Kebenaran dibalik Rahasia

19 3 7
                                    

Beberapa hari sudah berlalu semenjak liburan ke pantai berakhir. Tapi begitu mengingat momen yang terjadi, aku tak bisa menahan bibirku untuk mengulas senyum. Begitu membekas, bukan hanya buat aku tapi yang lain juga.

Aku masih ingat saat kami mau pulang, akhirnya Ella dan Emma bermaaf-maafan. Lebih tepatnya Ella yang meminta maaf dengan Emma, huh anak yang gengsinya selangit itu akhirnya bisa meminta maaf. Sempat ada adegan tangisan berjamaah dan berpelukan bersama sebelum naik ke dalam bus.

"Kenapa sih cantiknya Mama senyum-senyum terus dari tadi"

Aku menatap Mama yang datang dari belakangku dan duduk di atas ayunan berdampingan denganku. Senyum terlukis begitu saja di wajahku begitu melihat Mama.

"Ody cuma ingat liburan kemarin aja Mah. Seru banget rasanya" ucapku dengan berbinar ketika menceritakan tentang liburanku.

Mama sesekali tersenyum dan tergelak ketika aku menceritakan kegiatan kami di pantai. Mama memang seperti itu, tipe orang yang selalu antusias mendengarkan kegiatan apa saja yang aku lakukan. Makanya aku tidak pernah kekurangan tempat bercerita.

"Jadi anak Mama sudah punya cowo nya sendiri ya" ucap Mama dengan nada menggoda kepadaku, hal itu membuatku tersipu malu.

"Dia baik banget orangnya Mah, Ody aja masih gak nyangka bakal menjalin hubungan sama Genta. Mama tau kan kalau Genta hampir tidak kenal sama Ody" curhatku.

"Berarti yang sebelumnya itu belum takdirnya Ody buat bersama Genta. Mama kan pernah bilang apapun itu yang sudah menjadi takdir, akan menghampiri dengan cara dan waktu yang sempurna"

Aku mengangguk dan bersandar di bahu Mama sembari Mama mengelus lembut rambutku. Ingatanku masih segar saat pertama kali bertemu Genta dan mulai menyukainya sampai dia menyatakan perasaan kepadaku. Semuanya berputar bagaikan kaset yang di putar di kepalaku.

....

Aku berjalan menyusuri petak demi petak gundukan tanah yang rapat. Dengan menenteng sebuah keranjang, aku terus berjalan dan berhenti tepat di depan sebuah gundukan tanah yang tergeletak nisan di atasnya. Aku berjongkok dan menaruh keranjang berisi bunga di sampingku.

Perlahan tanganku mengelus nama yang tertulis di papan nisan itu. Regina Felisia. Nama itu lah yang tertulis di atasnya.

Aku mengambil keranjang dan menaburkan bunga di atasnya hingga menutupi gundukan tempat istirahat terakhir itu hingga penuh dengan bunga mawar segar.

"Melody datang Bu"

"Maaf karena jadi anak yang buruk, hingga baru sempat berkunjung. Melody sudah kelas 12 sekarang Bu, tinggal satu tahun lagi lulus. Melody juga udah punya pacar yang baik dan sayang sama Melody" ucapku dengan senyum tipis sembari menatap nisan dengan sendu.

"Mama sama Papa juga sayang banget sama Melody. Ibu gak usah khawatir di sana, soalnya Melody di kelilingi sama orang yang mencintai dan menyayangi Melody. Tapi Nenek sama yang lain masih gak suka sama Melody. Mungkin karena Melody bukan anak kandung Mama" suaraku semakin lirih ketikan menyebutkan kalimat terakhir.

Setelah beberapa saat, aku bangkit dan menatap nisan Ibu dengan lamat-lamat sebelum akhirnya beranjak pergi. Meninggalkan tempat tidur abadi Ibu, ya Ibu kandungku.

Mama Luna bukan Ibu kandung aku, jadi itulah Nenek dan keluarga Mama kurang suka denganku. Aku hanya memaklumi mereka, bagaimapun waktu itu aku anak hasil dari kecelakaan. Kehadiranku waktu itu menghancurkan hati banyak orang. Terutama Mama dan Ibu.

Waktu aku tau kenyataan itu, sempat ada rasa menyalahkan kalau ini kesalahan Ibu. Tapi Mama dengan tegas melarangku berpikir seperti itu. Mama bilang perkara orang dewasa serumit itu, dan Ibu kandungku tidak salah. Beliau juga berkorban nyawa agar bisa membuat aku bernafas di dunia ini.

I Love You, Genta!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang