esya tak memujinya atau memintanya memainkan Gitar khusus untuknya?!
"Zuya? Ternyata dia masuk," lirih Esya didengar Kenze. Lelaki itu mengalihkan pandangan ke depan dimana Zuya diam menatap mereka. Esya mengalihkan pandangan tersenyum imut. "Em, Kenze... Aku bareng sama Zuya ya. Makasih loh mau jalan bareng tadi. Dadah Kenze!!!"
Tanpa memperhatikan raut masam Kenze, Esya berlari menuju Zuya. Kedua tangan lelaki itu terkepal erat melihat Esya menggenggam jemari Zuya bersama binar imutnya. Demi apapun dirinya cemburu!
Kenze terus memperhatikan hingga keduanya menghilang dibalik tembok. Dalam hati ia bertekad membuat Esya jatuh padanya. Apapun caranya!
"MINGGIR WOY! MINGGIR!!!"
Bruk.
Kenze dan penabrak sama-sama jatuh ke lantai. Ringisan keluar dari bibir keduanya merasakan sakitnya bokong mereka.
"Lo kalo ngelamun jangan ditengah jalan brengsek!"
Belum sempat Kenze menjawab kasar, seorang lelaki di belakang mereka berlari sembari berteriak. Si penabrak bergegas berdiri menghiraukan sakitnya lalu berlari. Kenze nampak linglung dan kembali sadar ketika matanya tertuju pada sebuah kertas ditempat penabrak itu jatuh. Ia pun meraih kertas tersebut dan mengernyit.