Prolog | Titik Mula

2.1K 273 57
                                    


HAPPY READING, GUYS~

⭐⭐⭐

Dalam kamar sempit yang terasa pengap dan menyesakkan, terdapat sepasang kakak beradik terkurung dalam keadaan diam ditikam kegelapan. Pagi telah tiba, namun tirai kamar yang menjuntai dengan acuh tak acuh menangkis upaya mentari untuk menelusup menerangi mereka. Jendela berlapis besi itu tertutup rapat membuat udara terasa tebal dengan kelembaban yang merembes dinding. Smalam hujan, jadi menyebar samar aroma khas yang justru menambah kemirisan.

"Kak ..."

"Kamu bangun?"

"Aku ing_"

"Tidak! Tetaplah seperti ini. Kau mengerti?" Cegah sang kakak, semakin mengeratkan selimut yang membungkus seluruh tubuh adiknya. Kakak sungguh tidak ingin, adiknya melihat apa yang ada di depan mereka.

"Tapi aku tidak nyaman seperti ini."

"Kakak mohon, bersabarlah, ya? Jangan buka selimutmu sedikitpun."

Dalam balutan itu, adik hanya bisa mengangguk pasrah walau jadi semakin penasaran di tengah kegelisahannya. Melalui celah-celah serat kain selimut, samar, matanya menangkap sesuatu yang lebih menakutkan daripada kegelapan itu sendiri. Ada bayang-bayang aneh yang mengambang di udara, menciptakan atmosfer mencekam yang membuat bulu kuduk merinding.

"Pejamkan lagi matamu, bersabarlah, kakak akan berusaha membuka pintu kamar dan kita bisa segera pergi dari sini."

"B-boleh aku ikut membantu?"

"Tidak. Ingat ya, kau tidak boleh terluka," kata Kakak memperingati dengan nada lembut. Dia  tidak ingin tubuh adiknya yang begitu ia jaga jadi terluka sebab ikut mendobrak kerasnya pintu.

Setelah mendapat anggukan dari adik, kini kakak beranjak. Memandang pintu kamar yang terkunci rapat. Ia lantas berusaha mendobrak, berkali-kali hingga bahunya terasa nyeri. Tak cukup itu, ia juga melempari pintu dengan berbagai benda berat yang ada. Namun nihil, usahanya tak kunjung membuahkan hasil.

Sudut mata Kakak kini berair, bagaimana jika ia dan adiknya tak berhasil keluar?

Untuk itu ia menarik napas dalam-dalam, merapatkan bibir, menahan kecemasan. Dengan satu pukulan keras, ia kembali mendobrak pintu, menimbulkan suara keras yang bergema di seluruh ruangan.

Kakak menghela nafas, pintu itu ... masih tetap kokoh. "Hah ..." Desahnya, lalu mencoba lagi. Kali ini memukul pintu dengan lebih kuat. Barang-barang yang ia gunakan mulai aus dan patah, akan tetapi ia tak lekas menyerah.

Di tengah usahanya, tiba-tiba gagang pintu bergerak dari luar.

Ceklek ...

Ceklek, ceklek ....

Kakak memandang itu dengan penuh binar.


"ADA ORANG DI DALAM?"


BRAK.


BRAAK...


"ADA! TOLONG, TOLONG KAMI..."



BRAAKKK....




Tangisan kakak pecah begitu saja, ia merasa begitu lega. Namun bersamaan dengan itu tubuhnya limbung, tepat setelah pintu berhasil dibuka sempurna.

"H-hey nak, sadarlah."

Sebelum pejamnya benar-benar terenggut paksa, Kakak masih sempat menitip pesan, "tolong, jangan biarkan adikku melihatnya."





Niu niu niu niu ...





Sirine polisi dan ambulans saling bersahutan. Kedua bocah berusia 5 dan 7 tahun itu berhasil diselamatkan. Cahaya terang telah memenuhi ruangan, membawa kelegaan setelah kegelapan yang mencekam.

Namun ternyata, semesta masih begitu tega, membawa mereka pada rencana takdir yang tak jauh kejamnya. Sejak saat itu mereka terpisah, memutus janji dan harapan, untuk selalu hidup bergandeng tangan.







***

JENG JENG JEEENGGG.

Bagaimana? Kalian sudah bisa menebak alur cerita dalam book ini?

Kalian tim #happy ending atau #sad ending?

Sebenarnya untuk ending dalam book ini sudah ada draft kasarnya. Tapi Fey belum yakin. Jadi ingin meminta pendapat kalian.

Fey akan mempertimbangkannya.

Yuhuuuu, votenya jusseyo~

TERIMAKASIH, SAMPAI JUMPA DI PART SELANJUTNYA.

✨✨✨

Jeha dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang