Part 10 I Fakta Menyakitkan II

751 165 56
                                    

DISCLAIMER

- Diharap Vote dulu sebelum membaca
- Memicu pengalaman traumatis//Mention of suicide
- Fiksi, tidak ada sangkut pautnya penggambaran karakter tokoh dengan visualisasi
- Foto, cr; pinterest

HAPPY READING, GUYS~

.

.

.

Jeha pergi ke bar. Untuk pertama kalinya ada keinginan dalam dirinya sendiri untuk mencoba meminum minuman keras. Terakhir kali mungkin 4 tahun lalu. Jordi mencekoki Jeha alkohol dengan brutal hingga berakhir membuat anak malang itu tak sadarkan diri selama dua hari.

Jeha tertawa miris mengingatnya tapi ia jadi makin ingin melihat Papanya sekarang. Ngomong-ngomong di mana pria itu? Jeha sedari tadi belum ada lihat.

Jeha lantas mendesah pelan, memainkan segelas kecil alkohol ditangannya. Sebelum benar-benar meneguknya, ia terlebih dulu diam mengamati. Sampai kemudian seseorang tiba-tiba datang, mencekal tangan Jeha yang baru saja akan mengangkat gelas itu.

"Apa yang kau lakukan, J?"

"Paman???"

"Jangan coba-coba meminum minuman haram itu!"

"Hehe, kau mengenaliku?"

"Tentu saja."

"Ah, padahal aku sudah menyamar semaksimal mungkin."

"Ini yang kau sebut menyamar?" Garda menunjuk topi dan kacamata yang dikenakan Jeha. "Dasar aneh, memangnya kau bisa melihat dengan benar jika memakai kacamata hitam seperti ini?"

Jeha nyengir, "tidak sih. Oh iya, paman ngapain ada di sini?"

"Ingin menemui Papa mu karena paman lihat Neon Nights buka, tapi ternyata kata para Bartender, Papa mu sedang pergi ke Jepang mengantar Reksa dan Neon Nights sementara diurus mereka."

Jeha mangut-mangut mengerti, pantas saja dari tadi ia tidak menemukan presensi Jordi. Hm, meski agak kecewa, Jeha mencoba mengalihkan perasaannya. Ia kini lebih tertarik mengamati raut lelah di wajah Garda.

"Paman ..."

"Ya?"

"J nggak akan nanya gimana cara Paman dan om Darion nyelesaiin masalah J. Karena ngebayanginnya aja J udah tahu, itu pasti sangat melelahkan." Jeha terkekeh sesaat. Ia sadar diri, ternyata hidupnya terlalu kurang ajar. Selalu saja merepotkan banyak orang.

Oleh sebab itu Jeha lanjut berkata, "nanti setelah semuanya selesai dan J beneran ikut om Darion, tolong jangan lagi repot-repot khawatirin J, ya."

"Fokus sama mimpi dan karir Paman aja. J nggak mau terus-terusan jadi penghambat Paman soalnya. Udah lebih dari cukup selama ini Paman selalu ngurusin J. Jadi ... Terimakasih ya Kak Gardaku yang kereeeen, hehehe."

Garda seakan hilang kata, menatap Jeha begitu tak percaya. Oh God, bayi kecilnya sejak kapan berubah jadi sedewasa ini? Astaga, mata Garda panas rasanya.

"Lah lahhh??? Kok nangis?" Jeha otomatis panik lihat Garda yang udah nunduk sesenggukan. "Cup ... cup ... cup beli es coklat deh ayok! Tapi situ yang bayarin," hibur J. Sudah balik ke mode ngelunjaknya.

Garda ketawa kecil, mengusap matanya sambil geleng-geleng kepala. "Kau ini! Padahal baru saja aku terharu."

"Karena ucapan mengharukan J tadi yakk???" Kata Jeha terkikik geli.

Jeha dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang