Rindu yang Terbayar

59 3 5
                                    

Ody POV

Entah sudah berapa kali aku menghela nafas, perasaan gelisah terus membayangi diriku ketika hendak menghadapi dosen pembimbing. Walaupun judul skripsiku sudah diterima tetap saja isinya kan belum di terima.

Aku berkali-kali berdoa sebelum  memasuki ruangan, luar biasa bahkan tanganku sudah dingin. Dengan menguatkan hati aku membuka pintu dan masuk ke ruangan Bu Shanti.

Setelah menyerahkan hasil skripsiku, terlihat Bu Shanti membolak-balikkan kertas dengan cepat dan terlihat juga kening yang berkerut. Aku sudah menutup mata bersiap.

"Kau masih sekolah TK?" Tanyanya sembari membetulkan kacamata yang jatuh ke hidungnya.

Aku bergidik tapi tetap menjawab dengan suara pelan. " Bukan bu"

Brakk

Aku terkesiap kaget dan semakin menunduk dalam. Jantungku berdebar karena kaget.

"Tapi semua kata-kata kamu di sini seperti anak TK. Banyak salah tanda baca, salah huruf dan apa ini isinya? Kenapa bertele-tele dan tidak masuk inti dari apa yang kamu bawakan!"

"Perbaiki! Saya tidak mau tau minggu depan tidak ada lagi yang seperti ini!"

Aku mengambil draf yang di lempar bu Shanti dan segera berpamitan untuk keluar. Sungguh aku sudah tidak kuat berhadapan dengan beliau.

Rasanya aku butuh ketenangan dan butuh refreshing agar otakku gak stres. Ternyata perjuangan untuk lulus sesulit ini ya.

...

"Huh! Waktu memang bisa merubah banyak hal" gumamku dengan pelan sembari melihat ke arah laut yang bergulung di depanku. "Bahkan tempat ini pun berubah"

Benar sekali, sekarang aku berada di sebuah pantai yang dulu pernah ku kunjungi juga. Sebenarnya dalam beberapa tahun ini, aku masih sering ke pantai ini. Saat suasana hatiku sedang buruk atau aku sedang pengen aja.

Memang pantai ini berubah dari beberapa tahun yang lalu. Dulunya hanya ada hotel yang tidak terlalu dekat dari pantai. Sekarang bahkan sudah ada resort dan banyak fasilitas penunjang lainnya.

Tapi tempat yang paling ku suka hanya satu, yaitu sisi sepi di balik karang. Di sana aku merasa lebih tenang karena di situ sangat sedikit orang.

Hanya senja di pantai ini yang tak pernah berubah dari waktu ke waktu. Rupanya ia menjelma abadi tuk hiasi muka bumi ini.

Menyaksikan senja dalam hening itu menjadi sebuah kemewahan bagiku. Diantara sibuknya rutinitas harian yang menyita waktu, seringkali kemewahan seperti ini terlewat begitu saja.

Aku berdiam diri sampai sang surya menghilang di ujung laut sana. Diganti malam yang menyeruak gelap dan dingin. Aku memutuskan beranjak dari sana, kembali ke kehidupan manusia pada umumnya.

Tapi langkahku terhenti dan mataku terpaku pada satu titik. Bahkan  gelapnya malam tak bisa membuatku memburamkan sosok di depanku ini. Seolah semesta sedang menuliskan takdirku. Aku bertemu dia di kala matahari tenggelam dan menyisakan suara deburan ombak yang bersahut-sahutan.

"Genta" ucapku lirih nyaris tak terdengar di bawa angin.

Tapi entah mengapa aku merasakan perasaan asing yang mulai menyeruak. Seolah empat tahun ini berhasil menghilangkan sosok yang kukenal dulu. Ya, aku melihat tatapan asing dari dirinya seolah aku hanya orang yang bertemu secara tidak sengaja di sini.

.....

Genta POV

Sudah tiga hari aku pulang ke tanah air, dulu kata Mama kami tinggal di sini. Aku memutuskan pulang terlebih dahulu, sedang Mama masih di London. Selama tiga hari ini aku hanya menyusuri tempat-tempat di sini. Beberapa membuatku merasa akrab.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Love You, Genta!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang