Bab 16

1.7K 136 0
                                    

Air merasa kalau pertemuannya dengan Akar kemarin adalah upaya untuk mencoba merekonsiliasi hubungan buruk dengannya memiliki muatan lain. Dia cukup tahu kalau secara tidak langsung mereka akan bersama dalam lingkup pekerjaan. Bisa jadi Akar berpikir kalau segalanya jadi lebih mudah dan nyaman ketika sudah ada kata maaf dan pengampunan. Mungkin saja itu tujuan Akar menemuinya kembali.

Toh, Akar sudah memiliki hidup dan keluarganya. Melihat kondisinya saat ini, mustahil Akar tak bahagia. Bekerja dengan jabatan tinggi di perusahaan keluarga tentu saja membuatnya tak perlu lagi pusing soal besok makan apa seperti dulu. Dia juga punya seorang anak yang cantik. Dan, mungkin juga Akar sebenarnya sudah mempersiapkan kehidupan baru selanjutnya. Mungkin.

"Ir, ada yang cari kamu." Suara Ibu dan ketokan di pintu membuyarkan pikirannya soal Akar dan segalanya ceritanya. Lekas-lekas Air membukakan pintu.

"Teman kamu. Kalau dari mobilnya, sih, mestinya orang yang sama yang antar kamu pulang malam waktu itu. Anaknya tinggi, rapi, wangi lagi. Sana temui dulu," pinta Ibu sembari menarik Air keluar dari kamarnya. Ada sedikit rasa cemas dalam hati Air kala Ibu sudah bersikap seperti akan segera dapat mantu begitu. Malas menanggapi, Air bergegas menuju ruang tamu.

"Hai," sapa Air ketika memandang Mada yang duduk sembari memegang ponsel yang menyala. Begitu melihat Air berjalan mendekat, Mada mengantongi ponselnya.

"Hai. Maaf aku dadakan banget, kebetulan aku lewat daerah sini jadi aku mampir." Air memandang bungkusan plastik putih dengan kotak hitam di dalamnya, lalu kembali mengarahkan pandang ke Mada.

"Tadi dari Pelangi, jadi aku bawakan sekalian buat kamu dan keluarga."

"Terima kasih." Air duduk di samping Mada, di kursi panjang yang menghadap ke jalan.

"Apa aku ganggu waktu kamu?"

"Enggak. Aku juga lagi nggak ada kegiatan apa-apa, kok. Mas Mada dari mana?" tanya Air, seraya menyunggingkan senyuman.

"Dari rumah teman. Kalau aku ambil kesempatan mampirnya sekarang, kira-kira kesempatanku bisa refill lagi nggak?"

Pertanyaan Mada membuat senyuman di wajah Air kian lebar. Beberapa kali berjumpa, tak jarang kalimat yang terlontar dari Mada sering kali mengundang tawa. Mungkin karena mereka sama-sama membuka diri dan menyetujui ketertarikan satu sama lain. Yang Air sadari, mereka bukan lagi remaja tanggung yang mesti malu-malu dan bisa sewaktu-waktu menebar romansa. Di usianya, berdua bukan sekadar berkasih semata, mengenal segala aspek dalam hidup dan pribadi masing-masing adalah kewajiban sebelum memutuskan lanjut atau berakhir menjadi teman biasa.

Satu jam lebih Mada berada di rumah Air, hingga dia akhirnya pamit karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Mada begitu sopan, menyenangkan, juga sangat perhatian, harusnya mudah bagi Air untuk merasakan percikan rasa dalam hatinya. Namun, hingga saat ini perempuan itu belum mengalaminya.

Usai memandang mobil Mada yang menghilang di balik tikungan, Air malah merasa ganjil dengan perasaannya sendiri. Seperti ada beban yang menekan kepalanya, yang membuatnya kepayahan.

Air menoleh ke rumah sebentar. Diurungkannya niat memasuki rumahnya dan malah menutup pagar dari luar lalu berjalan menuju ke arah jalan raya. Sembari melangkah pelan, ia merogoh kantung outer rajutnya. Dua lembar uang dua puluhan ribu ada di sana. Langkahnya tak buru-buru. Air menikmati udara malam kota kelahirannya.

Lampu minimarket di dekat gang rumahnya menarik perhatian Air. Pada akhirnya, perempuan itu memutuskan berbelok ke situ. Air membuka pintu kaca lalu mendekat ke deretan rak makanan ringan. Ia mengambil Chiki balls coklat besar, kemudian bergerak lemari pendingin yang berjajar di sudut minimarket. Saat hendak membuka pintu lemari pendingin besar, Air merasakan ada yang menarik outer-nya. Dia menengok ke kiri bawah, seorang gadis dengan rambut tergerai, menyunggingkan senyuman yang menampilkan kerapian gigi kepadanya.

Repeat, I Love You! (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang