⚠️ DISCLAIMER ⚠️
Segala hal-hal yang berbau medis dalam cerita ini hanyalah berdasarkan pengetahuan dangkal penulis.
Apabila ada kesalahan, mohon diingatkan ya.
Terimakasih!HAPPY READING, GUYS~
⭐⭐⭐
.
.
.
Jeha terbangun di tengah padang rumput yang luas dan sangat sejuk. Angin berhembus lembut, menerpa kulit putih wajahnya dengan belaian yang menenangkan. Udara di sini begitu segar, mengalir masuk ke paru-paru tanpa ada rasa sesak yang biasa menyertai.
Remaja tampan itupun menarik nafas dalam-dalam, menikmati kesempatan bernafas dengan lega yang akhir-akhir ini sulit ia dapatkan. "Hah, segarnya ..." Jeha merentangkan tangan kuat-kuat, merenggangkan otot dengan mata memejam menikmati kenikmatan ini.
Sedetik kemudian ia membuka mata cepat, menyadari sesuatu. Ia lekas berdiri dengan sengaja, lalu bergumam heran. "Uh? Apa yang terjadi?" Tanyanya pada diri sendiri.
Ia lantas berputar-putar seolah menari. Hingga 5 putaran, bibir tipis ranumnya perlahan mengembang lebar. Apa ini nyata? Rasa sakit yang biasanya selalu hadir kini lenyap tak berbekas. Jeha merasa ringan dan sehat. Sungguh, ia tak pernah merasa seberenergi ini sebelumnya.
"Ini menyenangkan!" Seru Jeha bahagia, menatap sekelilingnya dengan takjub. Hamparan hijau yang tak terbatas, langit biru yang begitu cerah, serta berbagai bunga warna-warni yang meliuk-liuk diterpa angin terlihat begitu indah. Jeha rasanya ingin menetap lama di sini. Ia betah.
Hingga beberapa saat kemudian, remaja itu melihat seorang wanita cantik berjalan mendekatinya. Wanita itu tersenyum teduh dan begitu lembut.
"Mama?" Jeha bergumam tak percaya, matanya membesar saat yakin siapa sosok wanita itu. Tanpa berpikir panjang, ia berlari dan segera memeluknya. "Mama!"
Wanita itu Lusiana, Mama yang amat dirindukan Jeha, segera merentangkan tangan, menyambut Jeha dalam pelukan hangat. "Jeandra ..."
Jeha semakin memeluk erat tubuh Mamanya. Senang sekali bisa mendengar panggilan itu setelah sekian lama.
"Mama, Jeha rindu sekali," katanya dengan suara terisak. "Kenapa Mama pergi? Kenapa Mama tinggalin Jeha?"
Lusiana mengusap rambut Jeha dengan penuh kasih sayang. "Maafkan Mama, sayang. Mama tidak pernah ingin meninggalkanmu. Tapi sekarang Mama di sini, dan kamu harus tahu bahwa Mama selalu bersamamu."
Jeha menarik diri sedikit, menatap wajah Mamanya dengan mata berkaca-kaca. "Mama, di sini begitu menyenangkan. Aku bisa bernafas dengan lega, dan tubuhku ... tubuhku tidak terasa sakit," adunya antusias.
Lusiana tersenyum lembut, tetapi ada kesedihan yang samar di matanya. "Kau benar, sayang ... ini memang tempat yang indah. Tapi, kamu tidak bisa berlama-lama di sini. Kamu harus pulang, sayang."
"Pulang? Kenapa, Ma? Di sini aku merasa baik. Aku tidak ingin kembali," Jeha protes, bingung dan takut kehilangan momen ini. "Lagi pula, di sini, Jeha bisa lihat wajah cantik mama lagi." Jeha menatap lekat setiap inci wajah Lusiana.
Wanita cantik itu tersenyum sendu. "Maafkan mama karena memberimu kenangan buruk ya, sayang."
Jeha lekas menggeleng. "Tidak tidak, memang ingatan Jeha saja yang payah. Bagaimana bisa Jeha melupakan wajah secantik ini?" Katanya diakhiri kekehan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeha dan Luka
Teen Fiction{Brothership, Family, Angst, Sad} Sejak awal, hidup Jeha jauh dari kata baik-baik saja. Terjerat dalam keserakahan para orang dewasa yang buta akan cinta. Terkukung dalam lingkar dunia malam yang tak berkesudahan. Ia telah kehilangan banyak hal. Jat...