⚠ DISCLAIMER ⚠
- Fiksi
- Short part, hanya selingan
- Gambar cr; pinterestHAPPY READING, GUYS~
⭐⭐⭐
.
.
.
Sudah hari ke tiga semenjak kepulangan Jeha, tetapi yang didapati anak itu tak jauh berbeda ketika masih mendekam di rumah sakit, membosankan dan menyebalkan.
Salahkan ekspektasi Jeha yang mengira sang Ayah akan menuruti permintaannya pergi ke pasar malam. Nyatanya hingga detik ini, Jeha belum berhasil mendapat izin. Ah benar, satu-satunya yang berbeda adalah kehadiran Opa, Oma, dan Alex yang tiba-tiba datang ke mansion kemarin.
Sementara itu, sekarang, Jeha tengah goleran di sofa ruang keluarga sembari menggigiti ujung sedotan teh kotak yang sudah ia tandaskan. Asyik melamun dan sesekali bersenandung sampai tak sadar, seseorang memperhatikannya dari kejauhan.
Namun, melihat siapa yang tengah memperhatikan Jeha itu, membuat Lisma yang sedang berjalan dari arah dapur, sedikit terheran. Jadi mengecek berulang apakah benar, remaja di depannya itu sedang memperhatikan Jeha? Apakah Lisma tidak salah lihat???
E'hem, untuk itu Lisma segera mendekat. Gitu banget ngeliatinnya, batin Lisma.
"Gemesin ya, Lex?"
Tanpa sadar, kepala Alex mengangguk, menyetujui celetukan Lisma begitu saja. Namun belum sampai tiga anggukan, remaja itu lekas tersadar. Buru-buru menampar pipi lalu bergegas menggeleng keras.
Lisma reflek menahan tawa dengan mata mengerling jahil. "Oma panggil Jehanya ya?"
Mata Alex kontan mendelik tajam. "Don't threaten me, Oma!" Protesnya, kesal.
Lisma terkikik, namun apa dia peduli? Wanita itu sungguh memekik memanggil Jeha. "Jehaaa bayi gemas Omaaa, ada yang merhatiin kamu niiih."
Alex gelagapan, mendadak panik mencari tempat persembunyian. Berbeda dengan Jeha yang langsung menoleh dengan wajah merekah mendapati Oma berjalan menghampirinya. Walau sedetik kemudian mengernyit bingung saat melihat Alex bersembunyi di balik guci besar di sudut ruangan.
"Dia ngapain, Oma?" Tanya Jeha ketika Lisma sudah berada di sampingnya. Matanya melirik pada Alex yang masih jongkok di sana.
Oma mengangkat kedua bahu, turut mengamati Alex.
Di tempatnya, Alex memejam rapat. Ah, sialan! Dalam hati sudah rusuh misuh-misuh.
Dengan kaku, remaja kepalang malu itupun bangkit. Tersenyum kikuk pada Jeha yang menatapnya cengo. "Apa lihat-lihat?!" Ketusnya.
"Dih, apasih?! Biasa aja dong, gas LPG ya Lo?" Balas Jeha tak kalah ketus.
Alex mendecak, hendak melenggang pergi.
"Eehh, jangan pergi dulu!" Cegah Jeha, menginterupsi langkah Alex.
"Apa?!"
"Bantuin ngerjain PR."
Alex merotasikan kedua bola matanya.
"Ayo dong, punya otak pinter tuh harus maksima digunainnya." Jeha menaik turunkan alis. "Bantuin ya, yaaa???" Rayunya.
"Lex, bantuin adeknya, kasihan ini. Sekalian temenin ya? Oma mau lihat bunga-bunga Oma di taman depan," kata Lisma mengundang decakan malas dari Alex.
Setelah kepergian wanita tua itu, dengan hati yang sedikit tergerak, Alex melirik-lirik malas pada Jeha. "P-panggil gue yang bener dulu!" Ujarnya, terdengar ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeha dan Luka
Teen Fiction{Brothership, Family, Angst, Sad} Sejak awal, hidup Jeha jauh dari kata baik-baik saja. Terjerat dalam keserakahan para orang dewasa yang buta akan cinta. Terkukung dalam lingkar dunia malam yang tak berkesudahan. Ia telah kehilangan banyak hal. Jat...