Aku berjalan gontai dari stasiun MRT menuju kantor. Mungkin karena hari ini adalah hari Senin dan kemarin aku hanya menghabiskan waktu seharian di kamar dengan nonton series. Mulai dari drama Korea hingga nonton web series rekomendasi teman kantorku, Kak Kai. Judul seriesnya adalah GAP The Series dan bisa diakses gratis di Youtube. Kata Kak Kai sih yang main jadi Mon mirip aku. Setelah kemarin aku tonton seriesnya sampai selesai, oh iya mirip juga ternyata. Mana sukanya pakai baju warna pink-pink pula. Cuma bedanya, dia aktris dan aku cuma pegawai kantoran biasa. Di cerita dia jadi selingkuhan bosnya dan aku punya cowok. Lagian bosku juga udah punya anak remaja. Dia mungkin biseksual dan aku straight. Setidaknya di hal itu-hal itu, kami berbeda. Meskipun sepertinya postur tubuh, tinggi badan, bentuk wajah, warna kulit, sama warna rambutnya memang mirip.
"Neng Mon KW Super kok lesu amat datang ke kantor pagi ini?," tanya Kak Kai yang mendekatiku begitu aku duduk di kursi kerja.
"Karena belum ngopi sepertinya, Kak," jawabku seadanya sambil membuka laptop.
"Abang Kai beliin kopi mau? Kebetulan nih ada promo," ujarnya berbasa-basi. Kak Kai ini cewek, tapi tomboi banget. Waktu pertama kali kenalan, aku kira dia cowok. Tapi setelah dengar suaranya dan dadanya sedikit menonjol meskipun ia menggunakan semacam korset untuk menutupinya, aku baru bisa percaya bahwa dia ternyata cewek.
"Heh butchi, jangan godain Dira mulu lo!," ucap Kak Dinda yang juga mendekati mejaku. Kak Dinda ini adalah teman pertamaku di kantor dan super baik. Dia selalu membantu dan membimbingku sebagai anak baru di kantor. Kak Kai juga baik sih, tapi kadang ya dia kaya tadi, ngabers.
"Kenapa sih, Din. Kan namanya orang usaha," jawab Kak Kai seraya garuk-garuk kepala.
"Coba dong ngaca, Kai. Udah rambut bondol dicat pirang separo kaya warna anak ayam, perut buncit, kulit hitam legam karena sok-sokan naik motor nggak pernah mau pakai jaket, baju item-item mulu kaya lagi layat, pede banget lo mau deketin Dira. Lagian, Dira kan udah punya cowok. Lo sebagai makhluk butchi gue saranin mundur aja deh," ledek Kak Dinda. Aku pun hanya bisa tertawa dan geleng-geleng kepala mendengar ledekannya ke Kak Kai. Makhluk butchi, selalu bisa saja Kak Dinda membuat istilah.
"Eh, butchi-butchi gini banyak yang antri ya Anda jangan salah! Ya siapa tau juga Dira mau berbelok hatinya ke gue," ujar Kak Kai menimpali. Lucu banget memang kalau melihat mereka berdua berdebat. Tapi sebenarnya itu semua hanya bercanda, karena tetep aja mereka berdua akan makan siang bareng atau pergi hangout di Jumat sore selepas pulang kerja, tentu saja aku selalu diajak oleh mereka dan akan ikut jika sedang tidak ada janji dengan pacarku.
"Elus-elus perut deh, Dir. Amit-amit jabang bayi gitu," kata Kak Dinda seraya berlalu kembali ke mejanya.
"Kurang ajar lo, Din!," gerutu Kak Kai menimpali. Aku hanya bisa tertawa sambil mulai membuat to do list. Kondisi menjadi hening setelah Bu Leonor datang dan lewat di depan kubikel kami. Mukanya selalu serius dan jarang tersenyum. Tapi sedari kecil, aku tidak pernah melewatkan siaran berita yang dibawakannya setiap malam. Pasti sepuluh menit sebelum program Jakarta News Petang dimulai, aku sudah bersiap-siap duduk di depan layar televisi untuk menonton beliau. Bu Leonor jugalah yang mendorongku untuk mengambil kuliah jurusan jurnalisme dan media. Ya, cita-cita masa kecilku adalah menjadi penyiar berita. Akan tetapi karena terlalu pemalu dan pendiam, aku lebih suka berada di balik layar dan menulis naskah.
Aku baru tiga bulan bekerja sebagai Social Media Specialist di Jakarta News dan baru saja lulus dari salah satu universitas swasta di Jakarta. Aku sangat senang dan beruntung bisa bekerja di perusahaan yang sama dengan idolaku semasa kecil, bahkan berada di divisi yang cukup penting. Kalau kata Kak Dinda, aku harus membuktikan ide-ideku dilirik oleh Bu Leonor karena katanya beliau cukup perfeksionis dan tidak menerima ide-ide yang biasa saja. Oke baiklah, mari kita melakukan yang terbaik.
Waktu berjalan cukup cepat di hari Senin ini. Tau-tau sudah jam makan siang aja. Seperti biasa, aku diajak makan siang oleh Kak Dinda dan Kak Kai di kantin. Terkadang kami hanya makan bertiga, tapi terkadang juga bergabung bersama teman-teman divisi yang lain. Seperti siang ini, kami satu meja dengan Kak Renata dari divisi HRD.
"Mau tau gosip terbaru nggak?," celetuk Kak Renata tiba-tiba sewaktu makanan kami satu-persatu datang.
"Ada ape nih?," tanya Kak Kai yang memang juga suka bergosip.
"Anaknya Bu Leonor mau magang di sini per hari ini," ujar Kak Renata.
"Si troublemaker yang kadang dibawa ke kantor itu?," tanya Kak Dinda memastikan.
"Iyalah, yang mana lagi. Kan anaknya cuma satu," jawab Kak Renata.
"Oh, yang tempo hari lewat kubikel kita pakai seragam sekolah? Roman-romannya doi butchi juga deh, cuma rambutnya aja nggak bondol sih," kata Kak Kai sesumbar.
"Apaan sih lo, Kai! Nggak usah sok-sokan punya butchdar deh," protes Kak Dinda yang langsung menarik rambut Kak Kai.
"Emang nih. Anak bos lho doi," tambah Kak Renata.
"Tapi kenapa doi bisa magang di sini, Ren? Kan doi juga sekolah," tanya Kak Dinda.
"Emaknya langsung ke gue. Katanya dia udah bingung mau hukum anaknya pakai cara apalagi. Katanya biar aja dia magang di sini tiap hari habis pulang sekolah tanpa dibayar tiga bulan. Biar bisa diawasi juga," jawab Kak Renata.
"Kasian banget kerja nggak dibayar. Apalagi masih sekolah. Bu Leonor cukup tegas juga sama anaknya," ujarku ikut dalam perbincangan.
"Paling anaknya jadi bandel gitu juga gara-gara nggak keurus sama emaknya yang sibuk kerja, kerja, dan kerja," kata Kak Kai.
"Heh butchi, jangan nge-judge orang sembarangan! Emang lu pikir gampang apa jadi single parent,"kata Kak Dinda yang langsung menoyor kepala Kak Kai.
"Kalo susah, kenapa doi nggak nikah lagi aja? Umur segitu masih cantik banget, gue juga mau kali sama ibu-ibu bentuk begitu," kata Kak Kai menimpali lagi.
"Auk ah, Kai! Kalo ngomong dipikir dikit," ucap Kak Dinda yang mulai bete sama Kak Kai. Aku dan Kak Renata hanya tertawa dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan love-hate relationship Kak Dinda dan Kak Kai.
Begitu serunya kami mengobrol sampai nggak kerasa jam istirahat udah habis. Kami pun kembali lagi ke meja kerja masing-masing. Hingga tepat pukul 14.00, Bu Leonor keluar ruangan dan kembali lagi bersama anaknya yang akan magang di kantor ini. Mata kami kembali bertemu, persis seperti tempo hari. Entah kenapa, dia menatapku dengan berbeda. Warna bola matanya persis seperti milik Bu Leonor. Kalau dia sedikit berdandan dan bergaya feminin, pasti cantik dan elegan banget, Bu Leonor mini-me. Masih remaja begini saja, aura ketegasannya udah keliatan.
"Teman-teman, minta waktunya sebentar ya," ucap Bu Leonor di depan kubikel kami dengan anaknya yang berdiri di sampingnya. Kami pun berdiri mengikuti instruksi beliau. "Mulai hari ini hingga tiga bulan ke depan, Alejandra akan magang di sini sehabis pulang sekolah. Jadi, teman-teman jangan sungkan untuk meminta bantuan apapun kepadanya. Silakan Alejandra perkenalkan diri kamu," kata Bu Leonor.
"Bukannya barusan dikenalin ya?," ucap Alejandra yang spontan membuat kami tertawa karena terdengar lucu.
"Alejandra!," kata Bu Leonor dengan geram.
"Oh oke, sorry sorry bos," ujar Alejandra. "Halo, semuanya. Perkenalkan namaku Alejandra Rosa Martinez atau biasa dipanggil Ale. Mohon bantuannya kakak-kakak sekalian biar aku bisa melewati hukuman magang ini dengan baik," tambahnya yang membuat semua orang tertawa. Mungkin first impression orang-orang sama sepertiku ketika pertama melihat Ale tanpa senyuman, mirip Bu Leonor. Tapi ketika dia sudah melemparkan candaan seperti ini, ternyata dia lebih cair dan lucu. Apa mungkin Bu Leonor di luar kantor juga seperti Ale?
"Ya sudah, nanti kamu duduk di pinggir sana ya, Alejandra. Di dekat mesin fotokopi," kata Bu Leonor menunjuk meja kecil yang ada di samping mesin fotokopi.
"Hadeh, nggak bisa duduk di kubikel situ aja apa bos?," protes Ale menunjuk ke arah kubikel kami.
"Alejandra!," kata Bu Leonor yang geram lagi.
"Baik, bos. Baik," balas Ale yang langsung duduk di meja dekat mesin fotokopi.
"Terima kasih atas waktunya teman-teman. Selamat bekerja kembali," kata Bu Leonor membubarkan kami dan kembali masuk ke ruangannya.
Ale mulai mengeluarkan laptopnya. Entah apa yang akan dia lakukan. Tapi, aku rasa kami bisa menjadi teman yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Generasi
RomanceSelama 17 tahun, Eleonora menjadi orang tua tunggal bagi putrinya, Alejandra yang saat ini sudah beranjak remaja. Tidak mudah memang menjadi wanita karier dan menjadi seorang ibu. Apalagi sang putri susah diatur dan cenderung memberontak. Namun, di...