13

232 23 1
                                    

Airon melebarkan kedua matanya. "Beneran? Lo mau menyerah?" tanyanya memastikan.

Mavendra menganggukkan kepalanya dengan mantap. "Iya, gue mau nyerah. Udah, sekarang hukumannya apa?" jawabnya dengan pasrah.

Airon menyeringai. "Oke, karena lo nyerah, sebagai hukumannya, lo harus pakai seragam cewek."

Brakk!

Mavendra menggebrak meja. "GILA LO?!" teriaknya.

"Wush... santai aja. Nggak usah teriak-teriak kayak gitu," jawab Airon tenang.

"Lo nggak mikir! Masa hukumannya kayak gitu? Nggak ada yang lain?" Mavendra mendesak.

Airon diam sejenak, lalu menggeleng. "Nggak! Gue nggak mau!"

"Harus sportif, lah, Bro. Lo cowok apa bukan?" Airon tertawa remeh.

"Ya, tapi nggak pakai baju cewek juga! Gue udah susah-susah bangun image gue sebagai cowok terganteng di sekolah, eh malah dengan entengnya reputasi gue rusak gara-gara hukuman konyol dari lo!"

"Gue nggak peduli, mau reputasi atau image lo rusak. Pokoknya, mau nggak mau lo harus terima hukumannya." Airon menjeda ucapannya sejenak. "Gue tunggu besok." Laki-laki itu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari kantin.

Sementara Mavendra hanya bisa berdecak kesal.

***

Seperti apa yang dikatakan oleh Airon kemarin. Dan sekarang benar saja, Mavendra sudah menggunakan baju sekolah perempuan. Bajunya yang sangat ketat membuat lekukan tubuhnya terlihat.

Malu? Jangan ditanya, sekarang dirinya benar-benar malu bukan main. Keringat dingin sudah membasahi seluruh tubuhnya.

Airon yang melihat sahabatnya itu langsung tertawa terbahak-bahak. "Beneran? Gue kira lo nggak mau, Ven!"

Mavendra menatapnya tajam. "Gue terpaksa."

"Lo udah siap?" tanya Airon.

"Mau nggak mau harus siap."

Airon menepuk pundak sahabatnya. "Oke. Kalau gitu, ayo kita masuk."

Mavendra menganggukkan kepala.

Mavendra dan Airon berjalan masuk ke halaman sekolah. Sorot mata semua orang langsung tertuju pada Mavendra, yang kini mengenakan seragam sekolah perempuan. Ada yang tertawa geli, ada pula yang tampak jijik dengan pakaian yang dikenakannya. Namun, Mavendra tetap melangkah dengan wajah datar, seolah tidak peduli dengan bisikan dan tatapan sinis di sekitarnya.

Saat mereka berbelok di koridor, tanpa sengaja Mavendra melihat Aurora yang juga sedang menatapnya. Wajahnya memerah, dan ia langsung menundukkan kepala, meremas ujung rok yang dipakainya dengan canggung. Rasanya, harga dirinya sudah jatuh ke titik terendah.

Mavendra sesekali mencuri pandang ke arah Aurora. Dia bisa melihat gadis itu sedang menahan tawa. Mavendra mendengus kesal, lalu tanpa banyak bicara, dia langsung menarik pergelangan tangan Aurora, membawanya ke halaman belakang sekolah yang sepi.

"Kenapa, sih?" tanya Aurora heran, mencoba melepaskan diri dari genggaman Mavendra.

"Nggak usah ketawa!" balas Mavendra dengan nada kesal.

"Siapa juga yang ketawa?" sanggah Aurora, berusaha tetap serius.

"Nggak usah ketawa, Ra. Kalau lo ketawa, gue cium!" ancam Mavendra setengah bercanda, tapi dengan wajah serius.

MAVENDRA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang