Bab 3

2.3K 175 0
                                    

"Kenapa, Ir?" Suara lembut Ibu memecah lamunan Air. Perempuan itu menggeleng kemudian menyuapkan sesendok nasi goreng dengan secuil telur ceplok setengah matang ke mulutnya.

"Diantar enggak?" Banyu—kakak Air—berjalan sembari mengancingkan kemeja, kemudian duduk di kursi meja makan menghadap Air.

"Nggak usah, Mas. Aku dijemput Puspa, kok," jawab Air. Banyu mengangguk kemudian mengisi piringnya dengan nasi goreng dan telur dadar.

Terus terang saja, Air memang merasa tidak nyaman sejak semalam. Entah karena pembicaraan Galih, Devan dan Aris yang menyebut nama yang keramat baginya, atau karena faktor bulanan wanita semata. Yang jelas, Air memang merasa sedang tidak dalam kondisi hati yang baik-baik saja. Tidak tahu lagi kalau nanti begitu sampai di kantor, suasana hatinya berubah lagi. Ada Puspa, Devan, dan teman-teman lainnya, yang bisa saja melontarkan guyonan ajaib mereka dan membuatnya tertawa seperti sebelum ia mendengar nama seorang pria yang pernah begitu besar di hatinya.

"Ir, itu Puspa bukan?" Ibu menengok ke jendela ruang makan. Tampak Honda Jazz warna hitam berhenti di depan rumah mereka. Mesinnya masih menyala kendati berhenti di sana.

"Ah, iya. Air berangkat dulu ya, Bu." Air membawa piring ke kitchen sink di dapur kemudian kembali ke kursi yang tadi di dudukinya.

"Maaf ya, Bu. Air enggak sempat cuci piring," ujarnya, seraya mengambil tas.

"Ora popo (Enggak apa-apa). Nanti biar ibu yang nyuci. Buruan, Puspa wes nunggu itu." Air mencium tangan Ibu, kemudian bergegas menuju pintu keluar.

"Selamat pagi, sesuai aplikasi, Bu?" sapa Puspa tersenyum lebar ketika melihat Air masuk dan duduk di bangku penumpang di sebelahnya.

"Ih, apaan sih, Pus." Air melirik Puspa yang menggeleng geli karena Air cemberut mendengar celetukannya. Setelah mengaitkan sabuk pengaman, Air memilih lagu kesukaannya dan Puspa, sembari Puspa melajukan mobilnya menuju kantor.

"Hari ini kita bakal kedatangan tamu," kata Puspa, tiba-tiba.

"Siapa?" Air sibuk membaca novel online lewat ponselnya kala Puspa menyetir dan memulai percakapan pagi.

"Direkturnya PT. Goldy Poultry Indonesia, yang kemarin meeting sama Pak Richard dan Pak Galih," jawab Puspa. Perempuan itu menginjak pedal rem perlahan kala lampu lalu lintas menyala merah, kemudian menengok ke Air.

"Jadi, siap-siap. Siapa tahu hari ini kita makan siang enak." Puspa meringis. Air memutar mata malas melihat sikap teman kerjanya itu. Puspa dan segala sesuatu berbau gratisan.

"Memangnya sudah pasti, kalau kita ikut makan siang sama bos-bos itu? Wong kita cuma keroco-keroco begini." Air terkekeh geli mendengar harapan Puspa yang super tinggi itu.

"Ya, siapa tahu, kan. Namanya juga kerja sama. Lagian kerja samanya ini bukan cuma penyedia pakan dan DOC doang, Ir. Pak Richard bakal dibantu sama direkturnya Goldy soal pengadaan cold storage buat divisi baru MJN. Frozen food."

"Oh, ya? Kok kamu tahu, sih?" Air menoleh ke Puspa.

"Apa sih, yang enggak ditahu akunting? Pak Richard keluar duit berapa buat menjamu tamu agungnya juga kami tahu, kali." Puspa menaikkan bahu, lalu begitu membelokkan setir ke bundaran terakhir menuju kantor, ia mengalihkan pembicaraan soal film yang ingin ditontonnya bersama Air. Mereka memang kerap menonton film bersama. Kadang kala mereka bergantian membayar tiket atau camilan.

"Aku yang beli tiketnya, kamu yang beli popcorn sama makan malam, gimana?" tawar Air kepada Puspa yang menutup pintu mobil kesayangannya kemudian berjalan menuju pagar hitam kantor. Mereka sudah sepakat soal waktu menonton, dan kini, Air mencoba merayu Puspa untuk mentraktirnya popcorn caramel ukuran besar dan makan malam usai menonton.

Repeat, I Love You! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang