Bab 12

1.7K 131 3
                                    

Dengkuran halus Nami yang tertidur di sampingnya membuat Akar menoleh sejenak. Dengan segera, ia menutup laptop, lalu meletakannya di atas nakas di samping ranjang, lalu ikut rebah di samping Nami.

Akar mengelus lembut rambut putrinya itu. Ia mengamati setiap senti wajah ayu berbulu mata lentik, berpipi gemuk, menggemaskan. Anak lucu ini adalah buah pernikahannya dengan Vanya. Masih jelas dalam ingatan, kalau dulu Akar sempat tertegun dengan berita kehamilan Vanya. Dia yang hampir tidak percaya karena dia benar-benar yakin kalau mereka hanya melakukannya sekali saja, itu pun bukan faktor kesengajaan.

Ketika Akar menutup matanya, yang dia ingat adalah pagi hari itu, ia menyadari dirinya berbaring tanpa busana di ranjang milik Vanya. Sejak saat itu pun, sebenarnya ada perubahan sikap Vanya yang mulanya tak disadari oleh Akar.

Hingga akhirnya ia mulai menangkap sinyal-sinyal asing dari Vanya. Perempuan cantik itu bahkan sempat marah tak terkira saat Akar pulang lewat tengah malam, padahal sebelum-sebelumnya hal itu tidak pernah jadi masalah di antar mereka. Vanya pun pernah sangat marah ketika tanpa sengaja melihat foto Air masih tersimpan di dompet Akar. Yang Vanya tidak tahu, Akar sudah pernah mencoba berkali-kali memberikan dirinya utuh bagi Vanya lengkap dengan jiwanya. Namun, ia tidak bisa membohongi diri sendiri. Tidak pernah ada cinta sebesar cintanya kepada Air buat Vanya. Pada akhirnya pun Akar hanya mampu berusaha memberikan perhatian selayaknya suami saat Vanya hamil anak mereka. Ia menyayangi Vanya, meski sayangnya rasa sayang yang berbeda yang diyakini Akar bukan sayang yang dimau istrinya.

Hingga hari kelahiran Nami empat setengah tahun yang lalu, Vanya mengalami pendarahan hebat. Segala upaya sudah tim dokter lakukan, tetapi nyawa Vanya tidak terselamatkan. Dua hari pasca kelahiran Nami, Vanya meninggal dunia. Vanya belum mendengar ocehan berisik Nami, belum pernah merasakan ciuman hangat dan ucapan sayang dari putrinya sendiri. Kala itu, Akar merasakan kesedihan sebagaimana keluarga yang ditinggalkan. Masih ada rasa tidak percaya kala Vanya pergi meninggalkan dia dan putri mereka. Vanya memang bukan seseorang yang sejak awal dicintai olehnya, tapi Vanya adalah seseorang yang dua tahun ini tinggal bersamanya. Berbincang layaknya teman, membahas sekian banyak permasalahan perusahaan mereka. Juga, sama-sama berjalan selayaknya pasangan bahagia kala berada di kerumunan banyak orang. Vanya adalah partner sandiwara terbaik, partner bisnis, sekaligus ibu dari putrinya.

"Aku mau kasih nama anakku, Nami." Vanya menatap Akar yang masih mengunyah ayam goreng di seberang meja.

"Nami?" mendongak, Akar menelan makanan payah, lalu mengambil gelas bening berisi air mineral di depannya.

"Ombak. Air yang bergerak, menggulung lalu sampai di bibir pantai."

"Kenapa?"

"Biar Papanya tidak perlu cari air lagi."

Tentu waktu itu Akar belum tahu, penyebab perubahan sikap Vanya usai kejadian mereka tidur bersama. Yang jelas, waktu itu Akar memang masih berupaya berdamai dengan situasi dan kondisi. Hidup dengan Vanya yang mengandung anaknya meski tanpa perasaan cinta, dan berupaya melupakan setiap jejak kenangan mantan kekasihnya. Bahkan, dia bekerja seperti orang gila, hingga sikapnya tidak lagi hangat seperti sebelum menikah dengan Vanya.

Akar tidak pernah tahu sebuah kenyataan yang memilukan, hingga akhirnya rasa sesal seperti menerkamnya sampai sesak. Hingga sebuah peristiwa membuatnya dilanda sesal tidak terkira. Peristiwa yang membuatnya berlulut berjam-jam di depan perabuan Vanya.

Saat itu, usai peringatan empat puluh hari wafatnya Vanya, Akar merasa sudah siap untuk membereskan barang-barang milik mendiang istrinya. Menyimpan barang-barang Vanya untuk Nami kelak. Benda terakhir yang akan disimpannya adalah sebuah ponsel milik Vanya. Mestinya, ia tidak berhak mengoperasikan apa pun yang ada di sana. Namun, entah kenapa hatinya terketuk untuk mengecek apa yang ada di benda pipih itu. Mulanya, tidak ada sesuatu yang ganjil. Isinya beragam foto diri wanita itu, pemandangan, barang-barang mewah, dan beberapa tangkapan layar. Jemarinya beralih ke layar berikutnya dan berhenti di note. Matanya menangkap tulisan yang begitu mengiris hatinya. Yang membuatnya menyadari betapa dia adalah orang terberengsek di dunia.

Repeat, I Love You! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang