(11)

34 2 0
                                    


Amara Diana Kim

Aku memasuki kelas Research Methology yang di bawakan oleh Prof. Alvaro sore ini. Prof. Alvaro terkenal sedikit tempramen dan tidak segan mengeluarkan mahasiswanya jika tidak memperhatikan kelasnya.

"Aku tekankan sekali lagi, kalian yang membutuhkan kelasku, kalian yang membutuhkanku, jika ada yang membuat keributan dan menggangguku, aku akan keluarkan kalian dari mata kuliahku" Ucapnya tajam beberapa waktu lalu saat aku mengikuti kuliahnya pertama kali.

Aku memilih kursi baris ke tiga, duduk meletakkan laptop dan buku catatan kecil yang selalu ku bawa. Tidak tertarik untuk duduk di barisan depan karena sejujurnya aku kurang menyukai professor mata kuliah ini.

"Hai, kita berada di kelas yang sama"
Seseorang tiba-tiba duduk di sebelahku, aku menoleh kearahnya "Oh, hai? aku kira kau tidak mengambil kelas ini" kataku padanya sambil menyalakan laptop.
Itu Ben, di sebelahnya sudah duduk temannya yang bernama Jack, aku baru ingat namanya setelah dia membuka topinya. Jack juga bersama Ben saat aku bertemu dengannya di restoran jepang beberapa hari yang lalu, topi dikepalanya membuatku lupa siapa namanya, padahal aku sudah mengingatnya sebagai si Pria Berambut Merah saat Carly mengenalkannya dimalam pesta itu.

Keberadaan Ben tidak terlalu mengangguku, karena pria ini tidak pernah berbuat aneh-aneh kepadaku. Dan untuk ciuman yang saat itu akan dia lakukan— aku berusaha menepisnya karena itu hanya game. Lagi pula di negara ini, ciuman bukan sebuah hal yang besar. Aku baru menyadari bahwa hal itu bukan pemandangan aneh apalagi di tempat-tempat umum.

Aku bergidik, otakku menarik paksa ingatanku tentang Nathan. Tidak, tidak bisa, aku harus melupakannya, seperti yang aku bilang sebelumnya, di negara ini ciuman bukan suatu yang besar. Dan itu bisa saja terjadi, tergantung situasi dan keadaan. Dan saat bersama Nathan kemarin, kami hanya terbawa suasana dan akhirnya terjadilah ciuman sialan yang tidak aku inginkan itu. 
Sudahlah, itu sebuah kesalahan seperti yang aku katakan sebelumnya kepada Nathan. Sepertinya dia sedikit kesal karena aku kabur darinya ditengah-tengah ciuman yang mendebarkan itu. Ditambah lagi, pria itu sempat memohon kepadaku agar aku pulang dengannya tapi kegugupanku saat berada disekitarnya membuatku terlihat seperti orang ketakutan. Aku bisa menebak bahwa pria itu pasti akan menganggapku aneh.

Kelas Professor Alvaro berakhir setelah satu jam, beberapa penjelasannya tidak sempat kudengarkan karena Ben mencuri-curi waktu untuk berbicara denganku. 

"Sampai jumpa, Diana. Aku harus ke kelas selanjutnya" Kata Ben padaku di depan pintu. Aku mengangguk, melambaikan tangan kearahnya yang saat ini sudah jalan beriringan bersama Jack. 

"Kau sepertinya menikmati kelas Professor Alvaro"
Suara itu berasal dari belakangku saat aku sudah keluar dari kelas. Suara berat yang tidak asing di telingaku, "Nathan?"
Pria itu keluar dari kelas yang sama denganku, apakah aku tidak melihatnya? kita satu kelas?

"Dari mana kau datang?" Aku bertanya, berjalan sambil merapikan isi tasku yang sedikit berantakan.
"Apa yang kau lakukan?" tanyaku lagi, kini sudah berhenti dan berhadapan dengannya.
Pria ini terlihat mengamatiku, ekspresinya tidak bisa ku tebak, apakah dia sedang— kesal?

"Sepertinya kau memang memiliki kebiasaan kabur, Diana" katanya sedikit menaikkan sudut bibirnya. Senyum apaan itu?
Aku tidak kabur, aku hanya menghindar agar tidak mengikuti permainannya terlalu jauh. Aku bahkan menekan keinginanku sendiri untuk menghentikan ciuman yang mendebarkan itu.

Aku yang mengerti arah pembicaraannya langsung melewatinya, tidak ingin berdebat dengannya dan lebih tepatnya tidak ingin melihatnya. Karena tatapannya benar-benar menghilangkan fokusku, dia terlihat sangat berbeda dimataku setelah ciuman itu.

"Kenapa?" tanyanya kini berusaha menghentikanku.
"Itu sebuah kesalahan, Nathan." ucapku datar sambil tetap berjalan,
"Apa? yang mana?" Pria ktu sedikit terkekeh, sambil terus mengikutiku. Pipiku terasa menghangat, "Bagian mana yang kau sebut kesalahan, Diana? Bagian ciuman itu atau bagian kau mengintipku beberapa minggu yang lalu?"

Ah sialan, kenapa dia masih membahas tragedi memalukan itu? Dia mengerjaiku. Seharusnya aku tidak bertemu dengannya hari ini. Aku pikir dia sudah melupakan kejadian dimalam pesta itu, tapi kenapa dia mendadak membahasnya lagi bahkan setelah menciumku kemarin?

"Tolong minggir Mr.Turner, kau menghalangi jalanku" tuturku tegas kepadanya yang saat ini berdiri di depanku. Dia menaikkan alisnya seiring dengan bibirnya yang menekuk ke bawah, "Aku menghalangimu?" ulangnya lagi. Dia membentangkan tangan kanannya, menunjuk jalan disebelahnya
"Ms. Kim, apa kau tidak melihat jalan kosong selebar lima meter di sebelahmu?"

Aku diam, menatap jalan di sebelahku yang memang kosong. Tapi pria menyebalkan ini berdiri di depanku, terus mengikutiku dan menghalangi langkahku sejak tadi. Dia pasti tahu apa maksudku tapi—
Aku akhirnya menghela nafas, lebih baik yang waras mengalah.

Aku melewatinya dan beberapa saat, sudut mataku melihatnya terkekeh, terlihat bahagia setelah membuatku kesal.
"Aku kecewa kau menginggalkanku setelah ciuman itu" katanya, kini berjalan dibelakangku.
"Padahal kau juga menikmatinya, Diana!"
"Kenapa kau kabur?"
"Seharusnya kau menolakku dari awal"
"Hey!! tapi kau membalas ciumanku, sialan!" kali ini pria itu sedikit berteriak sehingga membuatku menghentikan langkahku. Oh tuhan, kenapa dia mendadak menjadi sangat berisik?
Aku berusaha tidak menggubrisnya, namun teriakannya membuat beberapa orang menoleh kearah kami.
"Tidak bisa kah kau diam saja? kau mengangguku!" pekikku menghadap kearahnya.

Nathan melipat tangannya didepan dada, masih dengan senyuman cerah diwajahnya yang sialan sangat tampan itu. Argh! aku ingin menjambak rambutku sendiri, ingin menampar wajahku agar berhenti menatap kearah bibirnya yang terlihat sangat—

"Apa maumu?!" tanyaku kini, berusaha mengendalikan diriku dan isi otakku yang sangat berisik didalam sana.

"Aku menginginkanmu"

"Aku tidak!"

"Aku tidak meminta pendapatmu, Diana. Terserah padamu bagaimana perasaanmu, aku hanya mengatakan bahwa aku menginginkanmu"

Aku menghela nafas gusar, "Kenapa? kenapa harus aku?"

"Aku menginginkanmu karena kau cantik, pintar, dan kau suka membantahku"

"Are you kidding me?" Apa-apaan ini? aku mengerutkan alisku. Dan pria itu terlihat tersenyum bangga, matanya berbinar.

"Dan satu lagi, kau suka kabur dariku" Jawabnya mantap lalu menggigit bibirnya sekali sebelum tersenyum cerah kearahku. Dia terlihat tampan sekaligus menyebalkan dimataku.

"Terserah!" Kataku dalam bahasaku, lalu menginggalkannya.

"Perfect" gumamnya pelan dan masih bisa ku dengar. Aku tidak peduli, aku tidak peduli. Lebih tepatnya, aku berusaha untuk tidak mempedulikannya. Pria aneh itu sangat sulit ditebak. Aku ingin memaki diriku sendiri, seandainya tidak menyetujui ajakannya kemarin, mungkin saat ini aku tidak akan terlibat sejauh itu dengannya. Tapi disisi lain, aku masih belum melupakan kejadian itu. Nathan terlihat berbeda saat wajahnya sangat dekat denganku. Wajahnya terlihat lebih tenang, dan aroma maskulin dari tubuhnya masih melekat di indera penciumanku. Aku tidak pernah mencium aroma semenenangkan itu sebelum bertemu Nathan. Aku menyukai aromanya, sangat unik dan wangi. 

Aku menggelengkan kepalaku, berusaha menghapus ingatan manis tentangnya. Bisa-bisanya hal manis tetangnya terselip di sela-sela kekesalanku terhadapnya. 

"Sampai jumpa Ms. Kim!" dia setengah berteriak dengan kekehan geli di akhir kalimatnya.

"Tidak, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi."gumamku pada diri sendiri, lalu masuk kedalam kelas selanjutnya. Entah dia mendengarnya atau tidak, tapi aku tidak bersungguh-sungguh mengucapkannya. 

Aku masih ingin melihatnya. 



***

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN

Happy Reading

Wiyaala



TRAPPED IN THE PASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang