(10)

41 1 0
                                    

Nathaniel Green Turner

Aroma cherry menyeruang di indera penciumanku. Ini sangat manis dan menggairahkan. Aku lupa kapan terakhir merasakan ciuman malu-malu dan mendebarkan seperti ini. Pelan dan tidak terburu-buru, seperti sedang melakukan ciuman pertama. Aku menyesapnya perlahan dan intens, bibir wanita ini tidak tebal dan tidak tipis. Terasa pas dan sepasang dengan bibirku seolah diciptakan hanya untuk diriku. 

"Tunggu" Diana mendorong dadaku dan menghentikan pagutan kami, aku mengernyit lalu melihat tanganku yang sudah berada di balik dressnya. Oh Shit! tangan sialan ini.
"Aku tidak bisa" Lanjutnya yang membuatku mematung. Tangan sialan ini tidak bisa diajak kerja sama. Aku bahkan sudah mati-matian menahan diri agar tidak meremas dadanya tapi tidak bisa menghentikan tanganku menelusuri paha mulusnya yang sedikit tersingkap saat aku menyandarkannya di pegangan sofa.

Wanita itu mendorong tubuhku agar menjauh darinya lalu berlari keluar dari ruang tamu, mencari ponselnya di dalam tas yang selanjutnya terlihat seperti sedang menghubungi seseorang. Aku meraih pergelangan tangannya menahannya agar tidak keluar, jantungku masih berdebar dan aku merusak ciuman yang mendebarkan itu. Aku meruntuki diri sendiri, seharusnya bisa memperlakukan Diana lebih lembut dan hati-hati.

"Kau kenapa?" tanyaku melihat wajahnya yang sedikit pasi. Wanita itu ragu-ragu berusaha melepas tanganku darinya, "Aku ingin pulang" katanya lirih, aku bisa merasakan bahwa wanita itu sedang—ketakutan. Apakah aku menakutinya?
Apakah aku sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal? apakah aku terlihat akan memperkosanya? Hei! dia bahkan menikmati ciuman itu dan membalas ciumanku. Seharusnya dia bersyukur bahwa aku menciumnya lebih dulu. Selama ini semua wanita menyerahkan diri kepadaku dan menerjangku lebih dulu. Tapi dia— dia berhasil membuatku melakukan ciuman lembut itu atas perintah dan naluriku sendiri.

Namun di detik berikutnya aku merutuki diri, aku tidak tahu kehidupan Diana seperti apa mengingat Edward mengatakan bahwa wanita ini sangat lugu. Apakah dia tidak pernah disentuh oleh pria lain sehingga responnya seperti itu?

"Aku akan mengantarmu" kataku akhirnya, namun Diana menggeleng, kini lengannya sudah terlepas dari tanganku. "Kenapa kau tiba-tiba ingin pergi?" tanyaku.
"Maaf, anggaplah itu sebuah kesalahan" ujarnya buru-buru.
Kesalahan apa? kesalahan seperti apa yang dimaksud wanita ini? itu hanya ciuman, dan aku sering melakukannya bahkan dengan wanita random di club. Kenapa wanita ini sangat kolot? Yah walaupun ku akui rasa bibirnya sangat berbeda dan sangat— manis. Tapi dia juga tidak perlu mengatakan itu sebuah kesalahan karena kami melakukannya dengan sadar.

"Kau terlihat pucat" kataku saat melihat wajahnya yang gelisah dan tak berani menatap wajahku. Diana menggeleng, "Masuklah, aku sedang menunggu taksi. Tinggalkan aku sendiri" pintanya, aku jadi merasa sedikit bersalah atas tindakanku yang menciumnya. Namun aku tidak menyesalinya karena ini rasa yang baru untukku.

"Pulanglah denganku, Diana"

"Tidak. Jangan memaksaku, Nathan"

"Kau datang bersamaku, dan kau harus kembali denganku juga"

"Tidak, aku sudah bilang akan pulang sendiri"

"Tapi kenapa harus tiba-tiba, Diana? apakah kau sedang mempermainkanku?

Tidak, seharusnya kalimat itu tidak keluar dari mulutku. Aku yang menciumnya, aku yang merusak ciuman itu. 

"Mempermainkanmu?" lirihnya tidak percaya. Wajahnya terlihat sangat kesal saat ini. 

"Pulanglah denganku, kumohon"aku meraih tangannya lagi namun ia hempaskan saat itu juga. 

TRAPPED IN THE PASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang