Part 27 | Jeha Berhentilah Pura-Pura!

430 63 29
                                    

⚠️ DISCLAIMER ⚠️

Segala hal-hal yang berbau medis dalam cerita ini hanyalah berdasarkan pengetahuan dangkal penulis.

Apabila ada kesalahan, mohon diingatkan ya.
Terimakasih!

HAPPY READING, GUYS~

⭐⭐⭐

.

.

.

Kondisi Jeha menurun drastis dalam waktu yang sangat singkat. Padahal kemarin, remaja itu masih ceria. Masih sempat bercanda dan tertawa lebar bersama ayahnya. Bahkan masih bisa menjahili Juna, menakut-nakuti kakaknya dengan belalang daun yang diperolehnya dari taman. Berlarian meramaikan mansion dengan tingkah yang masih lincah dan penuh semangat.

Akan tetapi, pagi tadi Jeha terlihat lebih banyak diam. Meskipun seruan 'selamat pagi' anak itu masih terdengar riang lengkap dengan senyuman, sorot matanya yang sayu tak mampu berbohong. Darion jelas saja khawatir.

"Ayah biasa aja dong lihatinnya! Kenapa sih? Gak pernah lihat orang ganteng ya?" Jeha sibuk menghindari tatapan curiga Ayahnya.

"Kau sakit?"

Jeha tertawa miris. "Jeha kan emang sakit. Pertanyaan Ayah aneh," jawabnya lalu meminum air, gugup.

"Kau tau maksud ayah, Jeha."

"Tidak, Ayah. Jeha cuma___ em... lagi kangen sama kak Juna," jawabnya lantas menyengir kuda. Malam itu Juna memang tak menginap di sana, membuat Jeha mudah mencari alibi.

Namun kecurigaan Darion semakin besar saat mereka sedang menonton TV bersama. Putranya itu tiba-tiba berlari ke kamar mandi seraya membekap mulut.

Darion memperhatikan dari tempatnya, merasa cemas namun tak ingin membuat Jeha merasa tertekan. Ia sadar, Jeha akhir-akhir ini sangat berusaha supaya tidak membuatnya khawatir.

"Jeha, apa masih lama? Iklannya sudah selesai." Teriak Darion.

Beberapa menit berlalu, tapi Jeha tak kunjung keluar dari kamar mandi, jantung Darion mulai berdegup kencang. Ia segera bergegas ke arah kamar mandi, berhenti di depan pintu, mencoba mendengarkan suara dari dalam.

"Jeha?" Panggilnya, yang tak langsung mendapat sahutan. "Kau baik-baik saja?" Darion makin khawatir.

"Y-ya, Ayah. Jeha, Jeha baik-baik saja," jawab Jeha dari dalam, suaranya terdengar terbata.

Tak lama, Jeha akhirnya keluar. Darion bisa bernafas lega. Namun tak bertahan lama, karena ia melihat wajah Jeha semakin pucat.

"Ayo ke rumah sakit!" Ajaknya langsung, tak lagi ingin dibantah. Darion sudah yakin ada yang tidak beres dengan putranya. Pun jejak-jejak kemerahan di sekitar mulut Jeha.

Tetapi, sebelum Darion sempat meraih Jeha, tubuh putranya itu terhuyung dan jatuh ke lantai. Darion dengan cepat menangkapnya. Bersamaan itu, Jeha tiba-tiba terbatuk. Mengerang dan menggeliat kesakitan saat merasakan nafasnya tercekat. Ia berusaha membuka mulut, meraup banyak oksigen. Namun sesuatu yang panas seolah memaksa keluar, Jeha memuntahkan darah di depan Darion begitu banyak.

"Jeha, ya Tuhan!" Darion panik, memeluk tubuh Jeha yang semakin melemas.

Jeha ingin sekali menjawab. Tapi tak sanggup. Matanya terasa semakin memberat, wajahnya penuh dengan keringat dingin. Tangannya bergetar merasakan sakit yang mendera.

Jeha dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang