14.

199 21 1
                                    

Aurora membuka gerbang rumahnya. Sedikit terkejut karena melihat Mavendra sedang duduk manis di atas motor.

"Pagi." Mavendra menyapa.

"Pagi juga," jawab Aurora.

"Ayo berangkat?" Aurora mengangguk, kemudian memakai helm yang diberikan oleh Mavendra.

Mereka berdua langsung melaju meninggalkan rumah. Di perjalanan hanya ada keheningan yang terjadi.

Mavendra menatap wajah cewek yang berada di belakangnya dari spion motor. "Ra?" panggilnya.

"Hah?"

"Udah sarapan apa belum?" tanya Mavendra.

"Belum."

Mavendra mengangguk, lalu menepikan motornya menuju ke arah penjual bubur keliling yang berada di depan sana.

"Turun, Ra."

Aurora turun dari motor. "Mau ngapain?"

"Sarapan dulu, nanti maag lo kambuh."

Aurora mengerutkan dahinya, kenapa cowok itu mengetahui jika dirinya mempunyai penyakit maag?

Seketika lamunannya membuyar saat pergelangan tangannya tiba-tiba ditarik menuju ke arah penjual bubur itu.

"Mang, bubur dua sama teh anget." Mavendra berucap kepada penjual tersebut, lalu duduk di kursi yang sudah disediakan.

"Siap, den!"

Mavendra menatap ke arah Aurora yang masih berdiri tegap di sampingnya. "Kenapa nggak duduk?"

Aurora diam, kemudian duduk di samping Mavendra. Tak lama setelah itu, bubur telah di sajikan di meja. Mereka berdua memakannya dengan keheningan hingga bubur itu habis tak tersisa.

"Mang, duitnya di bawah mangkok, ya?" ucap Mavendra yang diangguki oleh Mamang penjual bubuk tersebut.

"Buruan, nanti telat!" ucap Aurora dengan sedikit kesal.

"Nggak pa-pa, toh kalau telat mending kita main aja."

Aurora mendengkus, berjalan mendahului Mavendra yang sedang terkekeh karena sifat yang dimiliki oleh cewek itu.

Setelah semua siap berada di atas motor, Mavendra langsung melajukannya dengan kecepatan di atas rata-rata. Membuat Aurora mau tak mau harus memeluk Mavendra.

Sampai di depan sekolah, ternyata gerbang sudah di tutup. Mavendra bisa mendengar decakan yang keluar dari mulut Aurora.

"Udah, tenang aja." Mavendra langsung menjalankan motornya menuju ke belakang sekolah.

"Turun, Ra," ucap Mavendra saat sudah sampai di depan warjok (Warung Pojok).

Aurora turun dari motor, melepaskan helm yang ia kenakan. Menatap tajam ke arah cowok yang berada di depannya. "Gara-gara lo, gue jadi telat!" kesalnya.

"Udah, ngocehnya nanti aja. Lo mau masuk ke sekolah apa nggak, hm?"

"Gimana?"

Mavendra menunjuk ke arah tembok yang berada di depan sana.

"Manjat?" tanya Aurora.

Mavendra mengangguk. "Iya, manjat. Itu sih, kalau lo mau. Kalau nggak ya udah, mending kita bolos di sini aja."

Aurora melebarkan kedua bola matanya. Enteng sekali cowok itu kalau bicara. Aurora hanya bisa menghela napas, kemudian mengangguk. Toh tidak ada cara lain lagi kalau bukan memanjat tembok. "Ayo manjat."

Mavendra tersenyum. Sebelum berjalan ke arah tembok, kepalanya menoleh ke belakang. "Mbak Rista! Kayak biasa, ya?" teriaknya.

"Siap!" teriaknya balik.

MAVENDRA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang