Bab 1

11 1 0
                                    

Jantung si Teknisi berdegup kencang seakan hendak keluar dari dadanya. Di luar, hujan mengguyur dan petir bersahutan seperti genderang perang. Keringat dingin membasahi dahinya. Kedua tangannya meremas-remas, cemas menunggu proses berjalan di depan layar. Huruf di layar terpajang jelas hingga mudah dibaca di tengah kegelapan.

Copying data to Disk Beta ... 40%

Angka pengkopian data terus bertambah. Namun, proses itu terasa sangat lama. Sedetik serasa semenit, semenit terasa sejam. Persentase di layar terus bertambah, beriringan dengan detak jantungnya yang menggila. Si Teknisi sudah melakukan hal yang sangat dilarang di negerinya, mencuri data rahasia. Hukumannya? Eksekusi mati. Khawatir, kedua matanya melirik ke sana dan kemari, mengawasi sekelilingnya. Beruntung baginya karena suasana lengang. Tak ada siapapun di sana, hanya keheningan yang mencekam. Sesekali terdengar suara printer dari ruang sebelah, pertanda ruangan itu dipakai. Siapa dia? Apa orang dari kontra intelijen? Si Teknisi mulai was-was.

Dua menit kemudian, seluruh data berhasil masuk ke dalam flash disk-nya. Dia lalu memasukkannya ke dalam ruang rahasia di dalam tasnya. Kompartemen yang satu ini letaknya tersembunyi di bagian terdalam dari tasnya, bukaannya pun juga tersamar dengan lapisan kain di sekitarnya. Hanya petugas yang amat teliti bisa menemukannya. Lalu, sebuah klep terkunci dan Flash disk itu aman di dalamnya. Ia menengok ke kanan dan kiri. Aman dan lengang. Ia pun bernafas lega karena tugas paling berbahaya sudah usai. Si Teknisi lalu mematikan komputer dan keluar dari kantornya. Ia menelusuri koridor di kantor dan tak lama kemudian, sampailah ia di depan pos jaga. Antrean sudah mengular di sana. Tiba giliran si Teknisi, si prajurit itu lalu memeriksa identitasnya.

"Sudah selesai, Pak?" tanya si prajurit.

"Untungnya sudah," jawab Teknisi, "dan kali ini benar-benar melelahkan." Keluhan itu benar adanya. Untungnya, si prajurit tak tahu akan hal itu, semoga.

Si prajurit tertawa sambil menyerahkan identitas si teknisi. "Apalagi di tengah hujan begini. Lebih tidur di rumah di balik selimut."

Sang Teknisi mengangguk setuju dan ia pun berlalu dari pos jaga. Ia berlari menembus hujan. Sial, mengapa tak membawa payung? Akhirnya ia harus basah kuyup melewati guyuran tirai air hujan. Langkah kakinya membawanya menuju sebuah halte bis yang menyala terang di tengah kegelapan malam. Lalu, sebuah bus putih muncul dari balik kegelapan. Dia pun bergegas naik dan ikut berjejal di dalamnya.

Bus itu berhenti di sebuah halte tepat di depan restoran. Si Teknisi turun di halte dan masuk ke dalam restoran. Ia duduk di depan seorang pria berjaket coklat yang sedang menikmati mi ayam, menyeruput setiap untaian mi dengan nikmat. Pemandangan itu membuat perut si Teknisi keroncongan. Akhirnya, ia juga turut memesan makanan yang sama. Di tengah hujan yang dingin, panasnya mi ayam adalah surga baginya. Namun, kenikmatannya harus berhenti sesaat ketika pria berjaket coklat itu menyapanya.

"Tujuh," kata pria berjaket itu.

Teknisi sudah tahu jawabannya. "Tiga. Saya sudah dapat datanya."

"Di mana kau simpan?" tanya pria berjaket coklat.

Si Teknisi merogoh ruangan rahasia di dalam tasnya. Dengan satu gerakan yang luwes, ia membuka klep kompartemen dan meletakkan flash disk ke dalam kotak sumpit di meja. Gerakan itu direspon oleh pria berjaket coklat tadi. Ia mengambil botol garam dengan menjepitkan tiga jarinya, sementara kelingking dan jari manisnya merogoh tempat sumpit. Dalam sekejap, pria berjaket itu menambahkan sedikit garam ke dalam makanannya sekaligus memasukkan flash disk ke dalam saku jaketnya. Pertukaran telah terjadi. Luwes dan sulit dideteksi di tengah kerumunan pengunjung restoran.

Pria berjaket itu langsung menghabiskan minya. Ia pun berlalu meninggalkan Teknisi seorang diri. Menembus hujan deras, ia terus berjalan menuju sebuah ruko. Lalu, ia berputar memasuki gang kecil dan masuk dari pintu belakang. Sampai di dalam, dia pun segera mengeringkan diri dan mandi dengan guyuran air hangat. Setelah itu, ia langsung menghubungkan flash disk itu dengan komputer di ruang kerjanya. Komputer ini tidak terhubung dengan jaringan internet, sulit untuk diintai secara elektronik.

Luka di Bawah OmbakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang