"Lo emang dari mana?" tanya Aurora.
Rama duduk di sebelah Mavendra. "Tadi ada urusan sebentar." Ia tersenyum.
Mavendra melotot ke arah Nina. "Kenapa dia ikut?" tanyanya tanpa mengeluarkan suara.
"Bukan gue yang ajak." Nina pun sama.
"Kalian ngapain?" Aurora menatap Nina dan juga Mavendra dengan bingung.
"Ah... Enggak, kok. Barusan cuma senam mulut, biar nggak munafik!" Mavendra menaikan nada saat diakhir kalimatnya.
"Berhubung kita ketemu di sini, gue punya sesuatu buat elo, Ra." Rama memberikan tote bag kepada Aurora. "Aslinya mau gue kasih besok, tapi kelamaan. Hahaha. By the way happy birthday, ya, Ra."
"Makasih, Ram." Aurora tersenyum lalu menerima tote bag pemberian Rama.
"Janji nggak barang kw!" Mavendra berucap seraya melihat kendaraan yang sedang berlalu lalang.
"Sorry, bukan level gue," celetuk Rama.
"Halah, kasih orang barang murah, sama kayak orangnya."
"Maksud lo apa?!" Rama mendorong Mavendra.
Cowok itu mengangkat kedua tangannya. "Loh, perasaan nggak ada yang ngatain lo, Ram. Kenapa lo sewot banget? Apa jangan-jangan lo ke sindir, ya?" Mavendra tersenyum tipis.
"Bacot lo!" Rama langsung memukul Mavendra dengan sangat kuat. Begitu juga dengan Mavendra, cowok itu tak terima karena muka tampannya itu terkena sentuhan yang tak seberapa dari Rama. Ia dengan cepat membalas pukulan dari Rama, hingga sang ketua OSIS tersungkur ke bawah.
"STOP!" teriak Aurora. "Lo, ikut gue!" Ia menarik Mavendra untuk menjauh dari tempat itu.
Sampai di tempat yang cukup sepi, lebih tepatnya di gang dengan lampu yang redup Aurora melepaskan tangannya dari Mavendra.
"Kenapa, sih?" Aurora sudah kehabisan kata-kata. Ia tak punya tenaga untuk marah.
Mavendra diam tak menjawab.
"Ven? Lo kenap-" Belum sempat Aurora menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba dia terkejut karena Mavendra menciumnya. Aurora hanya bisa mematung. Detak jantungnya entah kenapa berdebar dengan sangat cepat.
Beberapa detik kemudian, Mavendra menyudahi ciumannya. Ciuman itu ia ganti dengan pelukan. "Gue nggak suka lo dekat sama Rama."
"Lepas! Nanti ada yang lihat."
"Nggak mau. Gue tahu lo nyaman, apalagi gue. Biarin kayak gini dulu." Mavendra semakin mempererat pelukannya. Aurora hanya bisa pasrah.
"Gue sayang sama lo, Ra. Kapan lo terima gue? Lo tega ya, bikin gue menderita kayak gini terus?" gumam Mavendra.
"Nggak usah berharap."
Mavendra langsung melepas pelukannya. "Kok, lo ngomong kayak gitu?"
"Terus gue harus jawab apa?"
"Ya, lo bisa langsung jawab kayak gini, oh iya gue bakal terima lo secepatnya, kok. Bukan secepatnya, tapi gue maunya sekarang."
"Ibarat matahari dan bulan. Lo tahu?"
"Lo masih ingat sama kata-kata gue, ya?" Mavendra tersenyum. "Nggak, Ra. Pokoknya nggak lama lagi lo bakal jadi milik gue."
"Kalau nggak?"
"Kalau lo nggak milik gue, orang lain juga nggak boleh milikin lo, lah. Pokoknya nanti lo sampai tua bakalan sama gue. Lihat aja nanti."
"Stress!" Aurora berjalan meninggalkan Mavendra.

KAMU SEDANG MEMBACA
MAVENDRA [END]
Roman pour Adolescents#season 1 Menaklukkan cewek dingin? Tidak ada di kamus milik Mavendra. Cowok dengan kain yang selalu melingkar di kepalanya. Ini semua karena dia mendapatkan dare dari sahabatnya untuk meluluhkan seorang cewek yang berwajah datar dan irit bicara. I...