Bab 39

1.1K 74 0
                                    

Kenangan bersama sang kakek mungkin tidak banyak. Yang Akar ingat, kakeknya adalah sosok pria yang sangat dingin, pekerja keras, tapi sangat dihormati oleh keluarga besarnya. Candra Tenggara adalah seorang pria yang berasal dari keluarga melarat di perbatasan Malang-Blitar. Sejak usia belia, sudah ditempa kerasnya hidup bahkan ketika teman-temannya bermain, dia memilih membantu bapaknya menjemur jagung. Siapa sangka kini anak buruh tani itu bisa menjadi seorang pengusaha. Bukan pengusaha super kaya raya, tapi jika dibandingkan dengan kondisi keluarga mereka dulu? Sangat jauh berbeda. Setidaknya yang Akar tahu, papanya sekalipun tidak pernah merasa kekurangan berkat kerja keras kakeknya.

Lahir di keluarga dengan kondisi ekonomi yang jauh lebih baik daripada kakeknya semasa muda, seharusnya Akar cukup diam dan menikmati. Mengikuti jalan yang sudah keluarganya siapkan. Sekolah di tempat yang sudah ditetapkan, hingga menikah dengan perempuan yang sudah "digariskan" oleh keluarga bahkan sebelum dia lahir. Akan tetapi, Akar tidak bisa. Buat dia, kehidupan mestinya merdeka. Setelah sekian tahun mencoba menuruti tuntutan keluarganya, kali ini dia tidak lagi bisa mengikuti kemauan mereka.

Sejak dia dan Air bersama lagi, tentu Akar sudah bisa memprediksi akan adanya pertentangan dari keluarganya. Dia tidak senaif itu menganggap remeh perkara keluarga. Dia sudah merancang segalanya. Mempersiapkan pintu darurat ketika apa yang dia takutkan terjadi kemudian. Dia sudah siap berperang.

Namun, kenyataan bahwa Kakek Candra kini terbaring di ranjang dengan beberapa alat penopang hidup di tubuhnya, terpaksa membuat Akar mau tak mau meredam segalanya.

"Kar, Om mau bicara." Fendi menepuk bahu Akar. Pria itu berjalan mendahului Akar menuju ujung koridor.

"Kondisi kakek kamu sudah stabil. Kamu enggak perlu khawatir," ujar Fendi.

Akar mengangguk. Fendi menatap Akar lekat-lekat, seperti sedang menimbang sesuatu. Pria itu mengarahkan tubuhnya ke jendela besar yang menampilkan pemandangan taman yang tertata rapi.

"Mama kamu ngotot minta kamu pulang ke Surabaya, kan?" tanya Fendi. "Beberapa hari yang lalu mertuamu datang menemui kakekmu. Om tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi yang jelas setelah kepulangan papanya Vanya, mama kamu dipaksa membawa kamu pulang beserta Nami. Beliau juga meminta segera diadakan rapat direksi."

"Apa?" Akar mengerjap-ngerjap, seakan tidak percaya dengan apa yang diutarakan omnya.

"Dan satu lagi...." Fendi mengeluarkan ponsel dari saku celananya, kemudian menunjukkan sesuatu kepada Akar.

Pengadaan Cold Storage PT. Makmur Jalu Nusantara

Akar mengembalikan ponsel itu kepada Fendi usai membaca apa yang pria itu berikan. Ia menghela napas, lalu ikut menatap taman di depan. Rahang Akar kembali mengetat.

"Kenapa harus menggelontorkan uang pribadi? Dan, dari sekian banyak kemitraan, kenapa harus MJN? Kamu tahu ini melanggar, kan, Kar?"

"Richard dan aku sudah membicarakan ini sejak setahun yang lalu. Sejak lama aku memang mau melakukan investasi di sana karena aku melihat pertumbuhan MJN lebih sehat dan pesat dibanding yang lain." Akar menyipitkan matanya.

"Tunggu. Apa maksud Om, alasanku bekerja sama dengan MJN hanya sebatas hubungan pribadiku dengan Air?" Akar mendengkus, lalu mengarahkan tubuhnya menghadap Fendi.

"Pertama, ini murni masalah bisnis. Kedua, tidak ada sangkut pautnya dengan Air. Ketiga, aku dan Richard, owner MJN sudah mengenal sejak lama dan sepakat menjadi investor di perusahaan barunya. Keempat, itu uang pribadi dan tidak ada sangkut pautnya dengan Goldy."

"Kalau begitu, seharusnya tidak masalah kalau kita bertukar posisi sesuai dengan kemauan kakek kamu. Kamu di Surabaya, dan Om yang urus Semarang, sampai kita bisa menunjuk setidaknya factory manager."

Repeat, I Love You! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang