Hari Minggu ini, Mavendra sedang bermalas-malasan di sofa ruang tamu, menonton kartun kesayangannya—SpongeBob. Sudah lebih dari dua jam ia berdiam diri di sana, menikmati setiap episode tanpa gangguan.Namun, ketenangannya terusik ketika terdengar teriakan dari Mamahnya, yang memaksa dirinya untuk beranjak dari kenyamanan sofa.
"Kenapa, Mah?" tanya Mavendra dengan helaan napas berat, setengah enggan.
"Semangat dikit, dong. Masa anak cowok lembek banget!" Risa menyindir sambil menatapnya dengan mata menyipit.
Mavendra hanya mendengkus pelan, menunjukkan sedikit rasa kesal yang ia pendam.
"Mamah mau minta tolong. Boleh apa nggak?" tanya Risa, nada suaranya sedikit melunak.
Kedua alis Mavendra terangkat, menandakan ketertarikannya. "Minta tolong apa, Mah?"
"Tolong beliin bahan masakan, dong. Soalnya udah habis semua," jawab Risa sambil tersenyum tipis.
Mavendra langsung bergumam dalam hati, Kan, tapi sebelum ia sempat mengeluh lebih lanjut, Risa menambahkan, "Kalau kamu nggak mau, nggak apa-apa deh. Biar Mamah yang bel—"
"Iya, Aven mau!" potong Mavendra cepat, sebelum Mamahnya bisa menyelesaikan kalimatnya.
"Good! Nanti Mamah kirim list-nya di chat, ya?" Risa mengingatkan, sambil tersenyum penuh arti.
Mavendra mengangguk, kemudian berjalan meninggalkan Mamahnya. Dia langsung keluar rumah menuju parkiran untuk mengambil motor.
Pakaian yang dikenakan Mavendra sangat simpel. Ia hanya memakai kaus pendek berwarna putih dipadukan dengan celana pendek hitam, serta sandal jepit hitam yang sudah menjadi andalannya.
Setelah menyalakan mesin motor, Mavendra melaju keluar dari halaman rumah, menuju supermarket yang jaraknya agak jauh dari rumah.
Sesampainya di supermarket, ia masuk dengan wajah datar, tak menunjukkan emosi apapun. Sebelum berjalan lebih jauh ke dalam, ia mengambil troli untuk menampung belanjaan yang akan ia beli.
Setelah membuka handphone-nya dan melihat chat dari Mamahnya, kedua bola matanya melebar. "Buset, kenapa banyak banget?" gumamnya sambil menggaruk kepala, bingung melihat panjangnya daftar belanjaan yang dikirimkan.
Namun, daripada terus bingung tanpa hasil, Mavendra memutuskan untuk segera bergegas mengambil semua bahan yang ada di daftar. Lebih cepat lebih baik, pikirnya.
***
"Daging, udah. Bahan-bahan juga udah semua. Sekarang tinggal apa lagi, ya?" Mavendra berbicara pada dirinya sendiri sambil melihat daftar belanjaan di handphone. "Oh iya, gue belum beli jajan!" pikirnya hampir lupa, karena stok makanan di kamarnya sudah menipis.Mavendra kemudian mendorong troli menuju rak makanan ringan, memasukkan berbagai macam snack ke dalamnya. Ia begitu asyik memilih makanan sampai-sampai tidak menyadari bahwa dirinya menabrak seseorang.
"Eh... maaf, ya, Mbak," ucap Mavendra cepat-cepat, sambil melihat siapa yang barusan ditabraknya dengan troli. Dahinya mengerut, cewek di depannya tampak tidak asing. Karena penasaran, ia berjalan mendekat.
"Aurora?" panggilnya, memastikan penglihatannya.
Ya, cewek itu memang Aurora.
"Emang, ya. Kalau jodoh itu nggak bakal ke mana. Buktinya, kita ketemu lagi," ujar Mavendra dengan percaya diri.
Aurora hanya diam dengan ekspresi datarnya yang khas.
"Lo masih marah sama gue, Ra?" tanya Mavendra sedikit cemas. "Maaf, ya, atas kejadian kemarin," tambahnya dengan nada yang lebih lembut.
"Ya," jawab Aurora singkat.
"Kok, cuma ya doang?" Mavendra terlihat sedikit kesal. "Terus gue harus jawab apa?"
"Jawab gini kalau bisa, 'Nggak apa-apa, sayangku. Lo udah gue maafin, kok,'" Mavendra menirukan dengan nada manja.
Aurora bergidik ngeri menatapnya, merasa tidak nyaman.
"By the way, lo lagi beli apa, Ra?" tanya Mavendra, mencoba mengalihkan pembicaraan.
Aurora hanya memberi isyarat dengan matanya, mengarahkan Mavendra untuk melihat isi trolinya yang penuh dengan makanan dan minuman.
"Ada yang mau dibeli lagi?" tanya Mavendra.
Aurora menggeleng.
"Ya udah, ayo ke kasir," ajak Mavendra.
Aurora mengangguk, dan mereka berdua berjalan menuju kasir yang antriannya tidak terlalu panjang.
"Pulang bareng gue?" tawar Mavendra saat mereka hampir sampai di kasir.
"Nggak," jawab Aurora tegas.
"Please? Sekali aja, Ra. Bantuin gue bawa barang-barang ini juga. Boleh, ya?" Mavendra memasang wajah memelas.
"Emang gue pembantu lo?" balas Aurora dengan nada ketus.
"Nggak, Ra. Gue cuma minta tolong. Masa lo nggak mau nolongin gue sih?" Mavendra merajuk.
"Ya," jawab Aurora akhirnya.
Mavendra tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya. "Biar gue aja yang bayar," ucapnya sambil menahan tangan Aurora yang hendak membayar belanjaannya.
"Sekalian sama yang ini, Kak," katanya kepada kasir, menunjuk belanjaan Aurora.
***
Seperti yang dikatakan Mavendra, Aurora akhirnya ikut bersamanya, dan sekarang mereka berdua sudah berada di depan rumah Mavendra.
"Udah, sekarang antar gue pulang," kata Aurora dengan nada mendesak.
"Nggak masuk dulu?" tawar Mavendra.
Aurora menggeleng.
Pintu rumah terbuka, menampilkan Risa yang sedang membawa tempat sampah dari dalam rumah. Melihat anaknya bersama seorang cewek, ia membatalkan niatnya membuang sampah dan berjalan mendekat.
"Udah pulang, Bang? Kamu bawa anak orang dari mana itu?" bisiknya di telinga Mavendra.
"Pacar aku, Mah," jawab Mavendra santai.
Aurora yang mendengar itu langsung membelalakkan matanya, lalu cepat-cepat menggeleng. "Bukan, Tante."
"Yah... kasian banget, nggak dianggap," Risa berpura-pura sedih.
Mavendra mendengkus. "Nggak, Mah. Dia yang bohong. Dia itu pacar Maven. Dia-nya aja yang nggak mau ngaku, malu mungkin."
Risa tersenyum tipis. "Ya udah, ayo kamu masuk dulu," ajaknya kepada Aurora.
"Maaf, Tan. Aku langsung pulang aja," ujar Aurora cepat.
"Loh, kenapa?" tanya Risa.
"Em..." Aurora berpikir keras mencari alasan. "Soalnya di rumah ada teman aku, Tan," jawabnya akhirnya.
Risa mengangguk mengerti. "Oh, gitu. Ya udah, kapan-kapan kamu ke sini lagi, ya?" Kemudian ia menoleh ke anaknya, "Sana, anterin cewek kamu sampai ke rumahnya. Mamah mau masuk dulu."
"Pulang beneran?" tanya Mavendra memastikan.
"Iya!" jawab Aurora tegas.
"Ya udah. Ayo naik," ajak Mavendra.
Aurora pun naik ke motor Mavendra, dan motor itu segera melaju, meninggalkan halaman rumah menuju tempat tinggal Aurora.
tebecejangan lupa share cerita ini ke teman atau sosial media kalian.
vote komen!instagram : hrdntaar
KAMU SEDANG MEMBACA
MAVENDRA [END]
Teen FictionMenaklukkan cewek dingin? Tidak ada di kamus milik Mavendra. Cowok dengan kain yang selalu melingkar di kepalanya. Ini semua karena dia mendapatkan dare dari sahabatnya untuk meluluhkan seorang cewek yang berwajah datar dan irit bicara. Ia kira, pe...