(21)

20 2 0
                                    


Amara Diana Kim

Hari ini, hujan turun lagi. Aku mengenakan sweather hitam crop dengan bahawan jeans panjang untuk kuliahku. Aku sudah melewati satu smester ditempat ini, tidak terasa ternyata waktu berjalan sangat cepat beberapa bulan ini. Sebelumnya aku tidak pernah menyangka akan tiba-tiba memiliki banyak teman setelah Carly membawaku ke pesta itu. Jika tahu hal ini akan terjadi, mungkin aku akan menerima permintaannya sejak pertama kali dia mengajakku pergi ke pesta, enam bulan yang lalu.

Aroma tanah basah menyeruak di indera penciumanku. Sebenarnya ini bukan aroma tanah, lebih tepatnya aroma aspal basah. Aroma tanah basah tidak akan semenyengat ini karena aku sudah sangat hafal baunya. Tapi siapa yang akan mempedulikan ini aroma tanah atau aspal?

Semua orang sibuk dengan kegiatannya, mereka tidak memiliki waktu sepertiku untuk membedakan udara disekitarnya beraroma tanah atau aspal. Aku menghirup nafas panjang dari jendela asramaku, lalu membuangnya dengan pelan "HAH" teriakku diakhir hembusan nafas itu.

Semalam, Bella temanku yang berasal dari Indonesia mengabarkanku bahwa dia akan mengunjungi Oxford tiga hari lagi. Dia memintaku untuk bertemu dengannya karena ingin memberiku oleh-oleh dari Indonesia. Padahal saat kuliah aku tidak terlalu dekat dengannya, namun ternyata kata orang benar, dimanapun kita berada, jika sudah bertemu dengan orang yang sebangsa, pasti akan saling mencari.

Arthur menghubungiku lagi. Aku terlalu malas menanggapinya semenjak empat hari yang lalu saat dia memintaku bergabung dengan Carly dan Edward di bar dekat kampusku. Bagaimana mungkin  aku akan menghampirinya setelah aku baru saja pulang dari pertemuanku dengan Nathan? Aku tidak sampai hati melakukannya. Selama empat hari ini juga, Nathan rutin mengantar jemputku ke kampus dan asrama. Padahal rumahnya sangat jauh dari sini. Aku bisa saja berjalan kaki seperti yang biasa aku lakukan, namun sekali lagi, pria keras kepala itu tidak mendengarkanku. Setelah berhasil mendapatkan jadwal kuliahku, dia akan  datang dengan sendirinya tanpa ku minta.

'Aku sudah dibawah, baby'

Pesan singkatnya membuatku bergidik. Baby. Entah sejak kapan dia memanggilku dengan panggilan itu. Semakin dilarang, semakin keras kepala. Dia tetap memanggilku seperti itu dan tidak ingin dibantah.

"Just, Diana please" kataku saat aku memasuki mobilnya.

"Yes, Anna" dia tersenyum simpul, mengusap pucuk kepalaku dengan gemas.

"Hujan ini sedikit menyebalkan" katanya saat mobil sudah memasuki jalan utama.

"Kenapa? bukannya setiap hari seperti ini?" tanyaku

"Tadi jalanan mendadak macet" katanya,"beberapa lubang air dijalan tertutupi sampah sehingga menyebabkan air menguap dibeberapa titik"

"Lalu siapa yang memperbaikinya?"

"Ya petugasnya, lah."

"Ohh" aku sudah menduganya tapi aku masih tetap berharap dia menjelaskan bahwa dia sendiri yang turun kejalanan, menyodok sampah-sampah itu dengan tongkat kayu.

"Jangan bilang kau berpikir aku akan sukarela melakukannya?" tebaknya.

Aku mengangguk, "Apa salahnya melakukan pekerjaan mulia itu"

"Aku sudah membayar pajak untuk melakukannya"

Sudahlah. Berbicara mengenai hal seperti ini tidak akan ada habisnya jika dilakukan dengan Nathan. Dia tidak mau kalah dan tidak terima dikalahkan.

"Habis ini kau kemana? kenapa kau tidak pernah aku lihat masuk kelas?" tanyaku menyelidik.

"Aku sibuk, babe."

TRAPPED IN THE PASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang