Part 2 | Bertemu Pak Tua

880 228 68
                                    

⚠️ DISCLAIMER ⚠️
- Adegan kekerasan dan kata-kata kasar
- Fiksi, bijaklah dalam membaca
- Foto, cr: pinterest

HAPPY READING, GUYS~

⭐ Vote dan Komen jangan lupaaaa ⭐

.

.

.

.

.


"Heh, bolos lu?" Tanya seorang pria setengah aki-aki pemilik ruko dekat pasar yang kini Jeha lewati dengan langkah yang terayun ringan.

Jeha terhenyak, jadi mendongak setelah sebelumnya berjalan menunduk sembari menendangi kerikil jalanan. Sebenarnya ia tak tahu siapa orang itu, tapi karena sikap ramah tiada taranya, ia tetap menjawab seraya menyengir lebar. "Enggak, Kek. Aku lagi dihukum lari tadi, tapi gak tau kok bisa kebablasan sampai sini," alibinya dengan wajah mendadak dibuat-buat kebingungan meneliti keadaan sekitar.

Aki-aki itu mendecih, lalu melengos dan melenggang pergi tak lagi banyak peduli. Jeha hanya menggedikkan bahu singkat, tak ambil pusing kembali berjalan setengah berlari menikmati suasana pasar tradisional yang jarang sekali ia kunjungi dengan riang.



Tadi di sekolah ia baru saja menjahili para guru. Korban pertama ada Bu Rita, guru IPA. Jeha memasukkan katak ke dalam kotak pensil guru tersebut. Alhasil, ketika Bu Rita membuka kotak pensilnya, katak meloncat mengenai wajah, membuat beliau berteriak histeris. Para siswa perempuan pun tak kalah histerisnya saat katak itu melompat ke sana kemari disusul siswa laki-laki yang mendadak heboh menjahili. Lalu, pelajaran tentang anatomi dan morfologi hewan ... buyar seketika.

Korban kedua ada pak Eko, guru Prakarya. Jeha sengaja menumpahkan lem di kursi guru, membuat pak Eko yang tak terlalu memperhatikan, duduk dengan leluasa, dan berakhir terjebak kesulitan berdiri karena celananya melekat dengan kayu kursi. Tak hanya itu, pantat pak Eko jadi terasa panas dan terbakar. Jeha benar-benar ... membuat banyak kegaduhan.

Lalu ada korban ke tiga, Bu Alena, guru BK. Beliau ini masih muda, cantik, imut ala-ala baby face gitu, punya badan lumayan berisi, dan gak ada tampang galak-galaknya. Jadi Jeha punya nyali buat godain. "Bu Ale Bu Ale... rasa jeruk apa stroberi? Penasaran saya sama rasanya. Seribu udah dapet kan, Bu? Mau saya cicip," ucap Jeha dengan wajah tengil khasnya, jadi kontan dapat tabokan dari Bu Alena.



Dan begitulah pengantar Jeha bisa dihukum lari 30 putaran. Hukuman yang paling dibencinya. Jeha itu tak suka lari, apalagi di tengah terik matahari begini. Kepalanya akan kliyengan soalnya. Jadi ia putuskan buat kabur saja dari sekolah. Bukan bolos ya. Kata Jeha, ia cuma kebablasan aja larinya sampai loncatin pagar tinggi sekolah dan berakhir di pasar ini.



Ketika dirinya sedang asyik menyenandungkan lagu Rungkad, tiba-tiba terdengar suara bariton yang merusak tangga nadanya.

"SERAHIN SEMUA DUIT DAN BARANG BERHARGAMU!"

Jeha berjengit, sontak bersembunyi di balik tumpukan keranjang rongsokan. Ia mengintip, mengamati seorang pria yang dikepung oleh tiga preman pasar berbadan dempal. Saat ini ia berada di gang sempit dan sepi yang ada di sudut paling ujung belakang pasar. Ia mengedarkan pandang. Tak ada tanda-tanda seseorang akan lewat disini.

Ah sial, padahal Jeha hanya sedang ingin menikmati suasana pagi setengah siang ini dengan tenang dan damai. Salahkan jiwa kepahlawanan dan kesatria dalam dirinya hingga membuatnya tak tega dan memutuskan menolong pria yang sedang di rampok di sana.

Jeha dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang