(16)

23 2 0
                                    

Amara Diana Kim

Mataku berbinar saat memasuki kamar ini. Tidak terlalu besar dan tidak terlau kecil, nuansa putih abu membuatnya terlihat sangat elegan dan minimalis. "Ini kamar siapa?" tanyaku mulai bergerak, meraba kasurnya dengan ujung jari-jariku.

"Kamar tamu"
"Kau bisa memanggilku jika membutuhkan sesuatu." kata Nathan sesaat sebelum kakinya melangkah keluar dari kamar ini. Pria itu meninggalkanku sendirian.

Aku berkeliling melihat beberapa miniatur yang terletak di meja dan beberapa di rak dinding. Ini tidak terlihat seperti kamar tamu, ini lebih terlihat sebagai kamar seorang perempuan. Apakah Nathan memiliki saudara perempuan?
Aku mengedikkan bahu, memilih tidak terlalu memikirkannya.

Setelah selesai membersihkan diri, perutku berbunyi.
"Aku lapar" gumamku lesu, merebahkan tubuhku diatas kasur. Pasalnya aku hanya meminum es dan memakan camilan yang tidak mengenyangkan saat di festival tadi. Jam dinding sudah menunjukan pukul dua dini hari, aku tidak mungkin memesan makanan jam segini.

Panggil aku jika kau membutuhkan sesuatu

Aku menggeleng. Tidak. Aku tidak boleh mengganggu Nathan, pria itu pasti sudah tidur saat ini.
Aku menggeram sedikit frustasi. Dua hal yang tidak bisa ku tahan di dunia ini, pipis dan lapar.
Aku memutuskan untuk keluar dari kamar menuju dapur. Lampu-lampu sudah dimatikan, Nathan sepertinya sudah tidur. Aku berjinjit pelan, berjalan sehening mungkin agar tidak terdengar dan membangunkan Nathan.

Aku membuka kulkas dengan hati-hati, menahan agar suaranya tidak berdenyit. Beberapa makanan dan minuman kaleng berjejer rapi disini. Aku meneguk ludahku, sialan, perutku sudah sangat lapar.
Aku mengambil satu cup mie instan dan satu kaleng soda. Mengambil air panas lalu menyeduhnya.

"Ah, kenyangnya" gumamku seiring bunyi bersendawa keluar saat makanan sudah kuhabiskan dengan bersih, mengelus perutku yang sudah tidak berbunyi. Cacing-cacing didalam sana sudah kenyang

"Apa yang kau lakukan?"

Suara itu membuatku tersentak, lalu menoleh keasalnya "N—nathan?"

Nathan hanya menggunakan celana pendek hitam tanpa atasan, mataku tertuju otomatis pada perut kotak-kotaknya yang terlihat sangat keras. Aku mengerjap sesaat setelah Nathan menutupi badannya dengan tangannya. Pria itu menyadari tatapanku.

"Kau cabul" tuduhnya sedikit terkekeh lalu membuka kulkas dan meneguk air mineral dari sana. Lehernya yang bergerak membuatku menelan ludahku, dia terlihat sangat—seksi.

"Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau lapar?" tanyanya siring dengan tangannya yang mendarat di meja dapur.

Aku menggeleng, berusaha fokus agar tidak menatap tubuhnya lagi "Maaf, aku sudah lancang mengambil makananmu" kataku pelan, Nathan mengibaskan tangannya, "Tidak, kau boleh mengambil apa saja yang bisa dimakan disini"

"Mau permen?"
ia melemparkan satu buah permen mint kepadaku yang spontan aku tangkap, membuka dan langsung memakannya. Permen ini sedikit menyegarkan mulutku.

"Kenapa kau belum tidur?" tanyaku mendekatinya yang berjalan kearah ruang tengah. Disana terdapat televisi besar, rasanya pasti menyenangkan menonton netflix di layar sebesar itu.

"Iya, aku belum ngantuk"
Nathan mengambil remote televisi dan memilih beberapa film di netflix seolah dia tahu isi kepalaku.

"Mau nonton ini?" tanyanya, dia menunjukan film yang sudah sering aku dengar dari Carly, katanya film ini sangat terkenal dan aku belum sempat menontonnya.

Aku mengangguk seiring ekor mataku yang menangkap senyuman Nathan, senyuman aneh yang tidak aku tahu artinya. Judul filmnya adalah 50 Shades Of Grey, dan ini sudah sangat terkenal. Sudah lama aku ingin menontonnya namun belum sempat dan selalu lupa.

TRAPPED IN THE PASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang