"Lo ngapain jam segini ke Supermarket?" tanya Mavendra.
"Menurut lo? Pake tanya!" ketus Aurora, seraya memasukkan kembali kapas dan juga obat-obatan lainya.
"Iya juga, sih. Terus ke sini naik apa? Kalau naik goj—"
"Naik motor.'
"Bukannya dari rumah sampai sini jauh, ya? Di seberang rumah lo kan ada."
"Lagi tutup sementara."
"Emangnya ada apa?"
"Kenapa tanya-tanya terus, sih? Yang punya toko bukan gue!"
"Kok, lo sensi banget? Lagi halangan?"
"Kalau lo tahu, mending diam aja. Daripada sandal gue melayang ke wajah burik lo." Aurora melirik sekilas ke arah Mavendra. "Kenapa lihat-lihat, naksir lo?"
"Itu lo tahu, kapan gue diterima?"
"Nggak tahu, setan!" Lama-lama kesabaran Aurora sudah setipis tisu. Rasa kesalnya meluap-luap karena bicara dengan cowok freak yang berada di sampingnya. Demi kesehatan jiwa dan raganya, lebih baik dia pergi dari tempat ini segera.
"Eh, tunggu." Mavendra menarik pergelangan tangan Aurora. "Mau ke mana?" tanyanya.
"Lepasin nggak? Gue mau pulang."
"Gue ikuti, ya? Gue takut kalau lo di jalan kenapa-kenapa. Ini udah malem, lo cewek pula."
Aurora diam sebentar. "Terserah lo, deh." Setelah mengucapkan itu, Aurora langsung berjalan menuju ke motornya yang berada di pojok dekat dengan tembok. Mavendra memakai helm, lalu mengendarai motornya menuju ke Aurora.
Beberapa menit kemudian, kedua motor itu keluar dari area Supermarket. Mavendra mengekori Aurora hingga sampai rumah.
Aurora menoleh ke belakang. "Pulang sana!" ucapnya setelah sampai di depan pintu gerbang rumahnya.
"Nggak ada ucapan terima kasih?" kedua alis Mavendra naik ke atas.
Aurora menghela napas. "Terima kasih, Udah, kan?" ucapnya di iringi dengan tersenyum terpaksa.
"Kalau ucapan selamat malam?"
"Ven?"
"Apa, Ra?"
"Lo belum tahu muka lo kena sandal?" Aurora melepas sandal miliknya dan mengangkatnya ke atas.
"Nggak, Ra, bercanda doang. Tapi kalau diucapin juga boleh." Sebelum motor itu ia gas, dia menggerakkan bibirnya seperti mencium. Setelah itu langsung melaju dengan sangat kencang karena takut kena amukan dari calon pacarnya.
"Bocah edan!" Aurora menggerutu, tetapi tak lama tersenyum tipis. "Hah, gue kenapa, sih?" Ia bertanya kepada dirinya sendiri.
***
"Berikan perhatian khusus. Ingat hal-hal kecil tentangnya, seperti ulang tahunnya atau prefensi makanan favoritnya."
***
Day 2
Mavendra berhenti melangkah, menyipitkan kedua matanya memperhatikan cewek di depannya. Dia adalah Nina— sahabat Aurora. Tanpa basa-basi Mavendra langsung berlari menuju ke arah Nina.
"Nin, tumben sendirian, Aurora di mana?" tanya Mavendra.
"Dia di kelas, kenapa emang?" Nina bertanya balik.
"Nggak pa-pa, sih, cuma basa-basi aja. Tapi kalo ini gue beneran mau tanya."
"Tanya apa?"
"Kalau boleh tahu, Aurora ulang tahunnya kapan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MAVENDRA [END]
Teen FictionMenaklukkan cewek dingin? Tidak ada di kamus milik Mavendra. Cowok dengan kain yang selalu melingkar di kepalanya. Ini semua karena dia mendapatkan dare dari sahabatnya untuk meluluhkan seorang cewek yang berwajah datar dan irit bicara. Ia kira, pe...