Leonor - Kepulangan Alejandra

379 53 2
                                    

Aku masih tidak ingin berbicara dengan Gita sampai detik ini. Entah, sejak dua bulan yang lalu, ia tak henti-hentinya selalu membahas topik pernikahan. Bukan, bukannya aku tidak ingin menikah dengan Gita. Tapi di usia kami yang sudah lebih dari empat puluh tahun, aku ingin semuanya direncanakan secara matang. Apalagi tempat yang kami pilih untuk menikah dan tinggal nantinya benar-benar negara asing. Selain itu, aku juga tidak tahu apakah aku bisa jika harus tinggal jauh dari putri semata wayangku dan kedua kakak perempuanku.

"Tante," sapa Dira yang baru saja sampai seraya membawa satu buket bunga lili berwarna putih yang tampak segar.

"Hai sayang," balasku yang langsung memeluk dan mengecup kedua pipinya bergantian dengan Gita. Aku sangat bersyukur Alejandra dan Dira berpacaran. Sebab tanpa Dira, mungkin hidupku akan sepi sekali. Jika sedang tidak sama-sama sibuk, aku sering mengajak Dira keluar untuk makan, belanja, pijat, atau ke salon bersama. Ia juga sering aku ajak menginap di rumah dan kusuruh ia tidur di kamar Alejandra dengan alasan supaya kamar Ale ada yang menempati.

"Hola mi guapa," sapa Letty yang lalu memeluknya bergantian dengan Luisa. Bahkan, Letty dan Luisa juga sudah menganggap Dira seperti keponakan mereka sendiri.

"Halo Tita Letty dan Tita Luisa," balas Dira. 

"Halo Oma sayang," sapa Dira kepada ibu Gita dengan senyuman lebar.

"Halo cucu Oma. Tambah cantik aja kamu, nak," balas ibu Gita.

"Makasih. Oma juga makin cantik," kata Dira seraya mengusap-usap lengan tangan ibu Gita. Terkadang, Dira juga menghabiskan waktu berkebun bersama ibu Gita di rumah. Anak ini benar-benar sangat manis dan mudah dicintai oleh semua orang. Pantas saja Ale cinta setengah mati kepadanya. Aku kira, hubungan mereka tidak akan bertahan lama selain karena gap usia yang cukup jauh dan Ale juga anaknya gampang bosan. Ternyata, ia berhasil tidak tergoda oleh gadis-gadis atau para laki-laki Jepang. 

Suasana di bandara pagi ini tidak terlalu ramai. Mungkin karena ini masih di hari dan jam kerja. Tak lama kemudian, dalam pengeras suara diinfokan bahwa pesawat yang membawa Alejandra sudah landing. Para penumpangnya pun sudah mulai cek kartu indentitas di pintu imigrasi seraya mengambil barang-barang mereka dari bagasi pesawat. Untung saja Alejandra sudah mengirim beberapa barangnya, sehingga barang bawaannya kali ini tidak terlalu banyak dan tidak perlu masuk ke bagasi.

Seorang remaja beranjak dewasa jalan seraya menarik koper berukuran selutut. Ia memakai jaket kulit, sepatu Doc Marten berwarna hitam, dan kacamata berwarna silver. Rambutnya sebahu dengan potongan sedikit bergaya harajuku. Aku tak menyangka jika aku sudah menjadi ibu bagi seorang remaja yang beranjak dewasa bernama Alejandra Rosa Martinez. 

"Mi amor," sapaku sedikit dramatis sembari berlari memeluk Alejandra ketika ia sudah semakin mendekat. 

"Mi, apaan sih, kan wisuda kemarin juga udah ketemu," balasnya yang masih saja jutek. Dua bulan yang lalu memang Ale sudah diwisuda. Namun karena ia terikat kontrak kerja part-time dengan salah satu penerbit manga di Jepang, ia masih harus tinggal di Jepang sampai tahun ini habis.

"Nggak berubah ya kalo sama maminya sendiri jutek terus," kataku yang hanya dibalas Alejandra dengan meringis menampilkan giginya. 

"Selamat datang kembali sayang," ucap Gita seraya memeluk Ale. Aku tahu jika aku sedang marah kepada Gita, tapi aku tidak bisa tutup mata dengan bonding yang tercipta antara Gita dan Ale. Bahkan Gita juga ikut denganku untuk menghadiri wisuda Alejandra. Gita sudah benar-benar menjadi ibu kedua bagi Ale. Bahkan, ia lebih nyaman curhat dengan Gita daripada dengan ibunya sendiri.

"Makasih Tante," balas Alejandra.

"Cucu kesayangan Oma. Astaga Oma rindu sekali, nak," kata ibu Gita yang sudah menitihkan air mata. Hanya total sekitar dua kali ibu Gita ikut kami mengunjungi Ale di Jepang. Beberapa tahun terakhir, kondisi kesehatannya memang sedang menurun yang menyebabkan beliau tak bisa berpergian terlalu jauh atau sering.

"Ale juga rindu sekali sama Oma. Ale rindu disuapin Oma," balas Ale yang memeluk ibu Gita dengan sangat erat. Momen ini membuatku jadi rindu mama, seandainya beliau juga masih ada, pasti akan sangat bangga melihat Alejandra.

"Mi princesa, mi vida, te echo muchisimo de menos. No puedo aguantar mas," ucap Letty yang mengatakan bahwa ia sangat merindukan Alejandra dan sudah sangat ingin memeluknya. Letty dan Luisa juga beberapa kali mengunjungi Ale di Jepang. Tampaknya dua Titanya ini juga tidak bisa lama-lama jauh dari Ale.

"Mi reina, bienvenida. Para ti," kata Luisa mengucapkan selamat datang seraya menyerahkan hadiah kepada Ale, sebuah jam tangan seharga mobil. Tiga bulan yang lalu, Luisa menikah dengan pemegang license beberapa merek jam terkenal, James, seorang pria berkebangsaan Inggris yang juga sudah sangat lama melajang seperti Luisa. Aku kira Luisa tidak akan pernah menikah. Tapi, siapa sangka sang jodoh datang di waktu-waktu yang tak terduga tanpa harus mencari. Pernikahan mereka pun digelar secara sederhana dan privat di sebuah hotel yang hanya dihadiri keluarga inti saja. Sayang, Alejandra tidak bisa hadir karena harus mempersiapkan wisuda dan administrasi pasca sidang.

"Gracias Tita y felicidades por tu boda," balas Ale mengucapkan terima kasih kepada Luisa sekaligus mengucapkan selamat untuk pernikahannya seraya memeluk Luisa dengan sangat erat.

Kini, hanya tersisa satu orang yang belum menyapa Ale tapi sudah menebar senyuman lebar sedari tadi. Mata kami pun tertuju kepada dua sejoli yang sudah terpisah cukup lama. Meskipun Dira juga beberapa kali berlibur ke Jepang untuk mengunjungi Ale, tapi setengah tahun belakangan Dira cukup sibuk dengan posisi barunya sebagai supervisor di kantor. 

"Mau cium apa peluk dulu nih?" Goda Ale sehingga membuat pipi Dira merah. Dira pun hanya memukul dada Ale.

"Ale, ini tempat umum!" ucapku guna mencegah Ale bertindak nekat karena bagaimanapun di Indonesia hubungan sesama jenis masih sangat tabu. 

"Congratulations, baby," ucap Dira seraya memberikan buket bunganya kepada Ale. Tanpa memberi aba-aba, Ale langsung menarik Dira ke dalam pelukannya.

"I miss you so bad, honey," kata Ale. 

"We did it baby," ucap Dira dengan mata berkaca-kaca, menandakan bahwa mereka berhasil mempertahankan hubungan mereka meskipun harus LDR empat tahun lamanya.

"Absolutely. We did it!" balas Ale yang kemudian mengecup kening Dira dengan sangat erat. Terakhir kali Dira mengunjungi Ale adalah awal tahun ini. Ketika Ale diwisuda, mendadak Dira harus dinas keluar kota sehingga tidak bisa menemaniku dan Gita untuk menghadiri wisuda Ale. Pantas jika saat ini mereka saling merindukan satu sama lain. Aku bangga pada Alejandra dan Dira karena berhasil melewati masa LDR empat tahun meskipun hal tersebut tidak mudah. Apalagi mereka juga masih backstreet dari ayahnya Dira. Semoga Dira mau memperjuangkan kebahagaiaannya kalau memang Ale adalah salah satu sumber kebahagiannya. 

"Ale pengin makan dimana sayang?" tanya Gita kemudian.

"Langsung pulang aja deh, Tante. Badan Ale sakit semua karena nggak bisa tidur di pesawat. Tante Gita aja yang masakin buat kita semua," jawab Ale yang masih merangkul Dira. 

"Ay ay sir," balas Gita sambil memberikan tanda hormat sebagai tanda persetujuan. 

Aku pun membantu membawakan koper Ale karena aku lihat dia tidak bisa melepaskan tangannya dari Dira. Tapi tiba-tiba Gita mengambil alih untuk membawakannya.

"Aku aja yang bawa, sayang," ucapnya. Aku hanya mengangguk dengan sedikit tersenyum. "Kita perlu bicara lagi sepertinya," kata Gita dengan lirih karena takut orang lain tahu bahwa kita sedang tidak baik-baik saja. Untung kami berjalan di belakang sendiri.

"Untuk apa?" tanyaku.

"I am deeply sorry, sayang," ucapnya tiba-tiba. "We still can fix it," imbuhnya. 

"Iya, tapi beri aku waktu untuk berpikir, Git," kataku. Sudah beberapa hari ini aku tidak memanggilnya "amor" atau "sayang" dan aku tahu Gita benci sekali dengan hal itu.

"I hate it when you call my name," kata Gita yang sekarang berubah menjadi dingin.

"Please, kita bukan anak remaja lagi," balasku. 

Selama perjalanan pulang, aku dan Gita lebih memilih untuk saling diam. Ale lebih memilih untuk naik mobil Dira demi menemani sang pacar yang menyetir. Sementara Luisa, Letty, dan ibu Gita pergi ke supermarket terlebih dahulu untuk berbelanja keperluan membuat makan malam kami. 

Dua GenerasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang