⚠️DISCLAIMER⚠️
- Foto, cr; pinterest
- Terdapat kata-kata kasar
- Adegan tidak patut dicontoh
- Fiksi, tidak ada kaitannya dengan visualisasiMeski baca offline
⭐VOTE DULU, YUK⭐
Happy Reading, Guys~.
.
.
.
.
Layaknya pemuda yang sedang dimabuk cinta, Darion full senyum setelah keluar dari kamar Jeha. Pria itu melangkah dengan ringan, diikuti Victor dari belakang. Walau setelahnya, Victor jadi hampir saja menabrak Darion karena tuannya itu mendadak menghentikan langkah.
Darion memutar tubuh cepat. "Victor, anak itu sudah berani berbicara santai denganku. Bukankah itu pertanda dia mulai menerimaku?" Tanyanya, sumringah. Teringat bagaimana kalimat usiran yang Jeha lontarkan tadi.
"Cepetan pergi sana, gue mau ngerokok. Ntar paru-paru tua lu kembang kempis lagi kena asap gua. Husss hussss ..."
Begitulah, kalimat yang membuat Darion jadi tak tahan untuk tak kembali mengukir senyuman. Padahal normalnya orang, bukankah akan marah jika diusir seperti itu? Namun entah apa yang terjadi pada pikiran Darion. Apa benar kata Jeha jika pria itu sedang tidak waras?
Melihat ekspresi Darion, Victor pun terkekeh. Selama ia menjabat sebagai asisten pribadi, tuannya itu hampir tak pernah sesumringah ini sebelumnya.
"Benarkan?" Ulang Darion, ingin segera mendapat dukungan.
"Benar tuan," jawab Victor pada akhirnya.
Senyum Darion semakin lebar. Terpampang jelas gurat bahagia dan bangga di wajah tampannya. Ia lantas kembali melangkah, Victor segera mengikuti. Namun tak lama, Darion berhenti mendadak lagi.
"Ah iya, apa Juna sudah sampai?" Tanyanya, teringat oknum yang menelponnya beberapa menit lalu.
"Belum, Tuan."
"Baiklah, aku akan pergi sebentar untuk mengurus beberapa hal. Jika dia sudah di sini jangan lupa beritahu kamarnya sudah dipindah ke sebelah. Aku sudah menyiapkan seperti permintaannya tadi."
"Baik, Tuan." Victor segera memencet earpiece, memberi pengumuman pada bodyguard lainnya.
"Kembalilah berjaga di depan pintu kamar putraku."
Victor mengangguk patuh, lalu menunduk singkat, mempersilahkan Darion pergi. Setelah tuannya itu tak terjamah mata lagi, Victor segera melaksanakan perintah. Kini telah kembali berdiri tegap, berjaga di depan pintu kamar Jeha.
Beberapa menit berlalu, Victor merasa ingin ke kamar mandi. Karena sudah tak tahan, terpaksa ia tinggalkan tugasnya setelah memastikan pintu kamar Jeha terkunci rapat.
Tak berselang lama, seseorang datang, berdiri memegang kenop pintu kamar itu dengan kening mengkerut heran. "Nggak biasanya dikunci begini," gumamnya jadi segera merogoh saku. Mengambil kunci utama yang memang dipegangnya.
Ceklek ...
"Tumben?" Celetuk orang itu begitu mengedarkan pandangan, menemukan kamar yang biasa ia tempati --ketika menginap ke rumah ini-- ternyata memang sudah bersih, kosong dari barang-barangnya.
Sebenarnya di depan tadi ia sudah diberi tahu bahwa kamarnya sudah dipindah ke sebelah. Akan tetapi ia ragu, sebab biasanya Darion tidak langsung menuruti permintaannya. Jadi ia memutuskan mengecek terlebih dahulu, apa benar barang-barangnya sudah dipindah semua. Dan ternyata benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeha dan Luka
Teen Fiction{Brothership, Family, Angst, Sad} Sejak awal, hidup Jeha jauh dari kata baik-baik saja. Terjerat dalam keserakahan para orang dewasa yang buta akan cinta. Terkukung dalam lingkar dunia malam yang tak berkesudahan. Ia telah kehilangan banyak hal. Jat...