Dira - Dinner

370 43 0
                                    

Aku iri dengan keluarga Ale yang sangat mendukung Ale bagaimanapun kondisinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku iri dengan keluarga Ale yang sangat mendukung Ale bagaimanapun kondisinya. Makanya, aku seneng banget berada di tengah-tengah mereka. Tapi ya, kita gak bisa milih dilahirkan di mana kan? Meskipun aku ber-priviledge di beberapa hal, tapi Daddy masih berpatokan pada agama dan strict dalam hubungan percintaan.  Maklum, ciri khas pendeta atau preacher. Mau bule, mau lokal, kalo fanatik ya tetep sama aja. Iya, Daddy cukup baik dan mau mendengarkan, tapi jika itu udah berurusan dengan agama dan dosa, jangan harap ada toleransi. 

Empat tahun aku bekerja keras hingga memiliki karier yang bagus karena aku ingin membuktikan kepada Daddy bahwa aku bisa mandiri. Bahkan, akhirnya aku pun menyewa apartemen sendiri untuk menghindari  pertanyaan-pertanyaan Daddy tentang pacar. Entah sudah berapa kali Daddy mengenalkan aku ke anak-anak kolega, sahabat, atau para jemaat di gereja. Tentu saja, aku gak pernah cerita ini sama Ale di setiap aku nyamperin Ale ke Jepang atau setiap kali kita sleep call.  Jika aku pergi ke Jepang, aku selalu mencari seribu alasan agar Daddy tidak terlalu curiga. Tapi untung saja Ale adalah anak yang baik dan sopan, jadi Daddy tidak pernah melarangku untuk bertemu Ale, meskipun yang ia tahu kami hanya bersahabat dekat.

"Baby, hei, udah sampe jangan ngelamun terus," ucap Ale membuyarkan lamunanku. Aku gak sadar kalau kami sudah sampai di restoran makanan Mandarin favorit Daddy. Tadi habis Ale jemput aku, kami pulang ke apartemenku terlebih dulu dan baru ketemuan dengan Daddy dan Mama di sini. 

"Oh iya," balasku sambil melirik ke arah papan nama restoran. "Babe, nanti kalo Daddy ada tanya-tanya tentang cowok atau apapun itu, tolong jangan pernah kamu masukin hati ya," kataku seraya membelai rambut Ale. 

"Iya, sayang. Sun dulu boleh sebelum turun?" tanyanya dengan nada dibuat-buat seperti anak kecil. Aku langsung mencubit pipinya.

"Nanti aja ya sayang kalo udah sampe di apartemen. Takut banyak mata-mata Daddy dan Mama," jawabku. 

"Tapi nanti kasih sun yang banyak karena masih kangen," ujar Ale yang masih menatapku pake puppy eyes-nya. Ini anak ya ampun, selalu menggemaskan. 

"Iya iya. Udah ayo turun. Semakin lama turun, semakin malem, semakin Daddy sama Mama nyuruh kita nginep di rumah," ucapku yang langsung membuka sabuk pengaman. Dengan secepat kilat, Ale turun dan membukakan pintuku. Kami pun berjalan berdampingan menuju meja yang sudah dipesan oleh Daddy dan Mama. 

"Sweetie, we've already missed you so much," ujar Daddy sedikit lebay sembari memelukku padahal setiap weekend juga aku pulang ke rumah. Aku lalu bergantian mencium dan memeluk Mama. 

"Alejandra, you've already grown up into a woman. Congratulations, sweetheart," kata Daddy yang langsung merengkuh Ale ke dalam pelukannya. Andai Daddy tahu hubungan kami yang sesungguhnya, aku jamin dia sudah memaki-maki Ale saat ini. 

"Selamat, sayang. Ini ada sedikit hadiah dari kami," kata Mama bergantian memeluk Ale dan setelahnya memberikan hadiah yang udah disiapkan. 

"Thankyou Uncle and Tante. Jadi ngerepotin," balas Ale dengan sopan. 

Dua GenerasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang