Gue memandangi muka Dira yang tertidur di samping gue, dengan tubuh naked yang tertutup selimut hehe. Udah tau lah ya kita berdua abis ngapain. Pokoknya tadi abis makan malem sekeluarga, gue gas langsung. Bilangnya sih mau tidur karena masih jetlag, tapi gue berbohong hehe. Namanya juga kangen banget sama pacar. Baru nggak ketemu tujuh bulan aja kaya udah nggak ketemu tujuh abad. Mana Dira tambah cakep banget banget banget lagi sama model rambut barunya yang ber-layer dan warnanya yang jadi brunette. Kalo gini mah, auto seminggu gak keluar kamar hehehe. Tapi jangan, kasian ntar doi kena omel bosnya alias calon mertuanya sendiri.
"Kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Dira yang tiba-tiba melek tapi mukanya masih ngantuk-ngantuk. Aduh, gemesin banget pacar gue, pengen gue telen jadinya.
"Cantikkk bangeeet pacarnya Ale," jawab gue sambil masang muka sok unyu sambil gigit bibir bawah. Dira ketawa ngakak sambil nyubit pipi gue. "Mau lagi apa udah?" tanya gue sambil pasang puppy eyes dengan maksud dan tujuan menggoda Dira lagi. Tapi malah ujung-ujungnya dipukul pake bantal. "Malah dipukul weh," ujar gue.
"Istirahat dulu ya, sayang. Pinggangku pegel banget ini," kata doi yang lalu ngecek jam di handphonenya. Jam 01.00 tengah malem. Lumayan juga kita berolahraga malam ini hehe.
"Perasaan dari tadi aku yang di atas deh, aku juga yang baru naik pesawat berjam-jam, kenapa pinggang kamu yang pegel coba," kata gue sambil ninggiin posisi bantal di kepala.
"Baby, dari sebelum kamu gaspol tadi juga pinggangku udah agak pegel sisa-sisa event kemaren berdiri seharian. Aku minta pelan-pelan tapi kamunya malah pake gaya aneh-aneh. Salah siapa coba," protes Dira dengan ngelipat tangannya. Kalo mode marah-marah malah gemesinnya jadi berkali-kali lipat tolong.
"Hehe maafin sayang. Abis kemaren Misaki ngirim video film biru yang gayanya aneh-aneh. Kan ingin praktek sendiri jadinya," kata gue sambil nyium pipi Dira bertubi-tubi.
"Udah, udah, udah. Aku mau peluk kamu aja," kata doi. Gue pun langsung membuka tangan lebar-lebar dan mengundang Dira ke dalam pelukan gue. Skinship dan cuddling sama pacar tuh enak bener ya. Apalagi kalo kulit pacar lo putih bersih alus kaya Dira. Bener-bener auto seminggu gak keluar kamar beneran ini mah.
"Gimana sekarang rasanya udah jadi supervisor, baby?" tanya gue yang membuka sesi deep-talk malam ini. Daripada kita bermain yang tidak-tidak mulu kan, mending ngobrol sambil nunggu ngantuk.
"Aku masih harus adaptasi dan belajar dari mami kamu, baby. Kadang aku masih ragu-ragu kalo ngambil keputusan. Gak kaya Bu Leonor yang udah sat set banget baca peluang sama resiko," kata Dira.
"Masalah jam terbang aja itu mah. Pasti kamu bakal lebih keren dari Mami. Percaya sama aku," kata gue memberi semangat ayang agar tidak badmood.
"Gak ah, kamu suka bohong kadang," protes Dira sambil nyubit hidung gue.
"Hehehe nggak papalah bohong dikit biar ayang seneng mah," bales gue sambil curi-curi cium bibir Dira.
"Kamu gimana baby? Udah ada kabar dari lanjutan interview kemaren?" tanya Dira.
"Mereka udah undang aku buat interview offering gaji minggu depan. Semoga aja ntar sesuai harapan gajinya," jawab gue.
"Yang penting kamu punya pengalaman kerja jadi karyawan full-time dulu lah, sayang. Lagian kan tabunganmu masih cukup, mami kamu juga masih kasih uang jajan bulanan, buat apa coba gaji gede-gede," balas Dira.
"Biar segera melamarmu lah," kata gue berchandya tapi serius sikit. Kira-kira, mau gak ya Dira kalo nikah sama gue? Tapi Mami sama Tante Gita aja belum nikah-nikah gue liat-liat.
"Gak mau ah, gak mau nikah sama kamu aku," ledek Dira sambil menjulurkan lidahnya.
"Yakin? Ntar nyesel lho. Gak ada yang kaya Alejandra Rosa Martinez lagi soalnya di dunia ini," ujar gue sambil menaik-naikkan alis pura-pura sangat bangga dengan diri sendiri.
"Kan yang bucin situ, bukan saya," ujar Dira seraya mengusap muka gue pakai telapak tangannya. Dikira muka gue lap kali ya.
"Baby, kok bisa kita pacaran empat tahun ya? Padahal kita sering berantem, terus LDR, terus beda umur kita juga lumayan, kok bisa ya?" tanya gue yang jujur memang terheran-heran dengan hubungan gue dan Dira. Lebih herannya lagi Dira mau jadi pacar gue. Padahal di awal gue yang paling pesimis. Asli, sebenernya gue penasaran gimana Dira ke gue. I mean, pandangan Dira tentang gue. Abis, selama ini kalo gue tanya jawabnya berchandya mulu. Coba gue tanya sekarang kali ya, siapa tau mau jujur. "Sayang, aku mau tanya sesuatu, tapi please kamu jawab jujur jangan berchandya," ujar gue.
"Mau tanya apa sayang?" tanya Dira yang udah mulai nguap-nguap.
"Kenapa kamu mau jadi pacar aku yang beda empat tahun sama kamu dan sedikit wibu ini?" tanya gue memasang muka sungguh-sungguh.
"Jawab apa ya enaknya," ucap Dira ngeselin banget.
"Gitu mulu jawabannya kalo ditanya. Dah ah aku mau bobok di sofa depan aja," kata gue pura-pura ngambek sambil mau lepasin pelukan Dira, tapi Diranya nahan dan tambah kenceng meluk gue.
"Hehe sudah saya kunci Anda jadi tidak bisa kemana-mana. Kenapa sih baby penasaran banget tanyain itu mulu?" tanya doi.
"Ya abis kamu kalo ditanya jawabannya selalu agak laen. Gak menggambarkan keseriusan," jawab gue yang masih pura-pura ngambek. Sedep deh pacaran sama Dira, roleplay gini mulu nih. Dikit-dikit ngambek, dikit-dikit cengengesan, dikit-dikit cium hehe. Dira menarik nafas.
"Cause this is the very first time I feel so alive, so complete, so content, and being my truly self when I am with you, just like this. So, I won't let this relationship go easily. Alejandra Rosa Martinez, I love you more than anything in the world," ucap Dira yang sedikit mengandung bawang. Gue lalu mengecup bibirnya dengan sepenuh hati.
Tiba-tiba, ada suara mobil keluar dari garasi mobil. Gue dan Dira pun kaget. Siapa tengah malem begini keluar? Gue lalu bergegas ngintip dari jendela kamar dan ternyata Tante Gita yang ngeluarin mobil. Dari gesture-nya kaya marah banget dan buru-buru pergi.
"Sayang, aku mau ngecek ke bawah deh. Soalnya yang barusan pergi Tante Gita. Apa doi lagi berantem ya sama Mami?" ujar gue bertanya-tanya sambil pake baju.
"Aku ikut, sayang. Aku jadi khawatir," kata Dira yang lalu juga buru-buru pake baju.
Pelan-pelan gue dan Dira turun dari lantai dua. Bener aja, Mami lagi duduk di sofa sambil menunduk. Tangan kanannya megang gelas whiskey.
"Mami," panggil gue.
"Kalian kok belum...," ucap Mami yang kepotong. "ya,ya,ya cukup tahu deh Mami," sambung Mami yang sepertinya paham kita abis ngapain hehe. Gue sama Dira cuma bisa salting sambil duduk di samping kiri dan kanan Mami.
"Mami, kok Tante Gita jam segini pergi? Mami berantem sama Tante Gita?" tanya gue. Mami cuma menghela nafas sambil geleng-geleng kepala.
"Mi amor, maaf ya kita jadi ganggu kalian," kata Mami sambil minum seteguk.
"Sebenernya Mami sama Tante Gita kenapa? Perasaan tadi masih baik-baik aja," ungkap gue yang jujur khawatir sama keadaan nyokap gue sekarang. Mana nuangin whiskey lagi ke gelasnya.
"Dua bulan yang lalu, Tante Gita ngajak Mami nikah dan tinggal di Australia," kata Mami datar dan dingin. Gue dan Dira bener-bener kaget.
"Bukannya harusnya Mami seneng ya?" tanya gue kemudian karena masih nggak paham dimana letak kesalahan Tante Gita.
Mami masih diem sambil minum satu teguk lagi, satu teguk lagi, dan satu teguk lagi. Gue dan Dira hanya bisa saling tatap. Mungkin kita harus nunggu doi sampe tenang dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Generasi
RomanceSelama 17 tahun, Eleonora menjadi orang tua tunggal bagi putrinya, Alejandra yang saat ini sudah beranjak remaja. Tidak mudah memang menjadi wanita karier dan menjadi seorang ibu. Apalagi sang putri susah diatur dan cenderung memberontak. Namun, di...