Bab 34

1.2K 90 1
                                    

Gagang pintu kamarnya bergerak-gerak. Akar berpaling dari laptop di depan. Dia memang mengunci pintu sejak menidurkan Nami setengah jam yang lalu. Pria itu kemudian beranjak dari duduk, dan membuka pintu.

Nami mendongak sambil mengucek matanya. "Papa, nonik mau bobok sama Papa."

Akar berjongkok, lalu mengusap ujung kepala Nami. "Kenapa? Biasanya jagoan bisa bobok sendiri."

Bocah itu malah menghambur ke pelukan Akar, menggelendot manja. Akhirnya Akar membopong badan Nami ke ranjangnya. Sepintas pandangannya terarah ke meja kerja. Laptopnya masih menyala, agendanya pun masih terbuka.

"Papa matikan laptop sebentar," ucap Akar, diakhiri dengan kecupan lembut di dahi anak itu.

Setelah mematikan benda di hadapannya, Akar melirik ke ponsel yang layarnya menyala. Satu pesan dari Air terpampang di sana, menarik senyuman di wajahnya.

Airwening:

Nami sudah tidur, Mas?

Perempuan itu selalu dan selalu menanyakan Nami lebih dulu. Meski dia senang juga karena Air sangat kelihatan begitu menyayangi anaknya, kadang sikap perempuan itu membuatnya menggaruk dahi juga. Hampir setiap kali bertemu, Air kerap menjaga jarak, terutama saat ada Nami. Dia baru bisa bernapas lega ketika Nami sudah lelap. Namun, waktunya bersama Air tentu tidak akan lama, sebab dia mesti mengantar perempuan itu pulang sebelum lebih malam. Baru kali ini dia merasa cemburu

"Papa," panggil Nami.

"Ya, Sayang?" Akar membalas pesan Air sambil berjalan menuju ranjang. "Tante Air kasih salam buat Nonik."

Begitu merebahkan diri ke ranjang di sebelah Nami, Akar mencium pipi Nami. Sontak anak itu mendongak ketika Akar membenarkan posisi tidurnya.

"Papa, Tante Baik bobok di sini lagi kapan?" tanya Nami tiba-tiba.

Akar memiringkan badan menghadap Nami. Satu tangan jadi bantalan, sedangkan satunya lagi mengelus pipi tembam anak itu. "Nami suka, ya, sama Tante Air?"

"Suka," jawab Nami.

"Sayang nggak?"

"Sayang."

"Kenapa Nami sayang sama Tante Air?"

"Soalnya Tante Baik itu baik, terus cantik, terus suka senyum, terus suka bacain cerita buat nonik, terus suka bilang cantik ke nonik." Nami tersenyum lebar, seolah kantuknya hilang begitu saja.

Akar sejenak terdiam. Otaknya mulai merancang kalimat yang ingin sekali dia tanyakan. Hingga kemudian, sambil terus mengelus kepala Nami, dia memberanikan diri mengajukan pertanyaan kepada buah hatinya itu. "Nami suka nggak kalau ditemenin Tante Baik terus?"

"Ditemenin? Tante Baik bobok di sini sama nonik?" tanya Nami sambil mendongak menatap Akar.

Akar mengangguk. "Tinggal sama kita terus. Sampai Nonik besar."

"Kayak Mbok Asih? Mbok Asih bilang mau temenin nonik sampai besar, sampai nonik tinggi."

Akar meringis, lalu terdiam lagi. Bagaimana, ya, bilangnya.

"Kalau Mbok Asih itu pegawai papa. Kalau Tante Air nanti jadi istrinya papa." Akhirnya kalimat itu keluar juga. Sungguh, otaknya sudah buntu. Tidak lagi mampu mencari kata ganti untuk memperhalus proses izinnya untuk menikahi Air kepada Tuan Putri ini.

"Istri?"

Akar mengangguk. "Istri adalah teman sangat dekat yang tinggal bersama-sama terus sampai tua, sampai dijemput Tuhan seperti Mama Vanya. Kalau Tante Air jadi istrinya papa, dia bisa nemenin Nonik setiap hari, bacain cerita setiap hari, main sama kita setiap hari. Boleh?"

Repeat, I Love You! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang