⚠️ DISCLAIMER ⚠️
- Terdapat adegan kekerasan dan memicu pengalaman traumatis
- Fiksi, tidak ada kaitannya antara visualisasi dengan karakter tokoh
- Bijaklah dalam membacaHappy Reading, Guys~
Jangan lupa vote-nya!⭐⭐⭐
.
.
.
.
.
"Kiri pak, kiri ..."
Usai berbincang dengan Arjuna di atap rumah sakit hingga menjelang petang itu. Malam ini, Jeha merasa seolah tersesat. Melangkah layaknya seseorang yang hilang arah. Ia tak yakin dengan kehidupan macam apa yang tengah ia jalani kini. Jika benar kebahagiaan pasti akan datang setelah kepedihan, maka bahagia seperti apa yang sedang semesta siapkan untuknya, juga ... untuk kakaknya?
Jadi, setelah anak itu turun dari bus terakhir yang beroperasi saat itu. Kakinya yang tak memiliki pilihan lain, lantas terpaksa dibawa menuju gang gelap nan sempit di depannya -arah menuju ke Neon Nights. Untung saja, tadi masih ada uang nyelip di saku celananya, jadi Jeha tak perlu berjalan jauh-jauh dari rumah sakit ke Neon Nights.
Untuk kali ini, remaja berwajah kuyu itu berencana menginap di sana. Karena jujur saja, ia takut pulang ke rumah.
Namun malangnya, bar yang hendak ia jadikan tempat perlindungan itu, terkunci rapat membuat Jeha reflek menghembuskan nafas lelah.
Tak ingin berlama-lama berkeliaran di tengah dinginnya angin malam, Jeha putuskan pergi ke apartemen Garda. Ia tak yakin sebenarnya, apakah pamannya itu sedang ada di apartemen atau tidak. Jeha belum mengambil tas dan ponselnya yang tertinggal di sekolah. Jadi ia tak bisa menghubungi Garda terlebih dahulu untuk memastikan itu. Semoga saja, Garda ada dan sudi menampungnya untuk malam ini.
Setelah kembali berjalan beberapa kilo meter, akhirnya Jeha tiba di sana. Jarinya lantas bergerak lancar memencet sandi pintu apartemen Garda -yang memang sudah ia hafal. Ketika pintu terbuka, Jeha segera masuk.
"Paman, a_"
"MASIH BERANI-BERANINYA KAMU KEMARI TANPA MALU?!"
Jeha tersentak, jadi mematung dengan mata melebar mendengar suara nyaring itu. "N-nenek? M-maaf, Jeha tidak tahu kalau hari ini Nenek menginap di apart Kak Garda."
Ratna -ibu Garda sekaligus ibu dari Mama Jeha, dengan wajah bersungut-sungut segera mendekat dan mendorong keras tubuh anak itu hingga terjatuh, keluar dari apart Garda.
"Perlu berapa kali saya katakan padamu, saya bukan Nenekmu dan jauhi putraku!" Wanita yang mulai memiliki keriput di wajahnya itu berkacak pinggang, menghembuskan nafas kasar sembari melempar tatap menusuk pada Jeha.
"Awas saja sampai kau berani menginjakkan kaki ke apart ini lagi. Aku tidak segan-segan bertindak lebih jauh dari pada ini!" Ancamya, lalu segera kembali masuk ke dalam dan mengganti kata sandi apartemen sang putra.
Jeha bergeming, kini perlahan bangkit dengan kepala menunduk dalam. Garda adalah adik Mamanya, Lusiana. Risma sudah lama tak mengakui bahwa Lusiana adalah putrinya semenjak Lusiana melawan restunya, memilih tetap menikah dengan pria yang kini menjadi Papa Jeha.
Sejak saat itu, Risma sangat membenci putrinya, juga turut membenci sang Cucu -Jeha buah dari hubungan, yang tak direstuinya.
Sekarang, langkah Jeha terayun gamang. Ia tak tahu lagi, kali ini ... harus pulang ke mana ia untuk mendapat rumah yang tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeha dan Luka
Teen Fiction{Brothership, Family, Angst, Sad} Sejak awal, hidup Jeha jauh dari kata baik-baik saja. Terjerat dalam keserakahan para orang dewasa yang buta akan cinta. Terkukung dalam lingkar dunia malam yang tak berkesudahan. Ia telah kehilangan banyak hal. Jat...