Mavendra sudah siap dengan pakaian casualnya. Memakai baju putih, celana jeans yang sedikit robek dibagian lututnya. Dan juga sepatu putih yang menyala saat malam hari atau ditempat yang gelap.
Sekarang dirinya sudah berada di depan rumah milik Aurora. Mavendra melihat gerbang terbuka, langsung masuk begitu saja. Sampai di depan pintu, Ia mengetuknya tiga kali hingga tak lama pintu itu terbuka.
"Eh... Mau ketemu Aurora, ya?" tanya Ambar seraya tersenyum.
"Iya, Tante. Auroranya ada?" tanya Mavendra balik.
"Ada, kok. Ayo masuk dulu." Ambar menyuruh Mavendra untuk masuk ke dalam rumah, cowok itu meresponnya dengan menganggukkan kepala.
"Sebentar, ya. Tante panggil Aurora, kamu duduk dulu." Ambar langsung berjalan menuju ke kamar anaknya, sebenarnya ia tidak mau melakukan ini. Tetapi, di depan semua orang dia harus menjaga image sebagai Ibu yang sayang kepada anaknya.
Tok tok tok
Ambar mengetuk pintu kamar Aurora dengan kuat. "Aurora?"
Tak lama pintu terbuka menampilkan Aurora dengan muka bantalnya. "Iya, ada apa, Mah?" tanya Aurora bingung, tumben sekali Mamahnya itu memanggil dirinya dengan lembut.
"Buruan ke bawah! Udah ditunggu sama temenmu!" Ambar berucap pelan tetapi dengan nada kesal.
"Temen? Emangnya siapa, Mah?"
"Banyak omong, udah sana lihat sendiri!" Ambar langsung menarik Aurora untuk keluar dari kamar.
"Apaan, sih, Mah!" kesal Aurora.
Ambar langsung menatap tajam anaknya. "Nggak usah keras-keras suaranya!"
"Dari dulu emang kayak gini, kan?"
"Sekarang udah berani ngelawan, ya? Mau jadi apa, lo? Keren lo begitu?" Ambar menarik rambut Aurora dengan sangat kuat.
"Sakit, Mah. Lepasin." Aurora meringis sembari memegangi rambutnya.
Ambar melepaskannya. Tangannya telunjuknya itu diarahkan tepat di depan wajah anaknya. "Awas kalau nggak turun," ucapnya.
Aurora berjalan ke lantai satu dengan perasaan dongkol. Di belakangnya itu terdapat Mamahnya.
Kedua mata Aurora melebar saat melihat cowok yang sedang duduk di sofa. "Dia mau ngapain?" tanyanya pada diri sendiri.
"Nak Maven, ini Aurora udah dateng. Tante mau ke dapur dulu, ya." Ambar tersenyum ke arah Mavendra lalu berjalan menuju ke dapur. Tetapi sebelum itu, ia membisikkan sesuatu tepat ditelinga anaknya.
"Hai, Ra?" sapa Mavendra.
Aurora menghela napas. "Ada apa?" tanyanya to the point.
"Mau ajak jalan. Hari ini malam minggu, kan?"
Aurora masih berdiri. "Nggak. Mending lo pulang aja, deh."
Dari arah dapur terdapat Ambar membawa nampan berisi minuman. Lalu wanita itu meletakkannya di meja. "Ini minumannya, Nak Maven."
Mavendra tersenyum. "Iya, terima kasih, Tan." Ia meminumnya sedikit. "Kalau begitu saya ijin pam—"
"Loh, kalian nggak jadi jalan?"
Mavendra menggeleng. "Aurora nggak mau, Tan."
"Tunggu sebentar, ya. Nak Mavendra duduk dulu." Ambar langsung menarik pergelangan tangan milik Aurora menuju ke tempat yang sedikit cukup jauh dari ruang tamu.
"Bisa nggak, sih, nggak buat malu?" tanya Ambar dengan kesal.
"Maksudnya?" Aurora bingung.
"Kenapa nggak mau diajak jalan? Pokoknya, Mamah nggak mau tau, kamu harus jalan sama dia. Kalau nggak, nggak usah berharap tidur di rumah ini lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
MAVENDRA [END]
Teen FictionMenaklukkan cewek dingin? Tidak ada di kamus milik Mavendra. Cowok dengan kain yang selalu melingkar di kepalanya. Ini semua karena dia mendapatkan dare dari sahabatnya untuk meluluhkan seorang cewek yang berwajah datar dan irit bicara. Ia kira, pe...