Leonor - 2023

685 75 4
                                    

Sebelum masuk  ke dalam mobil untuk membawa Alejandra pulang, Leticia mengajakku berbicara empat mata. Hanya sesaat, tapi cukup membuatku terkejut. Aku tidak menyangka jika Alejandra mulai menanyakan siapa sebenarnya Gita. 

"Mungkin mulai sekarang, kamu harus mengurangi intensitas pertemuanmu dengan Gita, Leonor. Atau mungkin kamu harus jujur kepada anakmu sendiri tentang dirimu," ungkap Leticia dengan nada tinggi. 

"Akan aku pikirkan nanti, Letty," jawabku padanya.

"Leonor, Ale bukan anak kecil lagi. Dia sudah remaja dan dia berhak tahu semuanya, termasuk soal ayah kandungnya," kata Leticia. 

"Terima kasih kamu sudah menyayangi Ale seperti anak kandungmu sendiri, Letty. Tapi aku tahu cara menghadapi putriku," balasku seraya mengusap lengan tangan Leticia. Aku pun segera masuk ke dalam mobil dan membawa Alejandra pulang. 

"Ale, besok pagi-pagi subuh, mami harus pergi ke Bandung naik kereta. Besok Ale minta tolong sama Tita Letty atau Tita Luisa ya buat anterin ke acara sweet seventeen Hanny? Atau mau minta tolong Tante Gita juga boleh. Takutnya mami sampai Jakarta kemaleman, mi amor," kataku kepada Alejandra begitu sampai di rumah.

"Ok," jawabnya singkat seraya tak mempedulikanku dan langsung berjalan menuju kamarnya. 

"Ale, kalo mami lagi ngomong dengerin kenapa sih," protesku yang lalu menahannya. 

"Mi, Ale ngantuk," jawab Alejandra yang sudah mulai terlihat sebal dan merajuk. 

"Oke, oke. Tapi janji besok minta dianterin Tita Letty atau Tita Luisa atau Tante Gita ya?," kataku kepadanya. Alejandra hanya mengangguk sambil mengkucek-kucek matanya. Gemas sekali dia kalau sedang mengantuk, seperti bayi. "Nanoches, mi amor," kataku mengucapkan selamat malam kepada Alejandra dan tak lupa mengecup kepalanya. Ah, aku tak menyangka bahwa aku sudah menjadi seorang ibu dari anak perempuan yang beranjak remaja. 

"Nanoches," balasnya dan lalu naik ke kamarnya. Aku memperhatikan Alejandra sampai benar-benar mendengar pintu kamarnya ditutup. Oleh karena belum mengantuk dan masih terngiang-ngiang dengan perkataan Leticia, aku pun akhirnya menuju dapur untuk menuangkan segelas penuh wine. Apa memang sudah seharusnya aku memberitahu Alejandra tentang hubunganku dan Gita?

Tiga bulan yang lalu, aku kembali bertemu dengan Gita. Aku tidak menyangka bahwa ia akan kembali lagi ke Indonesia setelah 18 tahun lamanya berada di negeri Paman Sam. Aku juga tidak menyangka bahwa selama 18 tahun kami terpisah, ia tahu segalanya tentang kehidupanku. Terakhir kali Gita berusaha berkomunikasi denganku adalah sewaktu ia mengirimkan buket bunga pada saat kelahiran Alejandra dan sejak saat itu, ia tidak berusaha menghubungiku lagi.

Siang itu, sekretarisku memberitahuku bahwa ada seorang perempuan yang berusia sekitar 35 tahun, yang mengaku sebagai teman lamaku, datang ke kantor untuk mencariku. Aku pun bingung karena memang aku tidak banyak memiliki teman lama yang masih rutin berkomunikasi atau saling bertemu. Didorong oleh rasa penasaran, aku pun menemui orang yang dimaksud di ruang tamu. Tidak ada yang spesial dengan pertemuan pertama kami setelah 18 tahun lamanya, namun aku sangat terkejut melihat Gita benar-benar tidak berubah. Hal yang membedakan hanyalah rambutnya yang sedikit ubanan dan merek-merek pakaian yang ia pakai. 

"Leonor," ucapnya begitu melihatku.

"Gita," balasku yang tampak tak percaya dengan kehadirannya. 

Hanya kata-kata itulah yang keluar dari mulut kami. Aku lalu mengajak Gita ke gerai kopi yang berada di lantai dasar kantorku. Gita memesan espresso double shot dan aku memesan segelas cappuccino ice. 

"Kamu kapan balik ke Indonesia, Git?," tanyaku yang masih canggung berhadapan dengan Gita. Gesture dan sikapnya masih sama, hanya saja ia sudah berubah menjadi sosok wanita dewasa. 

Dua GenerasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang