Chapter 29,1. Stone Worm

158 22 7
                                    

Ini adalah sebuah kisah yang terjadi jauh, sangat jauh sebelum bahkan sang Morning Bringer, penemu Dungeon Felaire pertama kali datang ke Dungeon ini.

Sebenarnya, sebelum bahkan sang Morning Bringer datang ke Dungeon ini, seorang petualang muda datang di hadapan pintu masuk Dungeon yang terlihat tidak lebih dari hanya sebuah gua tua biasa.

"Baiklah, hari ini pun, mari kita mengumpulkan lebih banyak poin pengalaman!" Sorak petualang muda berambut perak itu. Mencoba untuk menyemangati dirinya sendiri yang sampai saat ini pun belum dapat memperoleh satupun teman satu party.

Petualang muda itu cukup kuat. Dia dapat menjelajah ke kedalaman Dungeon seorang diri hingga ke lantai 4 tanpa satu pun luka gores di tubuh nya yang terlalu halus untuk seorang laki-laki.

"Hm... Sudah kuduga, hanya lantai ini yang benar-benar buruk untukku." Petualang muda itu menghela napas lelah dengan pemandangan panas dari lantai penuh lahar yang saat ini ada di hadapannya.

"Jika aku tidak ahli dalam sihir air, aku pasti akan mati terpanggang."

Butiran-butiran air tipis melayang di sekitar tubuh petualang muda itu. Melindungi nya baik dari udara panas bahkan serangan apapun yang mungkin akan dia terima nantinya.

Mengubah pola pikirnya dan memasang senyum di wajahnya, petualang muda itu pun menarik pedang kayu compang-camping yang adalah satu-satunya senjata yang dia miliki dan akhirnya melangkahkan kakinya ke kedalaman lantai.

Meskipun, yah, itu masih dipertanyakan bahkan oleh petualang muda itu apakah pedang kayu itu dapat di sebut sebagai sebuah senjata.

Sambil terus menertawakan dirinya yang miskin, petualang muda itu pun menerus proses pengumpulan poin pengalaman dari membunuh Salamander dan monster-monster lain yang ada di lantai itu.

Setelah menjelajah selama beberapa puluh menit, petualang muda itu memotong beberapa bagian tubuh Salamander yang dia tahu memiliki daging yang cukup lunak dan enak.

Setelah mencelupkan daging tersebut ke dalam lahar sebagai penambah kesegaran, petualang muda itu pun memasukkan daging yang telah hangat dan beraroma lezat itu kedalam mulutnya.

"Mmnnnn!"

Senyum kebahagiaan memenuhi wajah petualang muda itu ketika rasa daging yang lembut dan sedikit manis menyebar di dalam indera perasa nya yang lapar akan makanan yang layak.

"Ahh~! Aku mencintai mu, para Salamander!"

Petualang muda itu tertawa senang ketika dia berterima kasih para perkembangan biakkan para Salamander yang sangat subur di lantai ini sehingga dia tidak akan pernah mengalami kesulitan apapun dalam pencarian bahan makanan ketika lapar menyerang.

Tak lama kemudian, petualang muda itu akhirnya kenyang dan puas.

Meregangkan tubuhnya yang kaku, petualang muda itu mengangkat kembali tubuhnya kembali. Dia mulai berjalan masuk lebih dalam ke dalam Dungeon dan membunuh beberapa ratus monster lagi sebelum naik lagi ke permukaan.

Petualang muda itu pulang kembali ke gubuk tua di tepi desa dengan perasaan puas sebelum tertidur setelah sedikit membasuh tubuhnya.

Rutinitas petualang muda itu tidak pernah berubah. Mandi pagi, sedikit sarapan dengan daging monster atau buah-buahan, menjelajahi Dungeon hingga sore hari, dan akhirnya tidur setelah mandi.

Karena dia di jauhi oleh penduduk desa, petualang muda itu tidak pernah berinteraksi dengan siapapun selain ibunya yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu.

"Eh? Seekor Cacing?" Pada suatu hari, petualang muda itu menemukan seekor cacing berwarna abu-abu seukuran telapak kaki yang hampir mati di lantai 1 Dungeon.

[Remaked On Another Book]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang