(23)

16 2 0
                                    

Diana

Sudut bibirku berkedut sesaat setelah melihat Nathan dengan wajah merah padam memegang stir mobilnya. Hujan sudah reda, kami sudah kembali dari rumah hutan itu sejak beberapa jam yang lalu. Aku masih kesal kepada Nathan karena berhenti ditengah-tengah kegiatan panas itu. Namun entah apa yang membuatnya melakukannya, disisi lain aku juga ingin berterimakasih kepadanya. Jika tidak dihentikan, mungkin aku akan menyesal saat ini. Saat menjaga kehormatanku selama dua puluh tiga tahun aku hidup, aku tidak mungkin menyerahkannya begitu saja kepada orang yang beberapa bulan ini aku kenal. Hubungan kami juga tidak jelas, aku hanya terlena dengan kenikmatan sesaat itu.

Aku melirik wajah Nathan lagi, masih merah seperti sebelumnya. Sepertinya pria itu menahan dirinya lebih dari yang aku kira. Aku sengaja memegang pahanya sejak tadi, membuatnya terangsang dan aku menertawakannya. Dia kesal, tapi aku sudah mengatakannya sebelumnya bahwa dia akan mendapatkan balasan dariku.

Mendadak aku teringat ucapan Carly beberapa saat lalu saat dia mengatakan bahwa Nathan adalah pembunuh kekasihnya. Berkali-kali ku tekan pikiran itu, mendoktrin diriku bahwa hal itu tidak benar. Ingin rasanya aku bertanya langsung kepada Nathan namun sekali lagi, mulutku terasa berat untuk membuka suara tentang hal itu.

"Kau memiliki rahasia?" tanyaku akhirnya setelah menimbang-nimbang apakah harus membahas hal ini atau tidak.
Nathan melirik kearahku sesaat lalu memandang jalan lagi, "Kenapa kau bertanya seperti itu?" dia bertanya kembali.

"Umm, aku hanya baru menyadari bahwa ternyata aku tidak tahu apapun tentang hidupmu" Sebenarnya aku tahu beberapa hal melalui Carly, tapi aku tidak pernah mendengar Nathan menceritakan tentang dirinya langsung kepadaku.

"Kau juga tidak pernah menceritakan tentang dirimu padaku"

"Jadi, kau mau mengetahui tentang hidupku?"

"Umm, tidak juga, Anna"

Jawabannya sedikit membuatku tersentak, tidak seharusnya Nathan menjawab dengan cara itu. Dia menunjukan seolah aku tidak penting.

"Baiklah," kataku akhirnya, menyandarkan tubuhku di kursi penumpang. Aku menyilang tanganku didepan dada, menoleh kearah kaca sampingku. Moodku mendadak buruk, Nathan tidak ingin tahu tentang kehidupanku. Padahal jika dia bertanya, dengan suka rela akan aku ceritakan semuanya.

***

Dari balik jendela kamarku, aku bisa melihat para mahasiswi lain yang berusaha berlalu-lalang dengan hati-hati, menghindari genangan air dan mencoba menjaga kaki mereka tetap kering. Suara langkah-langkah mereka terdengar berbeda hari ini, lebih seperti derap hujan yang masih tertinggal di jalan.

Aku memandangi pemandangan itu, merenung tentang bagaimana kehidupan di Oxford begitu tak terduga. Meskipun kemarin cuaca begitu cerah, hari ini adalah pengingat bahwa cuaca Inggris bisa berubah dalam sekejap mata. Begitupun dengan kisah hidupku. Begitu aneh dan tak terduga. Aku tidak tahu bahwa keputusanku untuk tinggal di negara ini akan membuatku bertemu kembali dengan cinta pertamaku yang sudah menghilang lima tahun lalu. Kemudian bertemu dengan pria misterius seperti Nathan, lalu menjalin hubungan tidak jelas yang membuatku uring-uringan beberapa minggu ini.

Hujan semalam telah merubah seluruh suasana kampus. Itu memberikan sentuhan yang lebih dramatis pada bangunan-bangunan tua yang begitu megah di sekitar kami. Aku harus mengakui bahwa meskipun saat-saat seperti ini bisa membuat hari-hari di Oxford terasa lebih sulit, mereka juga memberikan pesona tersendiri pada pengalaman hidupku di sini.

Saat pagi yang basah itu, aku memutuskan untuk menghirup udara segar dan berolahraga di sekitaran asrama. Aku mengajak Carly beberapa saat lalu namun wanita itu lebih memilih menarik selimutnya dari pada olah raga denganku.

Langkah-langkahku  berhati-hati melewati jalan trotoar yang basah, sementara hujan masih menyisakan jejak di pepohonan dan atap bangunan tua. Suara langkahku yang menekan di aspal basah mengiringi pijakan kakiku yang membuat sisa-sisa air yang menggenang memercik.

Tiba-tiba, tanpa kusadari, aku melihat seorang pria berjalan mendekati disana. Mataku segera memperhatikan sosok itu dan dengan cepat aku mengenali wajahnya - Arthur. Dia juga tampak berolahraga pagi. Aku merasa jantungku berdebar tidak karuan dan langkahku seketika terhenti. Penampilannya terlihat berbeda, dia baru saja mewarnai rambutnya seperti warna rambutku. Terakhir aku ingat bahwa rambut pria itu berwarna hitam legam. Tapi bagaimana mungkin dia berolah raga di sekitaran kampus? apakah dia sengaja agar bisa bertemu denganku?

Kami bertatap mata dan senyuman lembut melintas di wajahnya. Dia mendekatiku dengan senyum tulus itu, semua kenangan tentang masa lalu bersamanya kembali menghantui pikiranku. Dia selalu memiliki cara yang lembut, tulus, dan menghangatkan hatiku. Dalam sekejap, aku merasa seperti kita kembali ke saat-saat indah bersama.

Dia menyapa dengan nada lembut, "Amara, akhirnya aku bisa melihatmu." Suaranya membawa aku kembali ke saat-saat manis bersamanya. Pikiranku berkecamuk, apakah aku harus berbicara atau menghindar.

Aku menjawab sapaannya dengan canggung, suara hatiku yang berdebar mungkin terdengar di dalamnya. "Iya, sudah lama sekali, Arthur." Perasaanku beberapa saat lalu yang ingin menghindarinya mendadak menguap. Aku sudah mengabaikan puluhan pesan dan panggilannya namun pria ini tetap bersikap baik padaku. Hatiku terenyuh dan merasa bersalah. Dia sangat tulus seperti yang aku kenal dulu.

Kami mulai berlari bersama, langkah-langkah kami selaras di jalan setapak yang masih basah oleh hujan semalam. Percakapan pun dimulai, dengan topik-topik ringan dan seiring waktu, aku merasa semakin rileks bersamanya. Kami tertawa dan mengenang kenangan lama, mengabaikan segala kerumitan yang pernah terjadi di antara kami.

Ketika kami berhenti sejenak untuk mengambil napas, Arthur melirik kearahku, "Ra, apa akhir pekan ini kamu tidak ada acara? gimana kalau kita menghabiskan waktu bersama ke Museum?"

Tawaran itu benar-benar menggoda. Museum selalu menjadi tempat yang aku cintai, dan ide untuk pergi bersama Arthur, seperti dalam masa lalu, mendadak membuat hatiku berbunga. Aku tersenyum dan menjawab, "Umm, sepertinya menyenangkan. Baiklah, aku mau."

Kami melanjutkan berlari dengan senyuman di wajahku, mendekati akhir pagi yang penuh kejutan ini. Disaat itu, aku merasa seperti dunia ini memberiku peluang kedua, tapi juga aku merasa bingung karena perasaan masa lalu yang muncul kembali dalam hatiku. Padahal aku sudah mati-matian menekan perasaan itu agar tidak muncul kembali. Bersikap cuek dan acuh kepada Arthur dan menutup akses komunikasi dengannya. Tapi sekali lagi, seperti yang dikatakan para penyair dimasa lalu,

Cinta itu tidak pernah hilang. Dia akan tetap ada di suatu tempat dihatimu. Jika kau merasa sudah tidak mencintai seseorang lagi, sebenarnya cintanya tidak hilang. Konsistensinya saja yang hilang. Tertimbun dengan cinta yang baru dengan konsistensi yang lebih tinggi. Namun konsistensi itu akan timbul ke permukaan jika sering diberikan rangsangan seperti saat ini. Semakin sering masa lalumu mendekatimu dan berinteraksi kembali denganmu, semakin besar peluang perasaan itu akan muncul ke permukaan.

Aku mendadak mengingat Nathan. Ini sudah beberapa minggu semenjak kejadian dirumah hutan itu. Setelah dia mengatakan tidak terlalu tertarik mengetahui kehidupanku, aku mendadak kehilangan semangat bersamanya. Dia juga tidak mengajakku keluar sesering sebelumnya, hanya sesekali dan itu pun ke cafe terdekat atau restoran terdekat untuk makan lalu pulang. Sangat monoton dan tidak menarik seperti sebelumnya.

Belakangan aku juga mulai menyadari bahwa Nathan ternyata tidak pernah mau bersamaku di depan publik, dia cenderung menutup-nutupi hubungan kami. Yang tahu hanya teman-teman terdekat namun Nathan tidak pernah membawaku atau mengenalkanku kepada teman-temannya yang lain. Hubungan kami sangat aneh dan tidak jelas. Hatiku bimbang, karena disisi lain saat aku merasa berdebar berada di dekat Arthur lagi, aku juga mengharapkan Nathan menyukaiku. Ini mungkin terdengar egois, tapi aku mengakuinya.

TRAPPED IN THE PASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang