Bab 29

97 21 6
                                        

2 part terakhir.

-o0o-

Subuh-subuh, setelah salat, Kaia dibuat berjingkrak senang tatkala mendapati tulisan berwarna hijau terpampang di portal akun Kemenag miliknya. Bagaimana tidak, nyata-nyata terbaca jelas di sana.

Lulus Seleksi Wawancara

Arundaya Kaia | BT02-....

Selamat!! Anda telah lulus ....

Rasanya Kaia ingin berteriak, tetapi tak mungkin. Masih terlalu pagi, bisa-bisa orang tuanya panik dikira Kaia kenapa-kenapa.

Baru pukul enam Kaia keluar kamar sembari menenteng ponsel. Senyum coba ditahannya sekuat mungkin agar orang tuanya tak memandang curiga. Namun, tentu saja gagal.

"Kamu kenapa, kok senyam-senyum gitu?" tanya sang ibu yang baru saja menyajikan secangkir kopi untuk suaminya. "Pasti ada apa-apa, yakin."

Bapak ikut menaikkan sebelah alis tinggi.

Otomatis, Kaia mengangsurkan ponsel yang masih menampilkan laman portal. Diraih sang ibu. Dibaca sekilas, mata ibu Kaia membulat kemudian. "Ini beneran?"

Kaia mengangguk mantap.

"Ya Allah, Pak. Kaia lolos beasiswa, dia jadi mahasiswi sekarang. Alhamdulillah."

Rasanya Kaia ingin menangis sekarang. Ingat perjuangannya ikut tes masuk universitas lima tahun lalu yang gagal total. Waktu itu namanya masih SBMPTN, Kaia yang bolak-balik ke Semarang untuk ikut karantina Beasiswa Perintis UNNES harus menelan pil pahit saat melihat pengumuman hasil yang berwarna merah. Sore itu, untuk pertama kalinya, Kaia menangis di hadapan kedua orang tuanya sebagai seorang remaja, bukan lagi anak-anak.

Berminggu-minggu Kaia depresi, tak mau bersosialisasi, jadwal makan kacau, jam tidur berantakan. Bahkan, rasanya Kaia lelah membenturkan kepala ke dinding kamar. Tiap pagi matanya selalu bengkak, hasil mengutuki diri yang dikira tak becus menaklukan soal-soal itu. Dalam pikirnya tak pernah lekang, "Percuma naik panggung buat nerima piagam lulusan terbaik, percuma berhasil ngalahin ranking anak pemenang Olimpiade MTK Nasional, percuma. Nyatanya gue nggak lolos, gue nggak bisa lanjut kuliah karena biaya."

Namun sekali lagi, waktu yang dimintanya bukan yang terbaik di mata Tuhan. Rupanya, rencana besar Tuhan untuk Kaia disimpan untuk hari ini, detik ini, bukan kemarin, bukan juga lima tahun lalu saat ia hampir gila. Rencana Tuhan ... Kaia percaya tak akan salah atas itu.

"Terima kasih, Kaia," ucap sang bapak dengan senyum teduhnya.

Tidak, Kaia tidak mau berkata apa pun atau tangisnya akan pecah pagi ini. Kaia tidak ingin. Hanya merapal syukur tiada henti dalam hati.

Menukar Ugra untuk kebahagiaan sevalid ini tentu tak akan pernah membuat Kaia menyesal, seumur hidup. Barangkali kemarin adalah teguran untuk Kaia yang sudah berani-beraninya mencintai makhluk, hampir melanggar prinsipnya dengan tenggelam dan terjebak dalam rasa pada seorang lelaki yang bukan pasangan halalnya. Kaia bersyukur, sangat. Ia ingat satu kutipan dari buku yang dibacanya, lupa apa judulnya. "Sebagian orang memang dihadirkan untuk mendewasakan".

-o0o-

Hari pelantikan pengurus Pimpinan Anak Cabang hanya menunggu 2 hari lagi. Tugas Kaia sisa satu, meminjam kamera milik Farid. Memang, kemarin untuk sewa kamera diberi budget Rp200.000,00 dari bendhahara. Karena kebetulan Farid seorang fotografer, Kaia berniat menyewa kamera Canon milik lelaki itu. Apalah daya, entah segan karena mengenal Kaia atau memang lelaki itu kelewat baik, kamera mahal itu malah dipinjamkan secara cuma-cuma. Rencananya, Kaia akan mengambilnya pagi ini, sesuai janji dengan Farid.

Arundaya KaiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang