Bab 6

116 24 22
                                    

Kaia kira, tak akan ada lagi yang membuat mood-nya memburuk, tetapi ia salah. Rupanya, Ugra masih di sana, menunggui Kaia di parkiran, sengaja duduk di atas motor perempuan itu.

Omong-omong, yang membuat Kaia keki adalah tindakan Ugra yang tiba-tiba mengomel karena mendapati perempuan itu masih stay di angkringan pukul 11 malam. Ya, begitulah.

Lelaki itu menatap Kaia lurus begitu perempuan itu mendekat. Sempat dilihatnya Kaia menghentikan langkah dan menarik napas panjang sebelum benar-benar menghampirinya.

"Kenapa belum balik?" tanya Kaia, memilih merendahkan intonasi. Rasanya emosi di saat seperti ini tak akan membantu. "Nungguin gue?"

Ugra tak mengatakan apa pun, hanya mengangguk pelan.

Sekali lagi Kaia mengembuskan napas dalam. "Udah, kan? Gue mau balik, jadi mending lo juga balik."

Pemuda itu tak juga turun dari motor Kaia, membuat si empu mendongak, lantas membuang tatapan ke arah lain. Melihat Ugra sama saja membuatnya kembali marah. "Lo ngerti gue nggak selalu tahu isi pikiran lo, Gra. Apa lagi sekarang?"

"Gue ... maaf."

Mendengar kata keramat itu lolos dari bibir Ugra, Kaia menoleh cepat. Bagaimana tak keramat, seumur-umur mengenal lelaki itu, tak pernah Kaia mendengarnya. Terlebih, manusia otoriter semacam Ugra.

"Gue, cuma kaget lihat lo di sana. Gue nggak pernah expect kalau ternyata pergaulan lo seluas itu. Gue kira, selama ini lo cuma hang out sama gue atau anak-anak organisasi."

Kekehan lolos dari bibir Kaia. "Dangkal. Gue mungkin kelihatan kayak anak kuper di luar, anak yang nggak bisa bersosialisasi dengan baik di luar organisasi, lo terlalu dangkal kalau mikir kayak gitu, Gra. Terlebih lo tahu kalau gue nggak pernah show up apa-apa di medsos. Sama siapa gue jalan, siapa circle gue, atau gue lagi di mana dan lagi ngapain. Harusnya lo bisa nyimpulin kalau nggak mustahil bagi gue buat having many friends around tanpa terdeteksi anak-anak termasuk lo."

"Bagus deh kalau gitu." Ucapan Ugra sukses membuat Kaia memicingkan mata. Mengerti perempuan itu tak paham perkataannya, ia melanjutkan, "Gue jadi nggak harus punya kekhawatiran kalau one of us will fall for other easily. Karena baik hidup lo maupun gue nggak selalu tentang satu sama lain."

Kaia dibuat menjatuhkan rahang bawah. "Serius, lo mikir sampai ke sana?"

Ugra mengangguk polos.

"Gue nggak lupa sama omongan lo ke Danar btw, Gra. Pantang punya relationship sama temen seorganisasi, bisa kacau kalau udah ngelibatin perasaan. Kayak kasus Didi sama pacarnya dulu, atau Uswa sama Fajar yang berakhir semua anggota kena getahnya. Gue nggak lupa sama prinsip lo yang satu itu."

Kaia tak bohong, ia sungguh tak melupakan perkataan Ugra yang satu itu. Menjadikannya pengingat mutlak untuk tak jatuh pada pesona pikiran Ugra yang sempat membuatnya kelimpungan di awal-awal.

"Udah sana minggir, gue mau balik. Dan nggak ada alasan lagi buat lo gangguin gue malam ini karena file administrasi udah dikirim sama Ayu, paham?"

Ugra mengangguk dan beranjak, membiarkan Kaia mengambil alih motornya dan pergi meninggalkan pemuda itu. Saat Kaia tak lagi terlihat, Ugra bergumam, "Gue yakin lo bisa batasin perasaan lo, Kai. Justru gue yang nggak yakin sama diri gue sendiri. Sial!"

-o0o-

Seperti biasa, kajian Tasawuf Candra Malik dari Youtube sudah mengisi rungu Kaia begitu ikut bergabung dengan ibu serta bapaknya di teras. Ditemani cangkir kopi, suara tetangga yang masih menyapu halaman, juga beberapa ekor ayam yang mengais entah apa padahal tak ada makanan di halaman mereka.

Arundaya KaiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang