⚠ DISCLAIMER ⚠
- Fiksi
- Harsh wordsHAPPY READING, GUYS~
⭐⭐⭐
.
.
.
Malam ini, usai makan malam, Darion mengumpulkan seluruh penghuni mansion. Ada Opa, Oma, Hendra, Maria, Juna, Alex dan seluruh maid beserta bodyguard. Setidaknya, sudah ada hampir setengah jam mereka mendengar omelan Darion. Khususnya Lisma, yang menjadi tersangka utama pemicu amarah Darion."Ingat, siapapun itu, tidak akan ku tolerir lagi jika hal seperti ini terulang."
Jeha menghembuskan nafas panjang mendengar kalimat tegas sang Ayah. Ia tatap lekat punggung ayahnya itu sembari menggeleng-geleng.
"Heran, itu pak Tua pasti udah kena hipertensi, rutin banget njir marah-marahnya. Nggak bosen apa ya?" Gumamnya, menganalisis.
"Ssttt, tuan muda, hati-hati jika berbicara." Jeha melirik sekilas pada Victor yang menyenggoli lengannya. Pria itu melirik-lirik panik bergantian pada Jeha dan Darion.
"Jika ada yang membuat putraku terluka, maka orang itu harus keluar dari sini. Aku tak peduli, sekalipun itu kau Ma!"
Jeha lagi-lagi menghela nafas. Hanya karena sebutir kerikil di lantai yang tak sengaja terbawa Oma setelah wanita itu berkebun, Darion marahnya minta ampun.
"Dan kau Jeha!"
Yang dipanggil buru-buru menegap. Darion menghampirinya, membuat Jeha tanpa sadar menahan nafas. Ayolah, aura bengis ayahnya masih tertinggal dan itu tentu saja menakutkan.
Darion meraih telapak kaki Jeha. Tatapannya berubah sendu saat melihat bulatan keunguan di sana. Ya, kerikil kecil yang terbawa Lisma, melukai kulit Jeha yang berharga -bagi Darion.
"Jangan pernah lupa mengenakan sandal lantaimu, mengerti?"
Biar cepat, Jeha mengangguk saja. Toh Darion dan overprotektif, merupakan dua hal yang tidak lagi dapat Jeha pisah.
Mengusap puncak kepala Jeha singkat, Darion kembali menghadap para target amarahnya. "Kembali ke kamar kalian masing-masing, segera tidur dan jangan sampai suara gaduh kalian terdengar di telingaku. Cepat!"
Bisik-bisik tipis terdengar saling bersahutan mengiringi kepergian tiap orang. Termasuk Oma yang tampak kesal, kini berjalan bersama Maria sembari berdumal.
Darion mendengus. Masa bodo dengan ibunya yang tampak marah padanya. Ia kini kembali berbalik menghadap sang putra yang duduk anteng di sofa. Darion merentangkan kedua tangannya. Jeha mengerut bingung.
"Mau ngapain?"
"Ayo, ayah gendong ke kamarmu."
"Dih, kerikil doang aelah. Jeha masih bisa jalan."
"Jangan membantah, Jeha!"
"Gak!" Jeha langsung berdiri, melengos begitu saja meninggalkan Darion yang sudah menukikkan alis tajam.
Jeha mungkin lupa, bagaimana bisa Darion dibantah semudah itu. Maka sepersekian detik, Darion mengangkat tubuh Jeha dari belakang tanpa peduli anak itu kini meronta-ronta minta diturunkan.
"Tidurlah! Jangan keras kepala." Peringat Darion, menurunkan Jeha tepat di ranjang kamar sang putra.
"Nyenyenye__"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeha dan Luka
Roman pour Adolescents{Brothership, Family, Angst, Sad} Sejak awal, hidup Jeha jauh dari kata baik-baik saja. Terjerat dalam keserakahan para orang dewasa yang buta akan cinta. Terkukung dalam lingkar dunia malam yang tak berkesudahan. Ia telah kehilangan banyak hal. Jat...