Ale - 2023

505 64 0
                                    

"Thankyou banget udah ngizinin gue nginep di sini, Dir," kata gue yang masih nangis. Malu banget gue dateng ke rumah Dira pake acara nangis sebenernya, tapi gue nggak tau harus kemana lagi. Kalo ke rumah Quinza atau Kayla, pasti bokap nyokapnya bakalan bilang ke Mami. Dira masih ngusap-usap kepala gue.

"Diminum dulu, Le," ujar Dira menawarkan segelas air putih. Gue pun meneguknya biar sedikit tenang. Malu juga muka kusut begini di depan Dira. Tapi anjir lah, selama 17 tahun gue dibohongin sama nyokap dan tante-tante gue sendiri, gimana rasanya sih.

"Daddy gue khawatir. Yakin doi nggak perlu hubungin nyokap lo?," tanya Dira.

"No, please," ucap gue memelas kepada Dira.

"Oke, oke. Gue bilang bokap gue biar lo tenangin diri dulu," kata Dira yang langsung keluar kamar sebentar buat ngomong sama bokap nyokapnya. Nggak lama, doi masuk lagi ke kamar.

"Gue ambilin baju ganti dulu sebentar," kata Dira yang langsung mengambil kaos dan celana ganti buat gue. "Lo ganti dulu aja, Le," tambah Dira. Gue pun mengangguk dan ke toilet buat ganti baju.

"Makasih ya, Dir. Gue bener-bener ngrepotin lo malam ini," kata gue yang abis itu duduk di sebelah Dira.

"Jadi, ada apa sebenernya Le? Apa lo berantem sama Bu Leonor?," tanya Dira.

"Panjang ceritanya. Gue boleh tiduran kan Dir? Kepala gue berat banget," jawab gue.

"Sure, Le. Lo butuh obat?," tanya Dira lagi. Gue hanya menggelengkan kepala dan langsung rebahan di kasur Dira.

"Selama 17 tahun gue dibohongin sama nyokap gue sendiri, Dir. Dari kecil, Mami, Nenek, dan Tante-Tante gue bilang kalo Papi gue udah meninggal. Tapi tiba-tiba tadi di sekolah, ada seseorang datang ngaku jadi Papi gue dan minta maaf," kata gue menceritakan kronologi kejadian gempar tadi siang dengan nafas yang tersenggal-senggal.

"Le," kata Dira dengan mata yang berkaca-kaca dan langsung menggenggam tangan gue.

"Intuisi gue bilang kalo emang bener dia bokap kandung gue dan suasana tadi cukup kacau. Apalagi Tita Luisa, kakaknya Mami, bener-bener menyimpan dendam kesumat sama laki-laki itu. Seumur hidup, belum pernah gue liat Tita Luisa sebenci dan semarah itu sama orang," sambung gue.

"Habis itu, laki-laki itu ngapain Le?," tanya Dira.

"Nggak ngapa-ngapain. Dia bilang cuma pengin mengenal gue dan minta maaf," jawab gue.

"Berat sih Le, pasti. Tiba-tiba ada stranger yang ngaku jadi bokap lo dan minta maaf setelah yang selama ini lo cuma tahu kalo dia udah meninggal," balas Dira yang masih menggenggam tangan gue. Gue sedikit tenang karena Dira masih mau gue tumpangin. Mau dengerin cerita dan megang tangan gue lagi. 

"Yang bikin gue kecewa mampus adalah kenapa selama ini orang-orang terdekat gue bohongin gue. Gue sih nggak peduli bapak gue mau mati kek, hidup kek, hilang ditelan bumi kek," kata gue dengan keras.

"Ssst, jangan ngomong gitu Alejandra. Mungkin ada banyak pertimbangan di masa lalu dan semua itu pasti demi kebaikan lo. Seorang ibu pasti mengusahakan yang terbaik buat anaknya," kata Dira.

"Nggak taulah, Dir, sekarang gue harus percaya sama siapa lagi. Capek dan pusing banget," kata gue sambil sedikit merem karena takut air mata gue tumpah lagi. Malu masa depan Dira nangis mulu hadeh. 

"You still have me, Alejandra," kata Dira yang jujur bikin gue kaget. Gue langsung membuka mata dan balik duduk.

"Dir, maafin gue ya. Lupain aja apa yang pernah gue bilang ke lo. Tapi please, jangan menjauh dari gue," kata gue. Tiba-tiba, tanpa aba-aba, Dira mengecup bibir gue. Gue yang kaget setengah mampus, diem tak berkutik nggak tau mesti ngapain. Ini gue nggak lagi halu kan gara-gara pusing tadi? Tapi tiba-tiba entah darimana keberanian dan kenekatan itu dateng, gue menarik leher Dira dan kembali nyium bibirnya dengan lebih lama dan dalam, melepaskan segala beban yang ada di pundak gue saat ini.

Dua GenerasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang