Tanpa sadar saling bersinggungan

72 10 6
                                    

POV Genta

Pagi ini aku kembali sarapan sendirinya ditemani heningnya ruang makan yang terasa dingin ini. Sudah biasa memang, tapi kadang aku ingin seperti yang lainnya. Ya seperti teman-temanku.

Menyelesaikan sarapan dengan cepat dan bergegas pergi ke sekolah dan menghiraukan rasa sepi, hanya itu caraku mengatasi rasa tidak nyaman ini.

“Pagi bener Ta? Rindu amat Lo kayanya sama ni ruangan” celetuk Bian, salah satu temanku.

“Gimana lagi gue kangen mainin nih gitar” balasku setengah bercanda.

Kami berdua terkekeh, memang selalu seperti ini.

“Rame banget kayanya, tega kalian gak ngajak-ngajak kita” ucap Vrega yang berdiri di depan pintu dengan wajah yang dibuat sedramatis itu dan Tama yang memasang wajah datar melirik sinis Vrega.

“Jelas lah mana mau kita bawa elo, kan kita sebenarnya cuma bertiga” ucapku main-main.

Vrega segera saja melirik kami semua dengan sengit. Memang Vrega itu bagai mood booster di grup kami.

Oke sebelumnya perkenalkan gue Genta, si gitaris bersuara merdu di Lunar Band. Ya kami semua anggota band sekolah yang sudah terkenal di kota kami.

Bian itu sebagai gitaris juga bersamaku. Tama bagian drum, dan Vrega Piano. Walau agak tengil gitu, Vrega sangat mahir bermain piano, bahkan dia seperti orang yang berbeda ketika diatas panggung.

“Mau kemana Lo?” tanya Bian padaku.

Aku berbalik dan menatap teman-temanku. “Ke kelas lah, Lo pada mau bolos?”

“Yokk bareng aja” Vrega menyusulku dan merangkul bahuku. Aku melepaskan tangannya dari bahuku dan menjauh dari Vrega.

“Gue gak mau ada rumor jelek tentang kita Vre” ucapku lalu berlari menjauhi Vrega.

“Sialan Lo!” teriak Vrega seraya menyusulku dengan geram.

Bian hanya tertawa-tawa dan Tama tetap kalem seperti biasanya. Lelaki itu memang beda, diantara kami hanya dia yang waras. Entah apa yang dilakukan Tama hingga punya teman  seperti kami. Eh bercanda, kami ini teman berkualitas kok.

.....

Aku berjalan menyusuri koridor kelas, disepanjang perjalanan ada saja yang menyapaku entah itu dengan senyuman, perkataan dan lain-lain. Pada dasarnya aku yang sulit untuk menghiraukan orang lain hanya membalas dengan senyuman pula.

Di dalam kelas seperti biasanya ribut tak terkendali. Semua hanya sibuk dengan aktivitas masing-masing. Sampai kedatangan Bu Debi yang membuat kelas lumayan tenang.

Tetapi pengumuman dari Bu Debi berhasil membuatku sedikit terkejut. Aku dan seorang perempuan bernama Ody berada dalam satu kelompok yang sama.

Ody? Nama itu terasa akrab tapi sekaligus asing. Kami memang sekelas selama hampir dua tahun ini tapi bukan berarti aku akrab dengan semua teman sekelas. Apalagi yang perempuan.

Tak lama ada suara pekikan tertahan dari meja nomor dua dari depan, tepatnya meja Ody. Aku menoleh dan mendapati ekspresi meringis Ody dan raut kesalnya pada temannya. Entah mengapa hal itu malah terkesan lucu dimataku. Aku terkekeh pelan sebelum kembali mengalihkan pandangan.

Dia perempuan yang manis sebenarnya tapi entah kenapa setiap berpapasan denganku ia selalu menghindar. Bahkan untuk berbicara ia memilih mengabaikan ku. Kadang aku berpikir apakah ia membanciku? Tapi apa kesalahanku tepatnya?

Setelah kepergian Bu Debi aku memutuskan untuk menghampiri Ody di mejanya.

“Melody?”

Aneh kenapa gadis ini malah terdiam dengan tatapan kosong saat aku hampiri. Agak ngeri juga sih jadi aku memutuskan untuk melambaikan tangan ke wajahnya. Ia terlihat tersentak kaget.

I Love You, Genta!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang